"KIM...!!!"
Panggilan itu sudah sepuluh kali terucap dari bibir Haruno Sakura. Tapi bagai memanggil kocheng oren yang barbar dan tak ada akhlak, sang pemilik nama tidak menunjukkan batang bibirnya.
Bibir sewarna buah persik itu dipoles lipbalm dengan warna koral yang membuatnya semakin sempurna, merengut kesal. Wajahnya yang awet muda di usianya ke tiga puluh tiga menampilkan ekspresi senggol bacok. Kedua tangan bertopang pada pinggangnya yang ramping. Sakura semakin terlihat seram namun seksi. Bahkan pengin bawa pulang. Eh!
"KIIMM...!!!"
Suara itu semakin melengking dan menggema sampai seantero taman yang bersebelahan dengan lapangan basket perumahan. Beberapa orang yang sedang berusaha membuang lemak di tubuh atau sekadar menikmati udara sejuk di pagi hari, menoleh padanya dengan berbagai macam ekspresi.
Jangan tanya padanya seperti apa ekspresi mereka karena itu tidak penting. Sekarang, yang terpenting adalah menemukan si bocah blangsak dulu.
Namun saat iris sewarna dengan daun pinus yang menyejukkan mata itu bergulir ke arah jam tiga, tanduk yang semula tak nampak, kini muncul begitu cepat bersamaan dengan api yang berkobar tak kasar mata dari bola matanya.
Kakinya yang ramping dan jenjang melangkah dengan kecepatan maksimum, berjalan cepat menembus banyak pasang mata menuju ke arah lapangan basket yang terdapat lima pemuda, sedang duduk di tengah lapangan dan bercengkerama.
Sakura bisa melihat adiknya sedang tertawa terbahak sambil sesekali mendorong bahu teman yang ada di sisinya.
Melangkah dengan napas menggebu dan siap mengeluarkan magma yang sedari tadi ia tahan, namun rencana itu berubah haluan saat Sakura melihat sosok familier yang duduk di samping adiknya. Berbincang, dengan sesekali membuka mulut untuk menjawab ocehan adiknya. Dan begitu minim ekspresi.
Saat Sakura—bagai—masih berada di dua dimensi, suara nyaring adiknya terdengar hingga memecah lamunannya. Menghempasnya pada dunia nyata. Pada mata jelaga yang entah sejak kapan menatap lekat ke arahnya. Bersamaan dengan lambaian heboh adiknya yang menyuruhnya ke sana.
Telapak tangan Sakura mengepal. Mengumpulkan kembali keberanian yang hilang terbawa angin. Menggumamkan kalimat mutiara untuk menenangkan diri dan degub jantungnya. Menarik napas yang terasa berat dengan mata terpejam erat.
Sakura merasa ia tengah berjalan di atas bara api yang membara. Atau berjalan melewati jembatan gantung yang ada di atas tebing tertinggi di dunia. Begitu menakutkan dan mendebarkan. Ia bahkan tidak sadar jika kedua kakinya sedikit gemetar.
Sakura memasuki lapangan basket yang ala kadarnya; dengan hanya diberi sekat alih-alih untuk dinding lapangan, tanpa ada tribun untuk para wanita ular yang suka mendesis dengan lidah menjulur keluar jika melihat adik dan para kumpulannya. Apalagi jika mereka bermain dengan hanya menggunakan celana basket dan tanpa atasan.
Sakura bahkan sering mendengar para gadis, wanita, bahkan tante janda itu mendesah dengan menyebut nama adiknya atau para pemain lain saat dirinya membuang waktu untuk menonton mereka bermain. Dan karena hal itu hingga sampai saat ini, Sakura enggan untuk melihat adiknya bermain basket.
"Kak!" Suara cempereng Kimizuki tepat berada di depan telinganya, saat Sakura sampai pada sekawanan serigala bertampang kelinci. Begitu lucu namun mematikan.
Uzumaki Naruto, pemuda dengan warna rambut paling norak setelah dirinya, begitu terang hingga mampu menyakiti matanya—mata siapapun. Tapi itu adalah salah satu dari daya tariknya oleh gadis-gadis penghuni perumahan. Memiliki selera humor yang kelewat batas. Walau terkadang candaannya garing, pemuda itu tetap saja tertawa untuk menutupi kekonyolannya yang absurd.
Shimura Sai, pemuda dengan senyum polos yang terlihat begitu mengesalkan di matanya, atau kemungkinan besar di mata para sahabatnya. Rambutnya yang selalu di sisir rapi dengan kesan seperti terlalu banyak menggunakan pomade membuatnya seperti pemuda culun. Selalu menebarkan lengkungan senyum, terlebih pada sahabatnya, Ino.
Michael Geovanno, Sakura tidak terlalu paham atau tahu tentang karakteristik pemuda itu. Karena Michael menjadi sahabat curutnya—Kim—baru ada satu tahun. Pemuda itu pindahan dari Italia karena orang ayahnya pindah tugas di Jakarta. Lalu, yang ia tahu, Michael memiliki senyum menawan dan tatapan mata yang tidak bisa ia jabarkan. Terutama saat menatap dirinya. Sejujurnya, entah ini hanya sugestinya, atau Sakura yang terlalu percaya diri, setiap ia berada di ruang lingkup atau satu atap bersama dengan Michael, tatapan mata intens itu selalu tertuju padanya. Menatapnya dengan pandangan yang entahlah, Sakura selalu berharap bisa mengartikan tatapan itu. Sampai sekarang.
Kimizuki, adik Sakura, sangat bandel, cerewet, suka bikin baper gadis-gadis komplek. Dia memiliki surai dengan warna yang sama seperti dirinya. Namun sedikit lebih gelap. Kim—panggilan adiknya—adalah adik yang mudah marah benar-benar terlihat tidak sinkron dengan warna merah jambu rambutnya. Alih-alih memiliki sisi imut, Kim adalah manusia yang mudah terpancing emosi dan terkadang sedikit-sedikit ingin berkelahi. Walau begitu, Kim orang yang baik dan tulus. Dia begitu sayang dan peduli kepada Sakura. Kim selalu melakukan apapun untuknya. Bahkan dia rela menjual ginjalnya demi dirinya. Aww!
Dan ini, Sakura sedikit enggan menjabarkan siapa Uchiha Sasuke. Melihatnya saja membuatnya mulas, mulas karena saking berdebarnya ia karena melihat mas mantan lagi. Sosok yang dulu selalu membayangi pikirannya. Membayangi mimpi joroknya. Menjerat dirinya dengan tatapan dan senyum lembut nan memukau. Suaranya yang khas dan berat selalu membuat dirinya berdenyut. Di tambah dengan sentuhan mautnya yang sukses selalu membuatnya hilang kendali. Bibirnya, oh astaga, Sakura tidak akan pernah melupakan bibir seksi itu yang selalu tanpa absen menggeriliya pusat tubuhnya.
Tapi itu semua dulu, dulu sebelum ia melakukan kesalahan fatal yang membuat pemuda itu hilang kontrol yang begitu menyeramkan dan hampir menyakiti pemuda itu.
Uchiha Sasuke, mantan sepuluh tahunnya yang masih sama seperti dulu. Tampan. Seksi. Memikat. Bahkan tubuhnya yang jangkung semakin menggoda dengan otot lengannya yang mengintip dari lengan kaos pemuda itu. Bahunya yang lebar dan dadanya yang bidang membuatnya gatal ini menggerayangi kulit itu.
Namun ada sedikit perubahan yang mencolok dari diri Uchiha Sasuke, tatapan matanya yang semakin tajam dan menyeramkan dengan alis tebal yang terukir indah, sorot matanya yang seakan ingin memakannya hidup-hidup membuatnya ingin sekali menenggelamkan diri di dasar laut.
Begitu menakutkan dan menyakitkan.
"Woy, Kak. Bengong aja."
Setelah menekan perasaan rindu dan sesaknya yang entah karena apa, Sakura melirik Kim yang sedang menatapnya dengan penasaran. "Ayo pulang. Kakak nunggu kamu semalaman gak nongol-nongol."
Entah ke mana sisi ibu tirinya yang biasa selalu meledak saat emosi, terlebih jika sedang marah pada adiknya.
"Hai, Kak Ra." Naruto menyapanya dengan lambaian tangan heboh dan cengiran kuda. Sedangkan Sai hanya melambai seadanya dengan senyum polos dan menyebalkan.
Oh, tapi Sakura begitu menyayangi mereka berdua.
Dan seperti biasa, Michael hanya memberikan senyuman—atau seringai selembut bulu—ke arahnya.
Sakura hanya menanggapi mereka dengan senyum kecil dan kembali menatap Kim. "Kakak tunggu kamu di rumah."
Belum sempat Sakura berbalik, Kim kembali bersuara. Dan kalimatnya benar-benar membuat Sakura ingin melarikan diri dengan terbang ke planet Mars.
"Lho, buru-buru banget, Kak? Ada mantan Kakak disini kok malah ditinggal pulang."
Kedua mata Sakura terpejam erat beserta buku jarinya. Bibirnya berkomat-kamit memberikan sumpah serapah dengan bahasa purba. Dan tanpa mengindahkan ucapan adiknya, Sakura berjalan menuju luar lapangan dan bertambah cepat saat beberapa kumpulan anak muda yang berada tak jauh dari lapangan menggodanya.
"Ternyata benar—" semua menatap ke arah Michael yang bola mata kelabunya masih setia mengikuti langkah Sakura yang mulai menghilang di telan pejalan kaki.
"—janda semakin di depan."
Meninggalkan tatapan gelap dari salah satu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan ( masih ) Bucin Akut
RomanceSudah sepuluh tahun berlalu, kini Sakura harus dihadapkan dengan mantan yang dulu ia sakiti. Mantan bucin yang begitu-dan selalu-tergila-gila padanya. Dan saat ia ingin memperbaiki semuanya, kesalahannya, kebodohannya, Tuhan seakan tengah mengujinya...