3

3 0 0
                                    

{Jenefonte}

"Tampaknya kita sudah pernah bertemu" laki-laki itu berjalan dengan gagah mengulurkan tangannya. Liana diam menatap dari ujung rambut hingga ujung sepatunya. Liana menerima aluran tangannya itu. "Namaku Jenefonte."katanya. Jenefonte mengibaskan poninya yang menutup mata kirinya. Muka Liana memerah. Dia tampan. Di lehernya terikat sebuah liontin yang berbentuk serigala "Walaupun kau sudah tahu."

"Um, namaku Liana. Yah... meskipun kau sudah tahu."Liana terkekeh lalu diam melihat kakinya. "Aku tidak bisa berdiri."

"Baiklah akan kubawa kau kerumahku, disana ada nenekku yang bisa membantumu."jawab Jenefonte dengan yakin.

"Bagaimana?"Liana mengernyit. Menunjuk kakinya yang berlumur darah.

"Aku jelmaan serigala, kau lupa?"tanyanya. Liana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jenefonte memegang kalungnya itu. Dalam sekejap langsung berubah menjadi serigala. Liana pelan-pelan dan tertatih-tatih berjalan menuju Jenefonte, belum sempurna duduknya Liana, Jenefonte sudah berlari.

Liana berteriak. Liana berpegangan erat dengan serigala itu, dia tidak tahu kalau serigala bisa berlari secepat ini.

"Hey, apa kau bisa bicara saat menjadi serigala?"Jenefonte mengaum, bertanda tidak. "Baik, tak usah mengaum."Liana bergidik.

Ia melihat ke kanan dan kirinya. Daun-daun berserakan, berarti sudah hampir musim gugur. Jenefonte berhenti berlari, dan mulai berjalan. Liana diam. Jenefonte dengan bulunya menarik dedaunan yang menutupinya.

"Ini rumahmu?"tidak ada jawaban. Tapi Liana yakin ini rumah Jenefonte. Rumah yang kelihatan sedikit tua, besar, dan sangat asri karena di tengah hutan. Jenefonte melangkah mendekati kursi di teras rumah. Liana berpegangan dan duduk disitu. Jenefonte berubah kembali menjadi manusia.

Jenefonte berubah kembali menjadi manusia

"Akan ku panggil Nenek."Jenefonte masuk kerumahnya. Liana melihat ke hutan, angin sejuk menyerbunya. Sambil memikirkan apakah yang dia lakukan ini benar?

"Enak sekali tinggal di hutan."gumamnya "Kabar Bibi gimana ya?".

Beberapa menit kemudian Jenefonte kembali.

"Ayo masuk, nenekku ada di dalam."Jenefonte mengulurkan tangannya. Liana menyembut uluran tangan Jenefonte. Jenefonte menopang Liana dan membantunya masuk ke rumahnya. Saat masuk kerumahnya. Liana terkesiap. Rumah ini sangat mewah, tangga berkarpet merah, lampu mewah, kursi dan sofa yang elegan. Ini rumah yang mewah

"Oh Ya Tuhan, kau tak apa, Liana?"suara lembut dan serak menyambut Liana. Jenefonte mendudukan Liana di sofa. "Namaku Anna, panggil saja nenek, karena aku sudah tua."Nenek berjalan pelan menuju sofa. "Apakah ini sangat sakit?"Liana mengernyit, jelas itu sakit. "Jenefonte, ambilkan air itu."Nenek memberikan intruksi. Jenefonte mengangguk, dan lalu kembali dengan membawa mangkok berisi air. "Baiklah, pelan-pelan saja."Nenek mulai mengoleskan air ke kaki Liana.

"Waaa... air apa itu?"tanya Liana waspada. Nenek tertawa.

"Air biasa."jawab Nenek. Liana mengernyit.

"Baiklah." Liana mengangguk pelan. Nenek pelan-pelan mengusap kaki Liana dengan air itu. Serrrr... luka di kaki Liana hilang sekejap. Liana tersentak. "Apa ini?"

"Ini air biasa, sayang"jawab Nenek. Liana menggeleng, itu tak mungkin. Liana mencoba berdiri, benar-benar tidak sakit. Jenefonte melangkah ke depan Liana.

"Bagaimana?"tanyanya.

"Enak, seperti sehat kembali."jawab Liana.

...

"Kau mau kemana?"

"Ke kamar."jawabnya. Liana diam. Liana mulai memerhatikan rumah besar yang mewah ini. Kembali ia menatap Jenefonte. Liana mengikutinya, karena ia tidak tahu mau kemana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forgotten PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang