Januari 2009
Jedug, jedug, jedug.
Jantung kecil itu berdebar kencang. Paru-parunya kembang kempis tak karuan. Derap langkah kaki tak jauh dari tempatnya berdiri, terdengar semakin lantang. Mungkin saja sebentar lagi berhadapan.
Napasnya pun kini mulai berkejaran. Debar jantungnya semakin menukik tajam. Ingin Ia memejamkan mata namun tak kuasa. Karena apa yang ia takutkan kini berada tepat di hadapannya.
Tatapan mata sinis itu tak membiarkannya tenang. Bak domba kecil yang kehilangan induknya. Terperangkap bersama dengan serigala. Yang siap menguliti bulu-bulu di tubuh mungilnya.
Tangan kekar itu menarik rambut hitam panjang gadis kecil yang malang. Menyeretnya menuju ke ruangan lain menjauhi semua orang. Tak ada ampun sedikitpun. Sekalipun ia mengerang kesakitan.
Dinding-dinding tebal rumah itu mampu menyembunyikan. Taman & air mancur di setiap sudut rumah mampu meredam. Pilar-pilar yang kokoh bak istana itu sanggup menyerap kebisingan.
"Dasar anak nakal!"
Plakk!
Sebuah tamparan yang cukup keras menggores pipi kiri sang gadis kecil bermata biru.
"Aaaaauuuww.. Sa.. kiiit!" Dengan suara bergetar lirih, ia memegangi pipinya yang juga membiru.
Namun rintihan itu tak membuat laki-laki tinggi besar di hadapannya bergeming dari kemarahan. Sama sekali tak runtuh oleh rintihan & tangisan.
"Pergi ke mana kamu kemarin hah? Berhari-hari bolos ngga masuk sekolah?" Suara itu masih meninggi. Otot di pelipisnya masi menegang. Mata itu pun masih sangat tajam.
"Ke.. maa.. riinn," gadis kecil itu kehabisan kata-kata. Pandangan itu terlalu menakutkan. Bentakan itu membuat buyar seluruh kumpulan jawaban yang ia punya. Dijawab atau tidak, pada akhirnya kemarahan akan tetap sama.
"Jawaaabbb..!!"
Pupil mata gadis itu mengecil. Nyalinya pun mengerdil. Bentakan keras itu menghancurkan neuron di otak nya. Jemarinya menggigil & tampak bergetar.
Tangan laki-laki itu kembali mengepal. Siap melayangkan pukulan.
Namun sesaat kemudian tiba-tiba terjadi keanehan. Tangan kekar yang mengepal itu seketika tak mampu digerakkan. Seolah ada kekuatan lain yang mencoba menghalaunya.
Semakin dipaksakan, semakin laki-laki itu tak kuasa melawan. Ia merasa ada yang janggal. Seperti ada yang melindungi si gadis kecil itu.
Sekali lagi ia mengepalkan tangan melawan sekuat tenaga. Namun dalam sekejap tubuhnya terjungkal. Seolah kekuatan besar yang tadi menahannya tiba-tiba menghilang. Hingga ia kehilangan keseimbangan.
Gadis kecil itu sedari tadi memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar. Membayangkan akan menerima pukulan yang sama.
Namun tangan besar itu tak lagi menyentuhnya. Karena kini laki-laki kekar itu justru terjatuh di hadapannya.
"Lain kali kalo kamu bolos sekolah lagi, hukuman kamu akan lebih berat. Paham?" Kemarahannya sedikit teredam. Bukan karena rintihan sang gadis, namun karena laki-laki itu mulai memikirkan hal-hal di luar nalar.
Buru-buru gadis kecil itu mengangguk mengiyakan. Khawatir amarahnya kembali jika ia menolak perdamaian.
" Iyaa.. Aa.. yaah," jawab suara itu bergetar.
Iya. Laki-laki bertubuh besar itu adalah ayahnya. Ayah yang sangat dingin kepada putrinya.
Sesaat setelah emosinya mereda, sang ayah membalikkan badan, hendak meninggalkan gadis kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILYLOVA: dimensi lain
Mystery / ThrillerGadis bermata biru itu bernama Yasmin. Gadis kecil itu sering mendapatkan perlakuan buruk dari ayahnya. Luka fisik & luka batinnya mengantarkannya pada keingintahuan tentang di mana keberadaan Ibunya. Ia selalu bertanya-tanya mengapa ayah tak perna...