LILI PUTIH (Cinta Suci)

143 6 5
                                    

15 Juni 2015
"Itu matanya dipakein apa nduk?" Tiba-tiba bibi mengagetkan.
Di depan teras rumahnya, berkali-kali Yasmin memperbaiki jilbab & seragam abu putihnya yang baru sambil berkaca. Ia juga mengenakan softlens berwarna coklat sehingga menutupi mata birunya.
"Hehehe, ini softlens bi."
"Buat apa itu nduk?"
"Buat nutupin mata biruku bi."
"La kenapa ditutup to nduk?"
"Aku ngga mau terlihat mencolok bi. Aku pengen kaya temen-temen yang lain aja. Aku ngga suka kelihatan berbeda," Yasmin selesai memasang softlens. Kini dengan mata coklat pun ia tetap terlihat sangat cantik.
"Oalah, ada juga temen-temen kamu pada pengen jadi kaya kamu neng. Cantik, tinggi, putih, bule lagi. Lagian kalopun pake begituan juga tetep kelihatan bulenya," celetuk mang Ipung yang menguping percakapan Yasmin & bi Iyah sambil memarkir mobil di depan teras. Menandakan dirinya siap mengantarkan Yasmin berangkat ke sekolah.
Yasmin tersenyum. Ia terlihat sangat gugup. Hari ini hari pertama ia berganti status menjadi anak SMA.
"Udah cantik nduk. Mau diapain aja kamu tu tetep cantik. Bidadarinya bibi gitu lo.. hehe," Puji bibi. Yasmin tersenyum.
"Iya dong bi. Neng kita satu ini emang paling cantik. Ngga ada yang bisa ngalahin pokoknya," Sahut mang Ipung.
"Uda ah mamang & bibi ini bisa aja. Aku gugup nih takut ngga betah di sekolah, temen-temennya usil, takut ngga punya temen," Yasmin kembali manyun.
"Hust.. Orang secantik ini ko ndak punya temen. Ya pasti banyak yang mau temenan sama kamu nduk. Bibi yakin kamu bakalan jadi idola di sekolahmu. Pasti nanti banyak yang naksir sama kamu cah ayu. Kalo ngga mau temenan sama kamu itu pasti orang iri aja. Iri sama kecantikan kamu," Puji bibi lagi.
"Kalo mamang sekolah di sana & ketemu neng Yasmin ya pasti mamang deketin & pepet terus kaya lem sama lalet hehehehe," gelak tawa mang Ipung terdengar sangat lepas.
"Heh udah tua bangkotan gitu masi mau ngerayu nduk Yasmin. Mbok eleng umur ngunu lo mang," Mang Ipung garuk-garuk kepala sambil meringis.
"Iya iya bi, habisnya neng Yasmin geulis pisan, (cantik banget)" Tambahnya.
"Iyo mesti to. Nek iku sudah pasti. Wes tolong dianterke sampe pintu gerbang. Kalo perlu kamu kawal masuk sampe ke dalam," seru bibi.
"Ngga usah ih bi. Malu tau udah SMA ko dianter sampe dalem kaya anak TK aja," Mang Ipung & Bi Iyah tertawa bersamaan.
Yasmin segera beranjak pergi & mencium tangan serta pipi bibi kemudian memasuki mobil. Ia melambaikan tangan lalu melaju ke sekolah.
Bi Iyah & Mang Ipung sudah seperti orang tua kedua bagi Yasmin. Atau bisa jadi malah orang tua yang sebenarnya. Mereka juga menganggap Yasmin seperti anak kandungnya sendiri.
Mang Ipung kawin cerai dengan istrinya. Kedua anaknya telah berumah tangga & tinggal jauh di luar pulau. Setahun sekali ia pulang atau terkadang justru anak-anaknya yang datang mengunjunginya. Pernah diajak pulang & tinggal bersama anak sulung namun ia menolaknya. Ia memilih tetap bekerja di keluarga ini.
Bi Iyah tak pernah menikah. Sejak belasan tahun lalu ia memutuskan mengabdi untuk keluarga ini. Juga hampir jarang sekali izin pulang untuk mudik, karena kakak-kakak atau sodaranya sudah banyak yang meninggal. Maka ia menganggap Yasmin & keluarga ini lah keluarga baginya. Begutupun dengan mang Ipung.
Sesampainya di sekolah.
Sejenak setelah kakinya melangkah memasuki pintu gerbang SMA Pelita Bangsa, seketika Yasmin menjadi sorotan. Mata para siswa laki-laki terlebih kakak-kakak senior tampak terpesona melihatnya.
"Eh mayan nih," Kata seorang siswa pada teman-teman genk nya.
"Suit suit.. Cewek," Segerombolan kakak-kakak senior mencoba menggodanya.
"Eh diem aja lagi. Sombong amat," Seru yang lain sambil mengikuti logat salah satu pelawak senior di televisi yang sering dijadikan meme di sosial media.
"Kenalan dong. Namanya siapa?" Tetiba segerombolan anak laki-laki itu mengerumuninya.
Yasmin ingin menerobos barisan itu. Tapi mereka berdiri melingkar & tak memberinya jalan.
''Mau ke mana si buru-buru amat!'' Seru salah satu siswa yang terlihat paling berkuasa. Anak itu memandangi Yasmin dari ujung rambut sampe ujung kaki dengan senyum yang membuat Yasmin risih dibuatnya.
"Misi kak, ini pacar saya. Tolong kasi jalan ya," Tiba-tiba seseorang menerobos gerombolan itu, menggenggam tangan Yasmin & mencoba menariknya agar bisa keluar dari sana.
"Wooyy, Siapa lu? Anak baru ya? Belagak lu. Berani lu ama kita?" merasa terganggu, seorang yang terlihat paling jagoan menarik kerah baju siswa laki-laki yang menolong Yasmin. Yasmin memejamkan mata. Takut terjadi hal yang tak diinginkan.
"Engga kak, saya cuma mau minta jalan karena saya sama pacar saya mau masuk ke kelas," Akunya. Entahlah, Yasmin diam saja mengikuti skenario anak laki-laki itu. Ia ketakutan hingga tak berani membuka matanya.
"Udah Ren hajar aja. Anak baru aja belagu," Kata salah seorang di antaranya.
''Loh yang belagu siapa. Saya bilang ini pacar saya & saya mau minta jalan karena kami mau masuk ke kelas,'' siswa laki-laki itu membela diri.
''Alah bacot, gue ngga percaya dia pacar elo.'' Para berandal itu kini mengerumuni siswa laki-laki itu. Tak terbayangkan apa yang akan terjadi beberapa detik kemudian. Mengingat pandangan mereka begitu tajam & menantang.
"Hooyy Kenapa itu?" Dari kejauhan bapak guru terlihat berjalan mendekati kerumunan. Sontak hal itu berhasil membuat genk preman itu bubar.
"Pak Ruslan datang. Kabur buruan," Seru yang lain.
"Awas lu ya lain kali. Gue tandain lu," Seseorang yang dipanggil Rendy mengancam anak laki-laki yang membantu Yasmin. Namun dalam sekejap mereka menghilang.
"Lu ngga apa-apa?"
"Gue ngga apa-apa kok," Yasmin menatap wajah anak laki-laki yang menolongnya. Ia terkejut. Hah? Bagaimana bisa? Masa dia?
"Alhamdulilah kalo gitu. Ya udah gue duluan ya," Laki-laki itu berjalan ke arah lain.
"Eee Makas," Belum selesai Yasmin melanjutkan, anak itu sudah menghilang.
''Kenapa tadi ribut-ribut?'' Pak Ruslan mendekati Yasmin memastikan.
''Oh ngga apa-apa pak, tadi saya lagi nyari ruang kelas XA, terus nanya ke mereka.''
''Ohh, anak baru ya? Ya udah mari saya antarkan ke kelas kamu.''
''Oh ngga usah makasi pak, saya cari sendiri aja,''
''Komplek paling belakang ya.'' Pak Ruslan sedikit memberikan bocoran.
''Baik makasi Pak,'' Yasmin berjalan tergesa mencari kelas XA.
Setelah dua kali bertanya, akhirnya ia berhasil menemukan kelasnya. Kelas paling ujung di komplek paling belakang di SMA Pelita Bangsa. Yang konon menjadi SMA swasta terfavorit di Bogor.
Yasmin si tak terlalu peduli. Mau favorit atau tidak. Yang jelas ada alasan kenapa ia sekolah di sini.
Salah satunya adalah karena Ayahnya yang seorang akademis & selalu selektif memilih sekolah untuknya. Sekolah terbaik & termahal tak pernah jadi soal baginya. Ia selalu menomorsatukan kualitas.
Biarpun terkesan dingin, tapi beberapa tahun belakangan ketika jauh sebetulnya Ia sering memberi perhatian kepada Yasmin. Peduli dengan nilai di sekolahnya maupun pergaulan Yasmin & seterusnya.
Dulu sewaktu kelas IX SMP, Bu Shinta guru Matematika favoritnya pernah menegur Yasmin, "Yasmin kenapa ko nilai matematikamu turun? Padahal Ayahmu udah seneng lo karena sejauh ini nilai matematikamu selalu bagus. Sepertinya Ayahmu sangat mengharapkanmu Yas, diperbaiki lagi ya nilainya."
Jadi menurut informasi dari Bu Shinta, Ayah Yasmin rajin mencari info ke guru-guru di sekolah tentang perkembangan Yasmin di sana.
Pun ketika Yasmin ulang tahun di usianya yang ke 11 beberapa tahun lalu. Ia ingin sekali memiliki boneka beruang yang sangat besar.
Dan tiba-tiba boneka itu ada di kamarnya di hari ulang tahunnya. Yasmin hanya menceritakan ke bibi tentang keinginannya jadi tadinya Yasmin sempat berpikir mungkin saja bibi yang membelikan.
Namun sewaktu Yasmin menanyakan, bibi seolah tak tau apapun tentang boneka itu.
"Boneka opo to nduk, bukan Bibi yang ngasi nduk. Bibi mana tau boneka kaya gitu belinya di mana. Kalo bibi ngasi hadiahnya ya masakan kesukaanmu toh," Begitu pengakuan Bibi sambil tertawa.
"Apa semalem Ayah pulang bi?"
"Iya nduk, pulang cuma sebentar terus pamit lagi ke Bibi katanya mau ke Solo," Jadi Ayahnya pulang malam hari sebelumnya. Lalu pergi lagi sebelum pagi.
"Apa Ayah pernah nanya aku pengen hadiah apa gitu bi?"
"Iya pernah nduk, ya bibi sampaikan minggu kemarin itu. Woo iya kalo gitu mungkin Ayahmu yang belikan nduk."
Semenjak usianya mulai menginjak 10 tahun, perlakuan Ayahnya berubah menjadi sedikit lebih baik. Tak pernah lagi main tangan pada Yasmin. Tapi tetap saja Ia masi terkesan dingin ketika di hadapan Yasmin.
Ketika emosinya sedang kurang baik, Yasmin masi menjadi tempat pelampiasan. Namun kadar emosinya sudah sangat berkurang.
Bahkan ketika Yasmin sakit, Ia berubah menjadi sangat peduli. Ketika tau Yasmin sakit, ayahnya langsung pulang. Tak lupa membelikan obat kemudian dititipkan ke bi Iyah. Bahkan titip pesan ke bibi agar Yasmin makan serta minum obat. Namun tak pernah sekalipun memintanya secara langsung di depan Yasmin.
Hubungan ayah & anak yang sangat aneh, batin Yasmin. Komunikasi dengan ayahnya seolah terhalang tembok yang sangat tinggi. Ego ayahnya terlalu besar. Ia tak mengerti mengapa ayahnya bisa begitu dingin padanya.
Ia memiliki beberapa teman yang hubungan dengan orang tuanya sangat baik & tidak pelik seperti hubungannya dengan ayahnya.
Kadang Ia berpikir malang sekali memiliki Ayah yang super sibuk, jarang di rumah & sering marah. Sementara Ibu Ia tak punya.
Brukkk..
"Awww.."
Seseorang tetiba saja tersandung kaki bangku Yasmin & buku-buku di tangannya terjatuh.
Yasmin mencoba membantu laki-laki itu mengambil buku-buku di lantai lalu merapikannya. Ada kuitansi pembayaran sekolah yang di stempel keterangan beasiswa. Dipastikan ini anak cerdas & sudah pasti juara kelas. Wah, buku bacaannya juga politik & sastra. Keren, batin Yasmin.
"Eh maaf ya, ngagetin ya hehe. Dan makasi juga udah dibantuin," Ia tersenyum.
Sesaat Yasmin tak mampu berkata-kata.
"Loh cewek yang tadi kan ya,'' ucapnya kembali.
"I.. iya," jawab Yasmin gugup.
"Eh kamu mau nyari bangku kan? Sebelah sini masi kosong kok," Yasmin menunjuk pada bangku paling depan di sebelahnya.
"Oh, alhamdulillah dapet paling depan," Ia terlihat senang mendapatkan bangku paling depan. Anak laki-laki itu segera duduk & merapikan alat tulisnya.
'Sudah kuduga dia nyari bangku paling depan.' batin Yasmin lirih.
'Apa benar dia laki-laki yang dulu itu? Apakah dia masi sosok yang sama?' Yasmin mencoba berpikir keras.
"Oh iya'' Keduanya menoleh dan mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan.
''Elu dulu deh.'' Yasmin mempersilakan.
''Ngga ah lu aja. Lady's first.''
''Emm, Yang tadi makasi ya udah nolongin gue."
"Oh iya sama-sama. Gue ngga suka ada laki-laki yang ngga sopan sama cewek kaya gitu. Maaf tadi udah ngaku-ngaku pacar lu juga hehe,'' anak itu merasa konyol sendiri. Tak kenal tapi mengaku pacar.
''By the way tadi yang nolongin sebetulnya Pak Ruslan kayanya. Soalnya anak-anak kurang ajar itu langsung pada kabur begitu tau ada beliau.''
''Tapi kalo elu ngga nolongin duluan ngga tau deh gue gimana. Ya intinya makasi udah belain & bantuin gue ya. Oya, Jadi tadi lu mau ngomong apa?'' Yasmin balik bertanya.
''Emm.. Ko gue ngerasa kayanya kita pernah ketemu ya," Anak laki-laki itu mengernyitkan keningnya mencoba mengingat sesuatu.
"Ah masa, salah orang kali," Tegas Yasmin.
"Hmm, iya si. Mirip aja kali ya. Agak lupa juga si udah lama soalnya.. Oya, kenalin. Gue Rayyan," Rayyan mengulurkan tangannya.
Plak..
"Kenalin gue Shenna. Ini Yasmin," Tetiba Shenna menjabat tangan Rayyan & memperkenalkan diri.
Rayyan terkejut. Batinnya bocah darimana nongol tiba-tiba tanpa permisi & basa-basi. Rayyan mengelus tangannya yang sedikit kepanasan.
"Hei Yas," Shenna menepuk pundak Yasmin. Yasmin geleng-geleng kepala dibuatnya.
"Gila lu. Lu dateng duluan & lu milih duduk di bangku depan Yas. Omaigat, Kenapa ngga di belakang aja biar lebih santai. Dari SD bangku depan mulu lu milihnya. Gue kan juga pengen tiduran & males-malesan. Pengen ngemil, chattingan dengan santai, ngobrol, ngegosip. La kalo di depan mana mungkin bisa Yas. Tar dipelototin lagi sama guru," Protes Yasmin.
"Eh kita sekolah tu buat belajar bukan buat tidur. Kalo mau tidur mah di rumah aja sist. Mau chattingan juga di luar sono noh," ceramah Yasmin.
Shenna menggerutu namun tetap mengikuti pilihan Yasmin. Mereka memang bersahabat cukup dekat sejak SD. Kebetulan ayah mereka juga mempunyai hubungan yang cukup dekat.
Terkadang Shenna ke rumah Yasmin untuk bermain atau mengerjakan tugas sekolah. Hanya di SMP mereka sempat terpisah sebentar karena beda sekolah.
Namun karena beberapa hal, Yasmin pindah & menyusul Shenna ke SMP nya. Dan di SMA pun mereka kembali bersama.
Keluarga Shenna utuh, kedua orang tuanya sangat hangat & memanjakannya. Shenna meminta apapun selalu dituruti.
Bahkan sampe sekarang Shenna yang berpenampilan tomboy itu masi sering disuapi oleh Ibunya ketika makan. Mana ada yang percaya kalo Yasmin menceritakannya. Kelihatannya saja sangar, padahal mah anak papa mama banget. Tapi beruntung sekali pokoknya menjadi Shenna. Orang tuanya sangat menyayanginya. Batin Yasmin.
"Eh, lu jadi pake softttt?" Seru Shenna.
"Psssstttt..," Yasmin membekap mulut Shenna agar suaranya tak terdengar yang lain.
"Plis ya, plis.. Cuma elu yang tau kalo gue pake softlens," Bisik Yasmin ke telinga Shenna.
"Dih lu takut dibully gara-gara mata lu biru? Itu kan dulu. PD aja kali Yas. Anak-anak SMA mah lebih dewasa dari anak-anak SMP. Gue yakin mereka lebih terbuka sama diri lo yang berbeda. Ngga bakal ada bully-bullyan lagi Yas. Lebih enak jadi diri sendiri tau," celoteh Shenna.
"Iya bukan masalah itu juga si. Intinya gue belum siap. Yah, Pleaseee," Dalam hati Yasmin, belum tau aja si Shenna. Tadi pagi ia pun dibully & hampir saja terancam telat masuk kelas.
Di SMP lamanya, Yasmin terlihat sangat mencolok karena mata birunya. Ia merasa tak nyaman karena sering mengalami bullying sebab ia berbeda dari yang lain. Ia terlihat sangat cantik & sempurna. Banyak yang iri padanya.
Yasmin tak suka terlihat mencolok. Ia risih menjadi pusat perhatian.
Sejak itu ia selalu menyembunyikan mata birunya agar tak begitu terlihat berbeda. Meskipun tetap saja terlihat darah bulenya.
"Ngomong-ngomong tu bocah cakep juga yak," Shenna mengangkat dagu & alisnya. Ke arah sosok di sebelah Yasmin.
Yasmin pun mencuri pandang ke arahnya. Sosok itu benar-benar memilih tempat duduk di sana. Yasmin sudah menduga ia pasti akan masuk ke sekolah favorit ini.
Seorang yang sangat akademis pasti memilih sekolah terbaik. Bahkan tempat duduk terbaik di depan guru agar lebih fokus menyerap pelajaran.
Yasmin juga sudah mencari informasi di kelas mana ia berada. Ia juga memperkirakan di mana anak-anak smart & akademis akan duduk. Untungnya semua sesuai rencana.

LILYLOVA: dimensi lainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang