|3|

11 2 0
                                    

Matahari baru saja menampakkan wujudnya, memberikan sinar hangat pada bumi dan isinya. Menjalankan tugas dengan baik, membawa orang-orang beraktivitas seperti biasa tanpa ada kendala hujan atau awan mendung dengan petir.

Tidak ada aktivitas yang berbeda dihidup ku. Setiap harinya selalu monoton, membosankan, melelahkan. Hanya itu yang kurasakan selama ini.

Hari minggu adalah hari bersantai bagi semua orang, termasuk aku yang memang hanya disibukan dengan sekolah, berkerja paruh waktu, pulang lalu tidur. Minggu ini aku melakukan kebiasaan setiap bulan untuk mengunjungi panti tempat ku berasal. Selain mengambil uang sekolah, aku juga singgah sebentar untuk bertemu wanita paruh baya penjaga panti yang biasa dipanggil ibu.

Lokasi tempat panti dengan tempat ku tinggal tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu 15 menit menaiki bus umum, itupun kalau tidak macet.

Aku berhenti ketika sampai ditempat tujuan ku. Tidak ada yang berbeda dari dulu. Setapak jalan menuju pintu utama panti yang masih dari tanah, kanan-kiri nya masih tanaman yang menghiasi serupa pagar penjaga.

"Kak Banu!!!"

Aku tersenyum melihat anak perempuan berusia 5 tahun menghampiri ku. Bulan lalu, anak ini yang menjadi tertua disini. Anak-anak seusianya sudah diadopsi oleh orang lain. Dia sama seperti ku. Tidak ada yang mau mengangkat sebagai anak. Mungkin memang terlahir seorang diri.

"Anak-anak disini udah pada ketemu mama dan papa barunya kak. Tapi Gisa belum." Gisa menundukkan kepalanya. Kasihan, ia sama seperti ku dulu.

Aku mensejajarkan tubuh ku dan menyampirkan kedua tanganku di bahu kecil nya. "Jangan sedih, kamu gak sendirian. Aku pun pernah kaya gitu, dan lihat! Aku baik-baik aja tanpa punya orang tua."

Tidak pernah baik-baik saja semenjak aku lahir. Bahkan semakin aku dewasa segala rasa pahit dan sakit menghantam ku tanpa henti.

Aku mengajak Gisa masuk kedalam. Ku temui ibu panti yang asik merajut baju. Ia memeluk ku. Aku bisa merasakan ibu panti menangis, punggung nya bergetar. Apa beliau kasihan melihat ku? Atau ada sesuatu yang menyedihkan untuk ku bawa pulang.

"Gisa, pergi main dulu ya, ajak adik-adik mu juga." ucap ibu panti pada Gisa.

Setelah Gisa pergi dengan langkah riangnya. Ibu panti memperhatikan ku tanpa beralih.

"Ada apa bu?"

"Gak apa-apa."
"Oiya, gimana kabar kamu Banu?"

Aku menghela napas berat, "seperti biasanya, tidak pernah baik."

Ibu panti adalah satu-satunya tempat untuk ku bercerita. Walau tidak banyak, namun cukup detail mencakup bagaimana rasanya menjadi aku.

"Jika masih ada, apa kamu mau bertemu dengan orang tua kamu?"

"Nggak."

"Kenapa? Bukannya itu salah satu impian mu dari kecil?"

Ku ingat-ingat lagi masa dimana aku sangat ingin memiliki orang tua. Saat itu usia ku masih 4tahun, setiap harinya selalu menangis meminta Tuhan untuk diberi orang tua yang mau menyayangi ku. Tapi sampai detik ini doa ku tidak dikabulkan, atau---belum.

"Aku udah terbiasa menjalani hidup seperti ini. Kalaupun mereka masih ada dan mencari ku, aku gak mau menemui nya."

"Jangan begitu Banu. Kalo masih ada dan dikasih kesempatan ya digunakan dengan baik, jangan sampai kamu menyesal."

"Sebenarnya siapa yang harus menyesal? Mereka yang menelantarkan ku, seolah orang bodoh yang tak memiliki anak atau aku yang berusaha kuat hidup sendiri tanpa adanya orang tua? Aku udah gak butuh lagi figur seorang ayah yang menjadi contoh sebagai pemimpin, atau malaikat tak bersayap yang biasa anak-anak panggil ibu. Aku, tumbuh dan dewasa tanpa mereka pun tak apa. Itu lebih baik, dari pada harus bertemu dengan orang yang sedarah tapi merasa asing dan canggung."

Aku bangkit, lalu pamit pada ibu panti. Beliau tidak mengucapkan apa-apa setelah aku berkata yang memang fakta terbesar dari hidup ku.

Kembali berjalan dan bergabung dengan ramainya kota di hari libur. Tanpa memakan waktu setengah jam, aku berada di panti. Biasanya aku menghabiskan setengah hari ku di sana, entah untuk bermain dengan anak-anak atau membicarakan hari-hari yang ku lalui dengan ibu panti. Tapi hari ini mungkin akan menjadi hari tercepat ku mengunjungi tempat ini. Maafkan aku ibu panti, aku harus pergi dengan cara yang kurang sopan. Sebab aku tak suka membahas kedua orang tua.

*****

Rutinitas ku setiap bulan, membeli sekotak donat untuk menghibur ku sementara.

Aku memberikan uang pas yang ku kumpulkan setiap hari untuk membeli donat seperti biasa. Rasanya masih sama, manis nya masih sama, dan harganya pun masih sama. Hanya bulan ini perasaan ku berbeda, rasanya---semakin sakit setelah ibu panti berbicara seperti itu. Sedikit menohok hati ku yang memang sudah banyak goresan.

Tadinya aku akan memakan donat ini di taman yang tak jauh dari sini seperti bulan-bulan yang lalu. Tapi niat itu tak terlaksana, hujan keburu mengguyur bumi tanpa aba-aba. Membuat sebagian orang harus berteduh atau memilih menerobos jalan, membelah air hujan yang tak terhitung banyaknya. Aku? Lebih memilih berteduh di toko yang sudah mulai usang tak terpakai. Aku tak mau mengambil resiko tentang donat yang tak layak dimakan akibat terkena air, tubuh yang harus basah dan mungkin akan membuat ku sakit.

Tidak, aku tidak boleh sakit.
Kalau ku sakit, itu artinya aku tidak akan bisa makan. Beginilah resiko hidup seorang diri.

"Huh! Ku kira hari ini tidak hujan. Padahal pagi tadi terlihat cerah." batin ku.

"Gue suka topping yang coklat itu."

Aku menoleh kearah samping, tempat seseorang mengeluarkan suara.

"Mau?" sebenarnya sayang-tidak sayang menawarkan donat ini kepada orang lain. Karena aku membutuhkan waktu sebulan untuk membelinya. Tapi tidak apa-apa deh, hitung-hitung membalas kebaikan gadis ini. Kalian tidak lupa kan, gadis cantik yang pernah menolong ku dari kejahilan Dani dan teman-temannya?

Ia mengambil satu donat bertopping coklat dan memakannya dengan lahap. Mungkin lapar atau--hanya menghargai ku?

"Lo gak makan?" ia menjeda ucapannya, tatapannya beralih pada ku. Jujur aku merasa kikuk.

"Oh iya." buru-buru aku mengambil satu donat bertopping keju, ku masukkan kedalam mulut dan menelannya dengan susah payah. Ku rasa aku dihidrasi mendadak.

Nira tertawa melihat ekspresi ku.

"Kenapa?"

"Lo lucu Banu! Hahahah."

Ini kali pertama orang lain menganggap ku lucu. Setau ku aku tidak pernah membuat lelucon atau membangun obrolan yang lucu.

"Terlalu berlebihan."

"Nggak kok. Gue tau lo bisa jadi orang yang asik, dan bisa bertukar candaan. Cuma lo harus di ubah sedikit. Itu pun kalo lo mau."


🍩🍩🍩🍩

Kira-kira Banu mau ga ya diubah ama Nira???
Dan maksud nya diubah kaya gimana yaa???

Monmaap bab kali ini lebih pendek, insyaAllah bab selanjutnya makin panjang dan makin banyak teka-teki. Silahkan mempersiapkan diri untuk memutar otaq :')

Oiya, ingetin lgi yg mana Nira dan mana Nara. Kalian harus inget dan cari perbedaan antara 2 cewek ini, biar nanti ga bingung buat baca bab selanjutnya.

see you in the next chapter 💖

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My World Is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang