"Aku hanya ingin mencinta tanpa memaksa, apa itu juga salah?"
---Ashilla Faandya
"Lalaa!"
Pemilik suara cempreng menepuk keras bahuku dari belakang. Netraku mencari sosoknya. Dia, gadis dengan postur tubuh yang tak lebih tinggi saat kaki jenjang yang kupunya mulai menapaki tanah. Manik cokelat, pipi gembul, dan wajahnya yang periang membuat siapa pun yang menatapnya senang. Namun, lain lagi denganku.
"Apa sih, Rin? Nama gua Ashilla bukan Lala, gua gak suka panggilan itu!" Aku sedikit meninggikan tangga nada karena tak suka dengan panggilan yang diberikan olehnya.
Karina Febri. Ia adalah teman sefakultas, hubungan kami dulu dekat bahkan sangat. Namun, sejak hubungannya dan Revan diketahui indra pendengarku, sekat mulai tumbuh antara kedekatan kami. Aku, Karin, Revan, dan satu lagi Farhan adalah teman sekampus. Kami berbeda fakultas kecuali aku dan Karin.
Awalnya aku tak pernah membayangkan akan jatuhnya rasa pada orang yang sama sekali tak kusangka. Sama sekali bukan menjadi pilihan untuk mencintai seseorang yang dekat dengan sahabatku sendiri. Namun, cinta tak pernah memilih siapa yang ditujunya. Cinta hanya ingin mewujudkan kata 'kita' meski harus ada yang terluka.
"Santai, Shill. Jangan ngegas gitu, gak pantes cewe cantik kayak kamu ngegas," ujar laki-laki dengan jaket hitam yang diselempangkan ke bahu.
Dia menggenggam tanganku, seketika aku tergugu. Tawanya kecil, tapi cukup untuk membuat hatiku menambah ruang untuknya. Manik hitamnya menyiratkan peluang untuk rasaku yang terpatri dan tak'kan terganti.
"Nih apa-apaan pake pegang tangan kek orang mau nyebrang aja." Muncul lelaki dengan jas almamater kebanggaannya, memisah tanganku dan Revan.
"Dih, ngapain lu cowo baper. Cemburu, yak?" canda Karin pada Farhan yang baru datang.
"Gua mah santuy, yang ada elu kali yang cemburu liat Revan sama Shilla," timpal Farhan tak mau kalah.
Aku masih terdiam di tempat, semua perhatian dari Revan selalu sukses membuatku luluh. Revan tak pernah pilih-pilih dalam berteman, ia juga sangat menerima siapa pun dalam lingkar kehidupannya. Namun, itulah yang membuat rasa ini makin kukuh memilihnya.
"Shill, jadian sama gua, yok. Biar gak iri kalau liat mereka." Farhan menyingkirkan sosok Revan dari hadapanku.
Dia meraih kedua tanganku, sebercanda itukah hubungan menurutnya? Langsung mengutarakan tanpa berpikir panjang. Farhan serius? Tak mungkin! Di antara kami berempat, dialah yang paling gesrek. Bahkan anak penjual es campur langganan kami saja pernah dibuat baper olehnya.
"Ape lu, Cilok Bang Topa? Gua gak peduli gitu-gituan. Yuhuu, this is my life. Lu siapa mau jadian sama gua?!" Aku melepas tangan Farhan dan menatapnya tajam.
Hening. Tak ada yang bisa membedakan antara serius atau bercanda di sini. Sebenarnya aku ingin memberikan Farhan penjelasan agar dia tak sembarangan dengan apa yang dia ucapkan. Jika ada yang bernasib sama seperti si anak penjual es campur, bagaimana? Miris toh. Hingga ... tawaku meledak seketika untuk membuyarkan hening yang menimpa.
"Hahaha, jangan baper. Biasa baperin cewe kok giliran dikerasin malah dimasukin ginjal bisa batu ginjal lu." Aku menepuk pelan lengan atasnya sembari menyibakkan poni yang mulai menghalangi sorot netraku.
Farhan mulai menatap sebal pada hingga aku berlari menghindarinya. Kami tertawa bersama, tanpa sekat apa-apa. Farhan, dia pelipur lara yang paling setia kala luka menyapa hati yang dipenuhi nama Revan.
***
"Shill, lu suka ya sama Revan?"
Deg!
Pertanyaan dari Farhan membuat netraku berkeliling sudut ruangan untuk mencari jawaban. Sebenarnya pertanyaannya bisa saja dirubah menjadi pernyataan. Ya! Aku suka dengan Revan. Udara yang keluar dari Air Conditioner kian menambah dingin ruangan ini, ditambah dengan hujan yang menghampiri bumi.
Moccacino favoritku mulai berubah suhu. Saksi bisu atas pengakuan rasa dalam kalbu. Revan, bisakah aku memiliki sedikit cintamu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Ujung Nestapa [TELAH TERBIT]
Roman d'amour"Rasa memang datang tanpa aba-aba dan satu hal yang masih hati terima, kau ... alasan cinta." --- SDUN Ini adalah kisah perjalanan Ashilla, gadis dengan puzzle kehidupan yang masih berceceran. Alam raya menyuguhkan fakta yang harus ditelannya menta...