Bab 5 Perpisahan dan harapan 2

87 8 2
                                    


Pukul 11 siang, waktu dimana Arum mendapatkan kebahagiaan atas semua kerjakerasnya dalam belajar selama ini malah bercampur dengan ketegangan yang ia rasakan bersama kakanya Zidan.

"Ya Allah selamatkan kedua orang tua kami, semoga tidak terjadi apa-apa kepada mereka ya Allah hamba mohon"

Hiks...hiks...

Dengan tubuh gemetar dan suara isak tangis yang tak kunjung reda, Arum terus mengucapkan istighfar dan berdoa untuk keselamatan kedua orang tuanya.

Kali ini mereka menuju puskesmas terdekat tempat kedua orangtuanya dilarikan untuk mendapat pertolongan pasca kecelakaan.

Bau obat-obatan mulai menyengat dipenciuman Arum dan Zidan. Suara roda tandu terdengar silih berganti, isak tangis pun menyelimuti di setiap lorong-lorongnya. Suasana yang menegangkan dan mencekam bagi setiap orang yang memasuki sebuah puskesmas ataupun rumah sakit, terutama bagi yang memiliki sakan saudara yang juga ikut menjadi salah satu bagian dari para pasien.

"Permisi sus, mau tanya dimana pasien korban kecelakaan pagi ini dirawat ya?" Tanya Zidan kepada salah satu perawat di puskesmas.

"Ouh korban kecelakaan Sepwda motor dan mobil Taxi pagi ini yang dijalan kembang mas? Mereka ada diruang ICU mas, mas sama mbaknya jalan lurus lalu belok kiri". Jelas sang perawat

"Baik sus terimakasih" Ucap zidan ramah

Dengan langkah yang terburu-buru, Zidan dan Arum melangkah menuju ruang ICU, tangis masih tak kunjung berhenti, bagitupun dengan Zidan yang masih menampakan raut wajah khawatirnya.

Selang beberapa menit......

Keluarlah dua orang perawat dari ruang ICU disusul seorang dokter.

"Bagaimana keadan kedua orang tua kami sus?"
Tanya Arum dengan suaranya yang parau

"Apakah kalian keluarga pasien?" Tanya sang dokter yang merawat pasien.

"Benar dok, kami anak-anaknya".

"Pasien yang mana orang tua kalian, supir taxi atau pengendara sepeda motor?"

"Pengendara sepeda motor dok!"

"Ouh untuk ibu Alhamdulillah sudah di pindahkan ke ruang inap tepatnya di ruangan kenanga nomer 2"

"Dan bapak?" Tanya Arum penasaran

"Bapak saat ini sedang kritis mbak, beliau kehilangan banyak darah pasca kecelakaan".

DEEGG...

Seketika keduanya terpaku mendengar ucapan Dokter tadi. Nafas mereka seakan terhenti beberapa saat.

"Masnya dan mbaknya berdoa saja untuk kesembuhan bapak dan ibu yang sabar ya. Baik Mas Mbak saya permisi dulu".

Bruukk...!! Kaki Arum tak sanggup lagi untuk berdiri setelah mendengar kabar tentang ayahnya tadi.

Kebaya dan dandanan yang ia kenakan sudah tidak berbentuk lagi. Arum terus meremas ujung kebaya yang ia kenakan sambil masih terisak dengan tangisnya yang semakin menjadi-jadi.

"Suuttt sudah-sudah De, mending kita langsung masuk aja liat kondiai ayah setelah itu baru kita melihat kondisi bunda, jangan menangis disini. Ucap air matamu De kita harus kuat untuk mereka."

****

Terbukalah pintu kamar ruang ICU.
Pandangan keduanya terpaku kepada seseorang pria baruh baya yang terbaring lemah di atas ranjang. Kepala pria tersebut dibalut dengan perban dan terlihat tangan nya yang juga di tusukan jarum infus.

"Ayah..ayah..ayah sedang apa disini? Seharusnya ayah di sekolah yah bareng sama abang, bunda, dan Arum menyaksikan permisahan Arum yah".
Tanya Arum dengan lembut dan suara khas orang menahan tangis.

"Yah bangun Arum punya kabar baguuuss banget, liat deh yah Arum berhasil mendapatkan peringkat pertama dari seluruh siswa yah, Ayah pasti bangga deh punya anak kaya Arum."

Zidan masih terdiam memerhatikan tingkah Arum yang berbicara didepan ayahnya yang sedang tidak sadar. Mata Zidan ikut berkaca-kaca menahan tangis nya supaya tidak pecah didepan Arum".

"Ayaahh bangun yahh...ayah gak boleh kaya gini"

Hiks...hiks...

"Bang sini dong bang! coba deh bangunin ayah, kenapa ayah gak bangun Arum kan mau kasih liat piala prestasi Arum ke ayah sama bunda"

Arum menangis di sisi ranjang Ayahnya dan memeluk sang ayah yang masih berbaring lemah tanpa bergerak sedikitmun.

Akhirnya Zidan tak kuasa menahan tangis nya, dia ikut sedih melihat keadaan ayah dan adiknya.

"Sudah Rum sudah, lebih baik kita solat dulu yuk udah masuk waktu Dzuhur biar lebih tenang setelah itu kita ke bunda, lihat kondisinya seperti apa" ucap Zidan sambil mengusap sudut matanya menahan tangis.



Assalamu'alaikum
Apakabar semuanya, semoga baik ya
Alhamdulillah akhirnya aku bisa lanjutin kisah Arum

Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan mengklik vote🌟 dan juga komennya ya
Terimakasih

Maaf Typo bertebaran😅

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta di Ujung SajadahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang