Peluh membasahi tubuh Ale yang terus berlari meninggalkan sang guru yang tengah mengejarnya. Sungguh Ale sudah lama berlari namun sepertinya guru satu ini masih memiliki fisik yang kuat. Kakinya sudah sangat lemas saat ini, kini Ale hanya bisa berdoa semoga penyakit asma nya tidak kambuh disaat yang tidak tepat saat ini. Nafasnya mulai memberat namun Ale masih bisa mengatasinya. Dia sudah terbiasa akan keadaan seperti ini.
Ale dan ketiga sahabatnya berpisah saat guru itu mengejar mereka. Mereka memiliki formasi saat-saat seperti ini. Ale terus berlari kencang namun fokusnya kebelakang untuk melihat guru tersebut. Hingga tubuh nya terpental cukup keras kala menabrak sesuatu di depan nya.
Brukk
"Awshh.. pan..htat.. guh..ee...shh"
Dengan nafas yang tidak beraturan Ale menengadah untuk melihat siapa yang baru saja Ia tabrak. Ale merasa familiar dengan wajah ini. Ahh iya Ale ingat orang yang didepanya ini adalah salah satu orang terkaya dengan cabang purusahaan dimana-mana. Bagaimana Ale tidak tahu, Wajahnya saja sering lewat di televisi kostanya juga kekayaanya yang tercetak di koran.
"Kamu gak papa nak? " Tanya Rimba dengan raut wajah khawatir seraya mengulurkan tanganya untuk membantu seseorang yang sangat Ia rindukan.
Ale meraih tangan Rimba " Gak papa Pak "Ucapnya seraya bangkit dengan bantuan pria di depan nya.
Rimba senang. Sangat senang. Ini adalah pertama kali anaknya memegang tanganya setelah bertahun-tahun lamanya. Sedangkan dibelakang Rimba keempat orang yang membeku ditempatnya dengan mata yang menatap intens kearah Aleon.
Mereka percaya, usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Setelah bertahun-tahun kerja keras tanpa henti mencari informasi, akhirnya pertemuan ini terjadi. Tentu saja dengan jalan takdir yang berbelit, dengan puluhan rintangan yang membelenggu setiap langkah nya.
Rimba adalah seorang ayah dari tiga orang putra yang selalu berjalan melihat kebelakang. Terkadang jalan didepan tidak semenarik apa yang ada di belakang. Jalan di depan tidak ada kehadiran istri nya, tidak ada tawa kedua putra yang membicarakan adik nya.
Namun Rimba baru sadar, hidup tidak akan berjalan jika kita tidak mau bangkit melihat kedepan. Tetap stuck ditempat dan mengasihani nasip sendiri. Rimba tidak tahu apa jadi nya kalau ia berada di posisi itu hingga saat ini. Mungkin persentase melihat putra bungsu nya adalah nol persen.
Berbeda dengan kelima orang pria yang tengah merasakan nikmatnya hasil. Justru Ale risih dengan tatapan kelima orang didepanya. Meskipun ia tidak bisa menyangkal bahwa perasaan nya menghangat. Entah apa yang terjadi, tapi rasa nya Ale merasa nyaman dengan wajah-wajah yang baru ia temui itu.
Seketika Ia teringat sesuatu, atensi nya beralih kepada guru yang mengejarnya, ternyata sudah dibelakangnya. Ahh sudah dipastikan hukuman menantinya. Tapi bukan Aleon nama nya jika tidak bisa mencari kesempatan.
"Permisi pak.. " Pak sutriss membungkuk hormat didepan Rimba. Tentu saja Ia masih sayang dengan pekerjaanya, menghadap pemilik sekolah.
"Ada apa ini pak? "Bukan Rimba, melainkan Tonny selaku kepala sekolah. Bertanya dengan nada tegas.
"Ehm.. Begini pak. Saya ingin memberikan sanksi kepada Ale dan sahabatnya karna sudah bolos dijam pelajaran dan merokok diarea sekolah" Ucap Pak Supardi sopan.
Ale tau bahwa yang dihadapanya ini adalah pemilik sekolah. Ale santai? Tentu. Lantas ia harus apa? Hormat 24 jam? Memuji-muji kekayaanya? Kebesaranya? Ohh sungguh Ale tidak akan melakukan itu. Meskipun begitu namun ia akan berusaha tetap sopan di hadapan orang yang lebih tua.
"Merokok?" Beo kelima orang tersebut. Apakah Ale merokok? Sudah berapa banyak? Sejak kapan? Bagaimana dengan paru-parunya? Sungguh mereka tak habis pikir. Sepertinya menculik Ale adalah jalan satu-satunya lalu mengecek kesehatan tubuhnya secara menyeluruh.
Jika menggunakan cara perlahan bukankah membutuhkan waktu yang lama? Lalu bagaimana jika Ale semakin banyak menghisap batang rokok? Baiklah keputusan mereka kali ini sudah bulat. Menculik. Terdengar gila namun Rimba tidak peduli, toh Ale ini adalah anak kandung yang selama belasan tahun ini terpisah dengan nya.
"Benarkah kamu merokok nak? "Tanya Rimba lembut.
"Nggak "
"Lalu? "
"Jualan rokok pak "Bodoh sekali kau Ale apakah tidak ada alasan lain? Anti mainstream sekali jawabanmu Ale!
Rima terkekeh "Benarkah? " Tanya nya.
"Atuh si bapak kepo amat sih. Bapak mau beli rokok saya iya? Sini pak, satu batang 25 ribu. Barang import ini" ujar Ale. Padahal pemuda itu sama sekali tidak berjualan rokok, tapi apa salah nya mencari keuntungan?
Rimba mengangkat salah satu alis nya, kemudian berbalik menatap adik dan kedua anak nya. Sejenak ia terkekeh geli, kemudian beralih menatap Ale lagi yang kini tengah bersidekap dada dengan gaya tengil nya. Padahal anak itu sudah di tegur berulang kali oleh pak Supardi.
"Baiklah, kalau begitu berikan semua rokok yang kamu punya bapak akan membeli nya" ujar Rimba membuat pak Supardi yang tidak tahu apa-apa tersentak kaget.
"Eh, maaf pak. Seharus nya bapak tidak perlu membeli nya, anak ini hanya mengada-ada saja. Bapak bisa menyita rokok Ale tanpa harus membeli nya" ujar pak Supardi sopan. Namun yang di dapat hanya peringatan diam dari Tonny.
"Ah bapak Supar sirik aja. Saya kan lagi berusaha pak supaya jadi orang kaya!" Ujar Ale membalas yang langsung mendapat pelototan oleh sang guru.
Ale mengeluarkan sebungkus rokok dalam tas nya. Yang sudah terbuka dan berkurang lima batang. Ale menyodorkan bungkus tersebut.
"Jumlah nya sebelas batang pak. Bayarin gih, jangan korupsi ya" ujar nya seraya memamerkan gigi putih nan rata itu.
Rimba hanya tertawa geli kemudian memberikan uang berwarna merah sebanyak tujuh lembar. Ia menatap Ale yang terdiam.
"Kenapa? Segitu masih kurang?" Tanya Rimba heran.
"Bapak gak bisa matematika ya? Segini kebanyakan" ujar Ale.
Rimba tersenyum tipis," anggap saja saya tengah berbaik hati karna putra saya kembali. Jadi ambil saja itu untuk mu ya? Jangan kamu belikan rokok lagi" ujar nya dengan nada peringatan dibelakang kalimat.
"Wih beneran pak buat saya?" Rimba mengangguk membuat senyuman Ale semakin lebar. Padahal bapak-bapak di depan nya sudah tahu bahwa ia hanya menipu.
"Maaf pak menyela. Saya harus memberikan anak ini hukuman agar jera" ujar pak Supardi sopan.
Ale yang mendengar nya langsung melunturkan senyuman nya, ia menatap sebal guru sok rajin di depan nya. Kembali, ia harus mengambil kesempatan dalam kesempitan.
"Pak ada kucing ngelahirin ayam dibelakang bapak! " Seketika mereka semua kompak menengok ke belakang mendengar ucapan Ale.
Ale tidak membuang-buang kesempatan kali ini .Ia segera mengendap-endap meninggalkan tempat itu tanpa ada yang tahu dan segera bersembunyi dibalik tembok dengan ketiga sahabatnya yang sudah berada disana.
Saat tidak menemukan kucing yang sedang melahirkan ayam. Semuanya kompak beralih menatap Ale namun kosong. Ale kabur. Mereka semua mendengus saat tidak ada sang tersangka. Namun juga tersenyum didalam hatinya saat dijahili oleh orang yang sangat dirindukan. Kecuali sang guru
____
Papay❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEON [END]
Teen Fiction[Pindah ke Aplikasi Dream] Bisa karna terbiasa. Ungkapan yang biasa menjadi patokan beradaptasi itu tersemat dalam benak Ale. Setelah bertahun-tahun lama nya terpisah dari keluarga, hingga akhirnya takdir membawa jalan pertemuan. Mencoba beradaptas...