° 9

3K 470 172
                                    

"Astaga ... penyakitnya kambuh lagi."

Seorang wanita memasuki tirai dimana [Name] berada. Atsumu berdiri dari kursi, mengulas senyuman lebar dan membungkuk pada wania tersebut.

"Selamat sore, bi. Saya Miya Atsumu ...." Atsumu menggantungkan kalimatnya sejenak lalu kembali tersenyum. "Teman sekelas [Last Name]-chan."

"Oh, terima kasih banyak karena sudah mengantarkan [Name] ke sini ya, Miya-kun." Ia mengambil kursi dan duduk di samping [Name] yang tak sadarkan diri.

"Sama-sama, bi."

Sang wanita melihat Atsumu dari atas sampai ke bawah, membuatnya menatap lelaki itu penuh selidik. Si pirang terdiam, salah tingkah karena diperhatikan sebegitu detailnya. "Kau anak voli?"

"I-Iya, bi ..."

"Kau tahu lelaki yang disukai anakku?"

"Eh?"

Nyonya [Last Name] itu menghela napas kasar dan menggeleng pelan. "Dalam beberapa hari ini ia melewatkan sarapan dan makan malamnya. Ketika aku membawakan bekal selalu tidak habis, katanya dia ingin mengurangi berat badan karena dibilang berat oleh lelaki yang disukainya."

Atsumu mengangguk pelan, paham dengan apa yang diucapkan oleh sang wanita juga orang yang dimaksudnya. "Saya kurang tahu, bi. Mungkin saya tidak kenal dengan orang itu."

"Tapi kau kapten 'kan? Aku tahunya lelaki itu anak voli. Harusnya kau tahu anggota timmu."

Mampus, Atsumu membatin. Kalau dia memberitahu siapa, bisa-bisa ia dicap sebagai perusak hubungan orang dong. Lagipula yang membuat [Name] seperti ini 'kan Suna. Kalau [Name] nanti tidak bisa sama-sama dengan Suna, dia bakalan sedih. Atsumu lebih memilih [Name] bahagia daripada harus bersamanya tapi tidak merasakan kebahagiaan.

Wanita itu menghela napas kasar. "Aku tahu dia menyukai lelaki itu dari kelas dua, tapi aku tak pernah tahu orangnya," jawabnya. "Aku tidak akan memarahinya atau apapun. Lagipula yang salah ini anakku karena terlalu mengejar orang yang tidak akan melihatnya."

"[Last Name]-chan tidak salah, bi!" Atsumu membela, membuat Nyonya [Last Name] mengerjap, begitupula dengan si pirang Miya. Sadar akan ucapannya yang diluar kontrol membuatnya menggeleng cepat.

"[Last Name]-chan telah berjuang mengejar Suna, tapi lelaki itu tidak tahu diri dan membiarkan [Last Name]-chan begitu terpuruk," jelasnya. "Suna juga salah karena membiarkan [Last Name]-chan seperti itu."

"Oh, jadi namanya Suna?"

Mampus untuk yang kedua kalinya.

"A-Anu ... itu ...."

Wanita itu terkekeh, menatap [Name] yang belum sadarkan diri dan mengelus pipinya. Terlukis senyuman tipis di wajah ibu [Name], membuat Atsumu terdiam. "Dia menjadi seperti ini karena ayahnya meninggal saat kelas 1 SMA," ucapnya dengan tatapan sendu. "Aku juga jadi sibuk karena menjadi tulang punggung keluarga maka dari itu aku jarang pulang ke rumah tepat waktu. Setiap kali aku pulang, dia sudah tertidur di kamar atau bahkan di ruang tamu."

Atsumu mendengarkan dengan seksama, mendekatkan diri ke sisi kasur [Name] dan menatap wajah gadis itu yang mulai memerah. Ia ingat ketika mengantar [Name] ke rumah sakit, wajahnya sudah begitu pucag seperti mayat. Benar-benar membuatnya khawatir.

"Untungnya dia sering bercerita padaku, tapi aku tak pernah tahu siapa nama lelaki yang ia sukai dan teman barunya di tahun ketiga sampai aku bertemu denganmu, Miya-kun," lanjut sang wanita dan tersenyum tipis. "Terima kasih karena mau menjadi teman [Name]."

ᴛᴡɪᴛᴛᴇʀᴘᴀᴛᴇᴅ [✓] || ꜱᴜɴᴀ ʀɪɴᴛᴀʀᴏᴜ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang