Ada yang berbeda saat aku membuka Avatar pagi hari ini. Bukan, bukan mengenai diriku yang mulai main party---istilah tim dalam dunia per-game-an, artinya semacam kelompok atau tim---bersama Kyle alias Budi. Bukan juga mengenai aku yang membuat akun baru bernama Arvellyn Ery dengan meng-clone aplikasi Avatar, demi menghindari ajakan main dari Jaq dan kawan-kawan di waktu yang tidak diinginkan.
Pagi ini, yang tersaji di layar handphone ketika baru memasuki Avatar Land tidak hanya padang rumput, tetapi ada sebuah papan reklame besar terpampang jelas di depan mata.
MONTHLY AVATAR COMPETITION! JOIN NOW!
"Eh, Bud, Bud," panggilku.
"Kenapa, Ti? Eh, Lyn?"
"Itu kompetisi apaan, sih?"
"Kurang tahu juga," balas Kyle, atau bisa dibilang, Budi. "Bagaimana kalau kamu cek inbox dulu? Siapa tahu, ada sesuatu tentang kompetisi ini."
"Ah iya." Aku segera melihat inbox. Benar saja, seperti game-game lain yang suka mengirimi pesan kalau ada acara besar-besaran, Avatar juga begitu. Perlahan-lahan kucermati isinya. Belum begitu jelas kompetisi macam apa yang diadakan, hanya diminta membentuk tim beranggotakan empat orang kalau ingin ikut, dan harus membangun kerja sama yang baik.
"Bagaimana, Lyn?" tanya Budi akhirnya. "Tertarik?"
"Sebetulnya masih setengah-setengah, sih," ujarku jujur. "Di satu sisi, ini pasti akan jadi acara yang sangat menyenangkan. Tapi, persiapannya pasti banyak, kan, dan memangnya siapa lagi yang mau kita ajak? Kita kan masih berdua."
"Teman-teman sebangkumu bagaimana?" usul Budi.
"Ah, mereka hampir selalu bertiga. Nggak mungkin cuma diambil dua orang di antara mereka."
"Benar juga," sahut Budi. "Tetapi agaknya kita jangan terlalu memikirkan ini dahulu. Sambil jalan saja, kalau memang dapat tim yang cocok, bisa maju. Kalau tidak, jadi penonton saja."
"Oke ...."
Setelah itu, kami masuk ke dalam forum tempat kami biasa nongkrong. Lama tidak ke sini, terakhir ya saat pertemuan pertama dengan Budi. Dihitung-hitung, mungkin tiga hari yang lalu.
Baru masuk, belum sempat apa-apa, mukaku langsung kecut melihat kehadiran Jhazone yang kini menjadi pusat perhatian. Pandangannya ke arah pintu---yang mana di tempatku berada sekarang---seperti sedang menunggu seseorang. Astaga, bukannya dia bilang mau pindah ke forum yang lebih elit sedikit, kenapa balik lagi ke sini? Dasar labil.
Begitu menangkap kehadiranku, Jhazone langsung. "Wah, wah, wah, akhirnya datang juga. Si sok jagoan dan si pecundang sekarang dekat, ya."
Ingin kucabik-cabik mulutnya yang kekurangan akhlak. Tapi sayang, ini hanya dunia maya. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah membalas, "Jadi ini si sok berkuasa yang katannya mau pindah forum ke yang lebih elit, tapi malah balik lagi ke sini menjilat ludah sendiri." Aku terkekeh sejenak, ala-ala sarkas. "Ewh."
Wah, ternyata aku berbakat menyinisi orang. Padahal, selama ini aku cuma bisa mengamati drama anak-anak di kelas tanpa berani ikut campur.
"Nantangin, ya?!" Jhazone menyentak, kemudian maju beberapa langkah. "Nggak usah sok keren! Kau sendiri nggak lebih dari pecundang, sama seperti Budi kampungan!"
"Nggak usah bawa-bawa Budi, ini urusan kita berdua!" Aku mendadak mendidih mendengar Budi disalahkan, padahal dari tadi dia diam-diam saja tanpa mengusik. "Dasar titisan Dakjal! Dakjal pun insekscyure melihatmu, oi!" pekikku, agak keras. Semoga tidak didengar ibu, ya. Nanti dirampas pula handphone-ku, nggak bisa main lagi.
"Insecure, woy!" seru Jhazone. "Apaan in****cyure, nggak lolos sensor KPI!"
"Bodo amat!" balasku sengit. "Beruntung, ya, orang-orang disekitarmu, dapat kesempatan simulasi turunnya Dakjal!"
Jhazone menggeram, tampaknya dia geregetan sekali. Tapi kemudian, seorang gadis berambut pirang dengan bibir tebal---kalau saja dower terlalu jahat untuk menggambarkannya---mendekati Jhazone dan berbicara padanya. Aku berusaha keras mendengarnya, tetapi si gadis berbicara dengan suara kecil, yang kemungkinan hanya bisa didengar Jhazone dan dua orang bodyguard-nya.
"Ahahahahahaha! Bagus, Dwhavva! Tak sia-sia kuangkat kau jadi pacar!" Jhazone terbahak-bahak. "Jadi Arpelin, saking asyiknya berdebat, aku sampai lupa tujuan utamaku ke sini."
"Apa itu?"
"Kompetisi. Kau pasti sudah lihat papan besar di halaman depan tadi, kan? Awalnya aku hanya ingin pamer, menunjukkan kalau aku punya tiket emas untuk meledekmu yang bahkan tak dilirik. Tapi rasanya, agar adil, akan kubuang tiket emasku, dan kita akan bertarung di sana! Yang menang akan menunjukkan siapa yang lebih pantas." Dia memberi jeda sedikit. "Bagaimana?"
"Siapa takut!" Saking kesalnya dengan Jhazone, aku lupa kalau kami masih kebingungan mencari dua anggota lagi.
-----
Anjay iyuh banget scene mereka maki makinya, jijik sendiri.