Jealousy."Tae, kau marah?
"Tidak, kenapa aku harus marah?" Taehyung melirikku untuk beberapa detik sebelum kembali memokuskan atensinya pada ponsel yang sedang di pegangnya. Aku mendesah keras. Sudah sangat terlihat jika pria yang ada di hadapanku ini marah. Atau mungkin lebih tepatnya, dia cemburu. Tapi yang membuatku merasa terheran karena pria yang membuatnya cemburu adalah sahabatnya sendiri yaitu Jimin.
"Bohong, kau marah. Tidak, kau cemburu." Setelah mengatakan itu, Taehyung kembali menengokkan kepalanya padaku. Ada senyum remeh di bibirnya.
"Cemburu? Kau ini lucu sekali. Kau pikir aku cemburu karena melihatmu pergi bersama Jimin tanpaku untuk belanja bulanan? Begitu?" jawabnya sangat berbanding terbalik dengan ucapannya yang menjelaskan bahwa dirinya tidak terganggu sama sekali. Namun pada kenyataanya saja dia mengucapkan semua itu dengan penekanan yang tegas. Di tambah lagi kedua matanya terbuka lebar menandakan dia sedang meluapkan emosinya.
"Terus kenapa kau diam saja?"
"Karena aku ingin diam." Dan lagi pria yang sudah menyandang sebagai kekasihku ini kembali mengabaikanku dengan menyibukkan dirinya di depan layar ponsel.
Aku mengangguk. "Baiklah kalau begitu, aku akan meninggalkanmu sendirian jika yang kau inginkan hanya diam." Aku berdiri, berniat untuk meninggalkannya. Memberi dia ruang untuk meluruhkan emosinya.
"Ingin diam bukan berarti aku juga ingin ditinggalkan sendiri. Apa kau mau menemani Jimin sedangkan aku disini sendirian, begitu?"
Nah benar kan. Taehyung cemburu.
Aku kembali duduk. Lalu dengan satu gerakan cepat mengambil ponselnya dan menyimpannya ke saku celanaku hingga membuatnya mendecakkan lidah bertanda protes.
"Kembalikan ponselku." Titahnya yang sama sekali tidak kudengar. Dia juga tidak melakukan apapun untuk kembali merebut poselnya. Yang dilakukannya hanya diam dan menatapku dengan tatapan elang andalannya. Aku memegang kedua pipinya. Membuat kedua mata jelaga Taehyung membulat lucu. Aku tertawa ringan melihat wajahnya yang menggemaskan.
"Hei beruang musim dinginku." Aku memulai dengan bisikan. Air muka Taehyung berubah. Otot di wajahnya merileks ketika dia tak lagi menunjukkan keterkejutannya yang membuat wajahnya menggemaskan. Kini kedua mata itu menatapku dengan tatapan teduh dan juga tajam di satu waktu. "Apa kau percaya padaku?"
"Hmm."
"Terus kenapa kau cemburu pada Jimin?"
"Sudah kubilang aku tidak cemburu." Aku menjungkatkan satu alisku, tidak memercayai perkataannya. Lalu Taehyung mengembuskan napasnya dengan keras. Menyerah. "Baiklah, sedikit." Jawabnya tanpa menatapku.
"Katanya kau percaya padaku." Kataku dengan penuturan lembut setelah melihat wajahnya yang kembali menggemaskan oleh rona merah di pipinya.
"Aku memang percaya padamu. Jimin yang tidak ku percaya. Walaupun pendek, tapi aku akui dia itu seksi. Dan juga licik seperti ular."
Aku tertawa ringan mendengar penuturannya. "Dasar beruang musim dingin aneh." Aku melepas kedua tanganku yang memegang pipinya dan berganti untuk mencubit hidung bangirnya dengan gemas. "Kau juga seksi, kenapa kau mengawatirkan hal itu?"
Taehyung menepis tanganku. Rona di pipinya belum hilang hingga membuatku semakin gemas karenanya. "Kau ini berkata aku seksi tapi perbuatanmu mengatakan jika aku ini menggemaskan." gerutunya membuat tawa ringanku kembali terdengar.
Aku mengalungkan kedua lenganku ke lehernya, membuat Taehyung akhirnya menatapku. Bibirnya mencebik lucu. Aku tersenyum sebelum mengecup bibir menggemaskan itu hingga membuatnya sedikit terkejut. "Kau itu memang keduanya, itulah yang membuatmu istimewa di mataku. Tidak perlu khawatir soal Jimin. Jika kau ingin tahu, dia sedang dekat dengan seorang gadis yang disukainya."
Kedua matanya mengerjap. "Benarkah?"
"Eoh. Selama perjalanan, yang dia lakukan adalah menceritakan soal betapa menggemaskannya gadis ini dimata Jimin. Dan perlu kau tahu, gadis itu bukan aku. Jangan cemburu lagi. Atau akan kucium sampai tidak bisa bernapas." ancamku membuat tawanya terdengar. Aku tersenyum puas karena rasa cemburunya akhirnya luruh.
"Jika ancamanmu seperti itu aku jadi ingin terus cemburu." katanya sembari mencubit pipiku gemas. Senyum kotak itu kembali terlihat hingga membuat hatiku menghangat karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayangin Aja Dulu
RandomHanya berisi tentang kehaluan sang penulis dari ketujuh pria dengan perangai paripurna yang sulit untuk di abaikan.