Mesum

371 1 0
                                        

"Patra, kumohon lepaskan aku!," pinta Cella dengan lirih.

"Tidak mau melihat apartemenku?," tawar Patra.

"Aku tidak mau hal buruk terjadi padaku!," dengus Cella.

Saat ini perasaannya tidak menentu. Antara ingin bersama laki-laki asing di depannya, atau pergi meninggalkan bekas kerinduan disana.

"Haha kamu pikir hanya kamu saja yang takut? Sebenarnya aku tidak mau berdua denganmu saja karena yakin jika nanti yang ketiga adalah setan, tapi bukankah lebih cepat lebih baik?," goda Patra membuat Cell melorotkan matanya.

"Cukup! Lepaskan aku sekarang juga Patra!," jerit Cella.

Tanpa sadar ternyata jeritan Cella terdengar sampai ke luar. Meskipun kaca mobil itu gelap, tapi tidak tertutup rapat sehingga terdapat sedikit celah yang membuat suara Cella terdengar keras dari luar.

"Tok tok tok, apa yang kalian lakukan? Tolong hargai taman ini! Jangan berbuat mesum di area umum!," tukas Satpol PP yang sudah berjaga disana.

"Maafkan aku," teriak Patra.

Laki-laki itu segera melepas pelukan dan melajukan mobilnya menjauh dari taman berbahaya. Belum saatnya mereka tertangkap oleh pihak berwajib.

Sementara Cella hanya bisa membuang nafasnya kasar. Berharap Patra tidak membawanya ke apartemen. Bersama lelaki merupakan hal bodoh untuk Cella.

Suasana hening menyelimuti keduanya. Patra tentu saja sudah hafal jalan pulang menuju rumah Cella, tapi tiba-tiba Cella membuat Patra berhenti melajukan mobilnya.

"Berhenti!," teriak Cella.

"Hei, apa kamu tidak bisa bicara pelan? Aku tidak mau ada Satpol PP menghampiri kita lagi," ketus Patra.

"Terserah! Aku hanya ingin kamu menurunkan aku! Jika tidak..," Cella sengaja menggantung kalimatnya.

"Jika tidak kenapa? Kamu akan turun? Lihatlah bahkan ini sudah malam, apa kamu tidak takut berjalan sendirian?," ucap Patra santai.

Dia sengaja memilih jalan yang sepi karena yakin jika lewat jalan yang biasa dilewati, Cella akan memaksa turun. Dugaan Patra benar, Cella meminta turun, tapi ketika berada di tengah sawah yang sepi tentu saja Cella memilih tetap berada dalam mobil. Wanita itu terpaksa mengurungkan niatnya.

"Hm, sebenarnya apa maumu! Semenjak kehadiranmu, hidupku tak lagi tenang," ucap Cella dengan nada sedikit tinggi.

"Cella tenanglah, gunakan bibir manismu itu untuk mendesa* saja jangan terlalu sering berteriak," lirih Patra.

"Dasar otak mesum! Cepat turunkan aku!," umpat Cella seraya mencubit lengan Patra.

"Hentikan! Jangan konyol kamu! Kita bisa saja menabrak jika kamu masih seperti ini!," gerutu Patra.

"Menabrak katamu? Ini sawah, apa yang mau ditabrak? Padi? Atau hantu? Bahkan aku berpikir jika hantu saja takut denganmu laki-laki mesum," dengus Cella kesal.

"Hm baiklah aku akan berhenti!," ucap Patra.

Segera menepikan mobil dan berhenti di area sawah yang masih terlihat panjang. Gelap gulita, hanya itu yang bisa Cella lihat. Sekali menelan ludah, namun tak bisa mengalihkan perasaan takutnya.

Hantu dan laki-laki bernama Patra sungguh menakutkan untuk Cella. Di sisi lain jika hantu tidak akan pergi ketika Cella berteriak, sementara Patra tentu akan pergi ketika Cella berteriak dan banyak orang berdatangan. Tentu saja saat ini tidak ada siapapun kecuali Cella dan Patra.

Cella bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi. Bukan pasrah akan perlakuan Patra, tapi Cella tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin jika saat itu Patra memutilasi Cella tidak akan ada seorangpun yang tahu.

Patra melirik sekilas Cella melihat wanita di sebelahnya berkomat-kamit. Hanya menggelengkan kepala melihat Cella seperti membaca mantra.

"Apa dia sedang berdoa untukku?," batin Patra.

Lima menit mereka berhenti, keduanya hanya saling diam. Bahkan Cella yang sedari tadi berteriak ingin turun tak lagi bergeming. Wanita itu sibuk dengan pikiran buruknya.

"Laki-laki gila ini kenapa tidak melajukan mobilnya? Apa dia ingin memangsaku disini? Tuhan, ampunilah dosa hambamu ini! Berilah aku jodoh sebelum ajal menjemputku," pinta Cella dalam hati.

Tanpa sadar dia mengatupkan kedua telapak tangannya dengan mata terpejam dan bibir sedikit bergerak. Patra menunggu wanita itu membuka mata, tapi tidak juga dilakukan. Akhirnya Patra menyenggol bahu wanita disebelahnya.

"Hei, kamu berdoa atau membaca mantra agar menghilang dari depanku?," ketus Patra.

"Kenapa?," tukas Cella yang kaget akan senggolan Patra.

Mengerutkan dahi, lalu mengarahkan sudut mata ke telapak tangan Cella yang masih berada di depan dada.

"Eh tidak! Aku hanya sedang berharap semoga terbebas dari laki-laki sinting sepertimu," ucap Cella datar.

"Benarkan?," lirih Patra seraya menatap kedua mata Cella.

Tentu saja Cella memalingkan wajahnya. Seperti kepiting rebus atau seperti tomat matang, entahlah yang jelas Cella merasa wjahnya sedikit memanas.

"Sstttt diam Cella, jangan berpikir macam-macam!," ucap Cella dalam hati.

"Wanita cantik, apa kamu tidak melirikku sedikitpun? Ayolah sayang jangan membuatku memaksamu!," gerutu Patra dalam hati.

"Ehem!," Patra berdehem untuk mencairkan suasana canggung yang tercipta.

"Apa?," ketus Cella seraya memalingkan wajahnya tepat menghadap Patra.

Patra tersenyum manis bahkan tidak ada wanita yang berani menolak pesonanya. Mungkin malam ini akan ada satu wanita yang pertama kali menolaknya.

"Wuih, rejeki anak sholeh dapet yang bening," batin Cella.

"Kenapa melihatku seperti itu? Baru kali ini melihat laki-laki tampan dari jarak dekat?," gumam Patra.

Laki-laki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Cella. Mengamati dua bola mata yang sedang menatapnya tajam. Patra bisa melihat sebuah harapan kecil disana. Di tempat yang saat ini terdapat bayangan dirinya.

Wanita mana yang berani menolak pesona seorang Patra. Sekalipun Cella selalu berkata ketus, dia tetaplah wanita yang lama-lama hatinya akan meleleh. Terlebih jika setiap hari mendapat perhatian manis seperti itu.

Bukan tentang cinta yang menggetarkan dunia, tapi tentang rasa yang tenggelam dalam dada. Tentang suatu kata yang menggoyahkan jiwa ibarat nahkoda yang sudah payah mengarungi samudera.

Kala gulungan ombak berlarian, ketika itu pula langit tersenyum sangat menawan. Dia rela berbagi tempat, bahkan rela menyimpan perasaannya secara rapat. Meski hati sedikit terisis, namun tetap bersembunyi di balik awan yang tipis.

Seperti halnya sebuah nadi yang berdetak setiap mengikis janji. Seperti halnya ilusi dalam ambisi. Perlahan tapi pasti, takdir pasti kan berseri.

Sedikit ragu apakah Cella akan menerima dirinya, atau saat ini dia hanya ketakutan jika tidak menurut ucapan Patra. Sedikit lagi Patra memajukkan dada bidangnya, hingga bersentuhan dengan wajah Cella.

Lagi-lagi Cella merasa wajahnya memanas sehingga wanita itu tidak berani menatap Patra. Namun tanpa diduga, Patra justru mendongakkan wajah Cella dengan menangkupkan kedua tangannya. Sengaja agar keduanya bisa saling terbuai dalam tatapan mesra.

"Sial! Tolong hati, jangan jadi bucin ya! Ingat, kamu bahkan sedikitpun tidak menarik untuk Patra!," jerit Cella dalam hati mengingatkan.

Little Accident 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang