Prolog : See You Again

503 8 4
                                    

Namanya Echana. Matanya coklat tua, seperti warna coklat di atas kue blackforest. Bibirnya merah, semerah cherry matang. Kulitnya putih dan ada lesung pipi mungil di pipi kanannya tiap kali ia berbicara. Tubuhnya mungil, namun atletis dan lincah. Karena itu ia sangat sensitif jika orang membicarakan tentang tinggi badan dengannya. Ia gadis yang baik, ramah, cerdas, dan agak aneh. 

Baiklah, dia memang aneh. Dia agak hiperaktif, terutama tangannya. Notes dan pensil selalu ada dalam saku pakaiannya. Ia sangat suka menulis atau membuat ilustrasi. Ia hampir menyukai segala macam kartun dan komik, serta novel-novel fiksi. Karena hiperaktifitasnya, ia menjadi gadis yang teliti. Dia suka melakukan hal yang janggal yang kerap kali membuat orang di sekitarnya mengernyitkan dahi karena bingung dan heran. Semuanya itu hanya beberapa gelintir alasan yang kutemukan saat hatiku kembali mempertanyakan alasanku mempertahankan perasaanku pada Eka, nama panggilan favorit gadis itu. 

Kalau kuingat-ingat, masih banyak lagi alasan aku menyukainya. Tapi kurasa kalimat yang menyimpulkan semuanya adalah aku menyukainya karena ia adalah Echana Chalista Natalie Reefhitch. Karena ia adalah dirinya sendiri.

Hari perpisahan kelulusan SMP adalah kali terakhir pertemuan kami. Karena setelahnya, aku sudah berangkat ke Jepang untuk mengikuti ayahku yang mendapat promosi naik jabatan namun menuntut kami sekeluarga untuk pindah karena perusahaan yang akan ayah pimpin berada di Osaka. Aku belum sempat mengutarakan perasaanku padanya selama kami masih bersama, sebagai teman. Karena ia tidak membiarkan orang lain, terutama manusia berjenis kelamin laki-laki untuk membangun relasi yang lebih istimewa dari teman dengannya.

Pertama kali kami dekat adalah setelah aku memergokinya sedang bicara dengan seorang siswa yang menyatakan cinta padanya. Sudah pasti ia menolaknya dengan halus dan sopan, meskipun masih terasa sangat menyakitkan saat aku memposisikan diriku sebagai cowok itu. Setelah pembicaraan mereka selesai, akupun hendak mengakhiri sesi mengupingku dan kembali ke kelas untuk mengembalikan tempat sampah yang kosong ke kelas karena hari itu aku adalah petugas piket membuang sampah. Tapi ternyata gadis itu tau aku tengah menguping pembicaraannya barusan.

Beberapa hari berselang, bak de javu, kejadian itu terulang kembali. Aku kembali melihatnya sedang ditembak oleh siswa lain saat aku juga sedang piket. Setelah beberapa kali kepergok menguping, akhirnya Eka mulai bicara denganku. Iya. Dia yang mulai bicara denganku. Ia berinisiatif duduk di depan meja kantinku, sengaja duduk berhadapan denganku. 

Aku sangat bersyukur ia suka berpikir rumit dan memiliki rasa ingin tahu yang terlampau besar. Ia mulai bicara denganku karena penasaran mengapa aku selalu ada di tempat penembakan berlangsung. Ia juga menceritakan teori konyolnya mengenai kenapa aku selalu di sana dan berjadwal piket yang berbeda-beda. Dan ia selalu melewatkan satu kemungkinan besar alasanku untuk berhenti menyusuri lorong dan memutuskan untuk menguping. Kemungkinan kalau aku ada hati padanya. Berawal dari penuduhan sengaja menguping, hingga akhirnya kami mulai membicarakan banyak hal yang nggak penting karena gantungan hpku yag selalu berubah tiap minggu.

Hari ini, tepat sepuluh tahun enam bulan setelah hari perpisahan kelulusan SMP kami, aku bertemu lagi dengannya. Aku melihatnya. Ia sedang duduk di salah satu kursi di samping jendela dan asyik mengobrol dengan dua orang gadis yang duduk berhadapan dengannya.

Ia makin cantik. Senyumnya masih menawan. Ia tertawa, aku ingin mendengar lagi tawanya. Tunggu! Benda apa yang ada di jarinya? Cincin?! Di jari mana letak cincin itu? Jari tengah? Kumohon jangan jari manisnya! Aku belum siap melihatnya sudah jadi milik pria lain. Tuhan, kumohon jadikan cincin itu hanya kesalahan pada mataku!

Mataku masih menguncinya dan menolak untuk melepaskan sosoknya hingga sebuah mobil menabrakku dan menghempaskanku ke aspal yang keras beberapa meter dari sepeda motor yang kukedarai sedetik lalu. Aku hanya bisa merasakan hampir sekujur tubuhku terasa sakit beberapa saat. Saat langit biru yang terbentang dalam pandanganku berubah menjadi wajah-wajah orang yang terlihat panik, perlahan-lahan aku hilang kesadaran.

Tuhan, aku memang berdoa kalau aku tidak siap melihat Eka sudah menjadi istri orang. Tapi bukan berarti kalau aku siap untuk kembali padaMu. Aku rumit, ya? Maaf. Tolong kembalikan aku padanya, hanya untuk sekedar mengatakan perasaanku padanya. Kumohon. Aku sangat merindukannya.

**********

Hua! Geje ya? Sama kayak authornya. Khekhekhekhekhe :3

Kritik dan saran, please? Nyehehe Thank you.

Enjoy reading :3

-Desember 2014-

Innocent Wor(l)dTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang