SDUN-13 | Akhir dari Segalanya (?)

37 8 10
                                    

Happy reading 💙

"Nampaknya semesta tak inginkan kata 'kita'. Baiklah, kau dan aku saja. Bagaimana?"
_

________

Altairku💖

Bang, lagi di mana? Pulang ya, kepalaku sakit banget hari ini.

Jariku dengan lancar mengetik pesan dan mengirimnya pada kontak Revan. Hari ini tubuhku sangat lemas. Asma juga tadi sempat kambuh, untung saja ada Ibunya Revan yang membantuku. Sekarang usia kandunganku menginjak dua bulan. Revan, dia sama sekali tak menginginkan anak ini. Ia masih mengira anak ini bukan darah dagingnya.

Istri mana yang tak sakit dituduh demikian? Bahkan, ia sekarang mulai jarang pulang. Ia sibuk dengan orang yang dulu sempat ia patahkan. Karin! Perempuan berpipi gembul itu kembali, dengan manisnya mulai menyebabkan sepah pahit dalam hubunganku dan Revan.

Ting!

Altairku💖

|Jangan manja!|

Balasan dari Revan membuat badai bergemuruh petir melanda lukaku yang terasa getir. Salahkah aku jika meminta suamiku sendiri pulang?

Aku mohon bang


Harapan akan berubahnya Revan masih ada meski hanya secercah.

Ia bisa menghapus semua asaku dengan mudah. Sikap Revan yang tak lagi hangat dan selalu mencipta sekat antara kami. Bahkan ia tak suka jika aku membahas tentang rencana masa depan kami. Benarkah ia akan mencerai aku?

|Ok|

Balasan singkat seperti itu sudah biasa dalam pesan kami.

Sabarkan aku, Tuhan. Semoga tak ada kata 'pisah' dan aku bisa menjernihkan semua. Aku tak akan menyerah meski Karin masuk dalam rumah tangga ini. Aku akan bertahan sampai Tuhan izinkan aku yang memutuskan perpisahan.

Jarum jam telah berputar sedaritadi menunjuk angka sembilan dengan jarum panjang di angka tujuh. Tiga puluh lima menit sudah berlalu sejak aku menunggu. Kakiku tak berhenti berjalan memutar di balik pintu, menunggu sang imam datang.

Tok! Tok!
Akhirnya penantianku terbalas sudah. Dengan senyum merekah, aku membuka pintu. Pasti Revan akan senang karena aku sudah berdandan secantik mungkin di sela waktu menunggunya tadi. Namun, senyumku luruh ketika aku mendapati sosok Karin di samping Revan.

Bagai ditumbuk anak panah berlabur lara, menembus jantung dalam kurun waktu yang tak lama. Kini, Ashilla telah tiada dalam dunia cerah. Hanya ada kegelapan yang melanda.

"Ka-ka-Karin?" tanyaku terbata-bata.

"Ya? Hallo, Ashilla ... primadona kampus yang sekarang berbadan dua." Karin memeluk lalu menarikku ke ruang tamu.

Pemilik netra cokelat itu tersenyum jahat seakan menghina keadaanku sekarang. Aku tak menyangka Revan tega membawa Karin ke sini, menambah parah tekanan batinku.

"Eh, Van. Istri lu makin cantik aja, ya." Karin membelai rambut lurusku dengan senyum kecutnya.

"Biasa gitu, dia mah kalau ditinggal pergi langsung dandan."

Deg!
Revan makin menyayat hatiku dengan kalimat yang baru saja ia lontarkan. Bisa-bisanya ia melontarkan kalimat yang sangat menyakiti aku itu?! Netraku menatap Revan dengan air mata yang mendesak keluar.

Senja di Ujung Nestapa [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang