S - 03

12 1 0
                                    

[ Disclaimer : Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh dan kejadian cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. ]
.
.
.

Manusia memiliki ciri istimewa seperti kemampuan berpikir yang berkaitan erat dengan perasaan dan kehendaknya. Manusia setiap detik selalu memikirkan segala sesuatu aspek, baik yang dapat di indera maupun tidak dapat di indera.

Pengajuan pertanyaan yang sering ditemukan adalah apakah manusia sudah setara dalam kehidupan bermasyarakat?

Beberapa orang berfikir, semakin berkembangnya zaman maka semakin menipis kesetaraan dalam kedudukan seseorang itu sendiri. Tapi adakah maksud lain di balik itu semua?

Jika kita pahami lebih jauh, manusia sudah setara sejak lahir, namun semakin tumbuh kembangnya manusia maka perbedaan itu semakin terbentuk. Perbedaan yang terlihat berupa bakat dan minat serta kerja keras manusia itu sendiri. Baik dalam akademik maupun non akademik.

Yang jelas, inti dari manusia itu sendiri adalah makhluk yang diberi kemampuan oleh Tuhan untuk menggunakan akal budi.

Namun beberapa orang menyimpulkan bahwa "keseteraan" hanya sebuah konsep palsu dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi "ketidaksetaraan" juga masih tidak dapat diterima oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Karena pada hakikatnya manusia tidak suka dibedakan dalam berbagai aspek.

————— •°• —————

Pagi ini, aula sekolah sudah dipenuhi oleh banyak siswa. Mereka berbaris sesuai dengan kelas yang akan mereka tempati.

Di depan sana, kepala sekolah memberikan sambutan kepada seluruh siswa tahun ajaran baru. Ucapan selamat datang serta nasihat telah ia ucapkan.

Namun tampaknya, hampir beberapa siswa yang hadir tidak memperhatikan dengan baik. Seperti halnya yang dilakukan oleh seorang pemuda satu ini.

Hanya tubuhnya saja yang berdiri dengan tegap, tetapi matanya memincing menatap kearah sekitar. Ada sesuatu yang membuatnya berhenti untuk melirik kesana-kemari. Melihat gadis bus kemarin.

Ternyata mereka menempati kelas yang sama. Entah kenapa ia merasa akan ada hal yang merepotkan kedepannya.

Keningnya mengkerut, saat melihat dahi gadis itu berkeringat sebesar biji jagung, badannya pun tersentak kaget dan menjadi lebih tegap.

Merasa penasaran, ia melihat apa yang membuat gadis itu bertingkah aneh. Rupanya di depan sana telah berganti menjadi ketua osis yang memberikan sambutan.

Ia kembali melirik gadis itu, tubuhnya masih sama saat awal sambutan ketua osis, berdiri tegap dan penuh peluh. 'Kenapa?' pikirnya.

Beberapa saat sambutan telah berakhir, seluruh siswa menghela nafas dengan lega, mereka berbondong-bondong menuju kelas dengan cepat. Di depan kelas, seluruh siswa berebutan melihat jendela, mencari nama untuk tempat duduk yang akan ditempati.

Ia bersandar pada dinding, menunggu hingga kerumunan itu selesai. Dirasa sudah sepi ia melangkah dan melihat namanya. Ternyata di pojok ruangan dekat jendela. Ini keberuntungan untuknya.

Melangkah masuk dan langsung menuju bangkunya. Tatapannya terarah pada seseorang yang duduk di samping tempat duduknya. 'kebetulan' pikirnya.

Mendaratkan bokongnya dan menatap sekitar. Suasana kelas sudah ramai, tampaknya mereka sudah mulai membaur. Melirik ke samping dan menemukan orang itu sedang membaca buku.

SchadenfreudeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang