34

3.1K 155 4
                                    

Apakah aku terlalu bodoh? Aku tak pernah menyangka, di saat aku merasa telah menemukan kebahagiaan dalam kepercayaan yang kau berikan, dalam janji-janji manismu, semuanya ternyata hanya fatamorgana. Cinta yang kupikir nyata, ternyata hanyalah bayangan semu. Semua yang kau tawarkan padaku hanyalah sandiwara belaka. Aku terjebak dalam kepalsuan yang dengan lihainya kau ciptakan, sementara aku, dengan polosnya, menganggap itu adalah cinta sejati."

Adinda dan Rafka sudah berkumpul dengan keluarganya. Mereka sedang menikmati makan malam.

"Oh ya, nak. Kapan kamu kasih kami cucu?" tanya Bayu, membuat Adinda terdiam. 
"Doakan yang terbaik ya," jawab Rafka.

"Bagaimana kalau besok Dinda dan Rafka pergi ke dokter kandungan untuk cek kesuburan?" ujar Lidya. 
"Bener juga kata ibu. Kamu bagaimana, Din?" tanya Rafka.

"Aku terserah kamu saja, Mas," jawab Adinda. 
"Baik. Besok aku sama Dinda akan pergi ke dokter," kata Rafka.

Drutt! Drutt! Drutt!

Adinda melihat layar ponselnya. 
Ridho, sahabatku. 🐻 
"Din, aku ada di Bandung."

"Apa dia di Bandung? Aduh, aku jawab apa?" tanya Adinda dalam hati
"Ridho, aku ada di Jakarta."

Kok kamu ga bilang?:(

Ada hal yang mau aku bicarakan, tentang kematian Alfa.

Maaf, aku tadinya ingin memberi mu kejutan. Kamu istirahat dulu di Bandung. Dan aku akan segera pulang

Tidak perlu, aku akan langsung ke Jakarta.

Adinda menghembuskan napas, lalu kembali menikmati makan malam. Sementara itu, Sinta, sahabat Adinda yang di Bandung, sedang duduk di pinggir ranjang, menatap bunga yang diberikan Hans.

"Dek, dari siapa itu?" tanya Akbar. 
"Dari Hans," jawab Sinta. 
"Hans? Pria jahat itu?" tanya Akbar memastikan. 
"Tidak, Hans sudah berubah," jawab Sinta. 
"Aku tidak setuju kamu dengan Hans. Dia berbeda dari kita, dan aku tidak mau kamu dekat dengan Hans!" ucap Akbar.

"Hans akan menjadi mualaf. Dan aku sudah mencintai Hans!" balas Sinta. 
"Aku tetap tidak setuju!" Akbar menolak dengan keras.

Sinta berdiri dari duduknya. 
"Aa, jangan atur hidupku! Aa hanya kakak tiriku dan tidak berhak melarangku!" marah Sinta, membuat Akbar terdiam.

"Ya, aku tahu. Aku hanya kakak tirimu. Tapi, kamu sudah aku anggap adik kandungku sendiri. Hanya kamu yang aku punya. Aku hanya ingin kamu mendapat yang terbaik," jelas Akbar dan pergi.

"Astagfirullah, apa yang aku katakan? Aku membuat kakakku sakit hati. Bagaimanapun, Akbar yang mengurusku dari bayi," ucap Sinta.

Sinta langsung keluar dari kamarnya dan menemui Akbar. "Apa yang diucapkan Sinta benar. Aku tidak berhak melarangnya. Aku hanya kakak tirinya. Tapi, apa salah jika aku ingin yang terbaik untuk adikku?" tanya Akbar pada dirinya sendiri.

"Aa, hiks hiks. Maafkan Sinta," ucap Sinta di ambang pintu. 
"Kamu tidak salah, Dek. Abang yang salah," balas Akbar sambil memalingkan wajah. Sinta mendekati Akbar dan langsung memeluknya.

Surga yang Di RindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang