Malam tadi menjadi salah satu malam dimana tidur Kang Seulgi sangat nyenyak. Dia merasa bangun dengan keadaan tubuh yang terasa tepat. Memang keadaan fisik tidak dapat dibohongi, kebutuhan akan tempat tidur nyaman sangat berpengaruh terhadap kualitas tidur.
Meski perdebatan dengan Jimin semalam menyisahkan ketakutan, namun Seulgi bersyukur malah dia yang merasa beruntung. Dia takut bila saat dia tidur atau mungkin saat dia bangun dalam keadaan yang tidak semestinya. Misalnya seperti disekap, tidak berada di kamar dia berada saat itu, atau yang lebih menakutkan dia bangun sudah di alam yang berbeda. Seulgi bergedik ngeri membayangkan itu. Namun semua ketakutannya tidak terjadi, dia masih bisa bangun pagi dan merasakan badannya luar biasa segar. Tentu saja karena atmosfer yang bagus di dalam kamar tersebut juga kasur yang Seulgi taksir sampai jutaan won.
Dan untuk Jimin, dia tidur di kamar utama miliknya -tentu saja, memang ada alasan dia juga tertidur di kasur yang sama dengan Seulgi?- Awalnya setelah mengantarkan Seulgi ke apartemen, dia berniat untuk kembali pergi untuk menginap di rumah orang tuanya. Seulgi yang sudah kepalang banyak berhutang budi meyakinkan diri untuk Jimin juga tidur disana. Toh, itu apartemen miliknya, kenapa dia yang sibuk mengurus kenyamanan Seulgi? harusnya Seulgi yang tahu diri tidak banyak mau dan sopan santun.
Akhirnya dengan masih ada gamang dan rasa takut, Seulgi memasuki kamar lain dari yang Jimin biasa tempati. Menguncinya juga menarik kursi di depan pintu. Jimin memang pemilik tempat dan Seulgi hanya menumpang, tapi keselamtan nomor satu. Meski Jimin sudah memberinya nomor telepon penjaga keamanan dan polisi bila terjadi sesuatu, dia tetap harus waspada. Dalamnya laut bisa diukur, hati manusia siapa yang tahu?
Dan Seulgi selamat dari ketakutannya sendiri. Dia harus berterima kasih, bahkan jika bisa mengganti rugi atas semuanya.
"Kau sedang apa?"
Suara itu mengagetkan Seulgi dari kegiatannya membuka tas yang dia bawa semalam. Dalam tas jinjing tersebut berisikan makan sisa dan masih sangat layak makan dari restoran kemarin malam. Dia akan memakannya sebagai sarapan sebelum dua jam lagi shiftnya dimulai.
"Maaf lancang menggunakan dapurmu, aku hanya duduk dan ingin memakan makananku. Aku sama sekali tidak menggunakan apapun, bahkan mebuka lemari pendingin dan laci saja tidak" Jawan Seulgi sedikit takut dituduh yang bukan-bukan.
Jimin yang masih memakai piyama menandaskan segelas air yang baru dia ambil. Tidak terlalu peduli sebenarnya dengan yang Seulgi utarakan.
"Kau baru membelinya?" Tanya Jimin heran. Seingatnya dia belum sempat memberikan kode keamanan pintu apartemen miliknya, jadi otomatis Seulgi tidak dapat keluar masuk seenaknya.
"Tidak, aku membawanya dari kafe tadi malam"
Jimin hanya membulatkan mulutnya sebagai balasan. Dia melirik sekotak lasagna yang terlihat sedikit tidak menarik akibat sudah dingin.
"Boleh aku ikut makan? hehe"
"Umm?"
Seulgi mendelik terkejut. Memang sih Lasagna miliknya ini masih bisa untuk porsi dua orang, tapi dia tidak berekspetasi Jimin meminta bagian. Maksudnya lasagna bukanlah menu yang cocok untuk dibuat sarapan, hanya saja Seulgi sayang untuk membuangnya kemarin jadilah dia jadikan menu sarapan. Lagi pula di meja makan dia melihat beberapa buah segar dan juga satu bungkus roti beserta berbagai macam selai tersedia. Tentu jauh lebih menggiurkan daripada lasagna kemarin miliknya.
"Boleh? Kalau boleh kau panaskan saja di microwave, lebih nikmat saat masih panas atau hangat. Ah! atau bisa juga kau tambahkan keju lagi jika ingin, kejunya ada di lemari dekat kulkas"
Celotehan Jimin masih diproses oleh Seugi.
"Kalau begitu aku mandi dahulu, setelah itu kau akan aku antarkan ke kafe, oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover
FanfictionAnd I'm highly suspicious that everyone who sees you wants you I've loved you three summers now, honey, but I want 'em all Lover Taylor Swift 13 Oktober 2020