Prolog

83 6 0
                                    

Suasana di ruang makan keluarga Lintang berjalan khidmat seperti biasa, sebagaimana sebuah keluarga terhormat yang bertindak penuh tata krama di meja makan tanpa melakukan interaksi berlebih. Mahendra Lintang duduk di kursi utama sementara Iriana Lintang dan Bunga-menantunya- duduk berhadapan di baris pertama, menyisakan banyak kursi kosong yang benar-benar tak pernah tersentuh, kecuali mereka mengadakan jamuan makan para saudara jauh dan kerabat. Keluarga Lintang memang secara turun-temurun minim anggota keluarga, apalagi satu-satunya keturunan terakhirnya malah pergi meninggalkan mereka.

Maherza Lintang.

Putera semata wayang mereka itu telah pergi sepuluh tahun yang lalu tepat setelah dipaksa menikahi Bunga yang saat itu kondisi Ayahnya sedang diujung nyawa. Erza terobsesi menempuh perguruan tinggi di Amerika dan selama itu kedua orang tuanya tak mengijinkan, sehingga pada momen yang pas Mahendra memberikan Erza imbalan ijin untuk kuliah di luar negeri dengan syarat dia harus bersedia untuk melakukan ijab kabul. Awalnya Erza menolak, tapi kemudian setuju dengan satu niat tersembunyi.

Pernikahan itu berlangsung sesuai perjanjian. Erza ternyata telah mengurus kelengkapan dokumennya untuk berangkat ke luar negeri sejak jauh-jauh hari sehingga keesokan harinya, Pemuda itu kabur tanpa pamit, menyisakan kehebohan di kediaman Lintang. Meninggalkan isteri kecilnya yang belum baligh dengan keadaan luar biasa sedih karena sang Ayah meninggal dunia.

Pasangan Lintang hampir murka namun juga sadar bahwa tindakan nekat Erza juga karena kesalahan meraka sendiri. Erza baru dua puluh tiga tahun dan dipaksa menikahi seorang bocah berusia tiga belas. Erza masih ingin hidup bebas dan meraih cita-citanya terlebih dahulu. Anak itu pasti malu dengan statusnya. Walaupun mereka berjanji pernikahan itu karena permintaan Handoko-Ayahnya Bunga- yang menjelang maut, tetapi tetap saja keduanya paham bagaimana perasaan sang anak. Hanya saja... karena Handoko adalah teman Mahendra sejak kecil, juga telah bekerja sebagai kepala pengurus di rumahnya, almarhum Handoko punya posisi tersendiri di hatinya. Dia sudah seperti saudara kandung baginya, jadi, Mahendra tak punya alasan menolak keinginan Handoko untuk menikahkan anak mereka agar dia tenang tentang masa depan sang putri sepeninggalnya nanti.

Mengingat itu membuat hati Iriana resah. Sejak kepergian Erza, wanita itu satu-satunya orang yang selalu mendapat kabar darinya. Tak lewat sekali pun hal yang terjadi pada puteranya. Sejak dia kuliah hingga kerja dan yang terakhir...

"Pa, Mama punya kabar baru dari Erza," ujar Iriana memecah keheningan di meja makan. Mahendra menoleh tertarik sementara Bunga tetap berkutat pada makan malamnya. Topik ini bukan hal yang baru baginya, namun ini kali pertama sang mertua membahasnya secara spontan. Biasanya mereka bertiga harus menunggu di ruang keluarga setelah semua kegiatan pada hari itu usai.

"Oh ya." Bunga tau kalau Mahendra pura-pura cuek, Papa mertuanya itu hanya sebal karena jarang sekali dikabari secara langsung oleh anaknya.

Bunga berusaha menahan senyumnya.

"Erza bilang dia bakal balik kesini," lanjut Iriana.

"apa?" tanya Mahendra terkejut. Rasa tak percaya sekaligus senang terpancar di kedua matanya. Beda dengan Bunga yang hanya menatap kosong pada makanannya yang telah tandas.

"Erza bakal balik kesini. Kita akan hidup bersama lagi. "

"Dapat hidayah dari mana anak itu? kenapa baru sekarang dia berpikir untuk kembali? " Mahendra menggerutu walau hatinya merasa hangat. Meskipun marah pada Erza, dia tetaplah Ayahnya. Dia selalu rindu keberadaan puteranya.

"Bunga, dari tadi diam aja? kamu baik-baik aja kan? " tanya Iriana yang penasaran dengan respon Bunga.

Bunga buru-buru mengumpulkan atensinya pada kedua mertuanya. Dia selalu ingat mereka telah menganggapnya sebagai putri angkat dan melupakan pernikahannya dulu. Mereka memperlakukannya dengan sangat baik hingga Ia lupa statusnya yang sesungguhnya. Hingga sekarang Ia sadar dan juga bingung.

"Aku baik kok. " Bunga memasang senyum manisnya.

"Mama tau kamu pasti bingung. Tapi tenang aja, semuanya bakal baik-baik aja." Bunga mengerti maksud Iriana. Mahendra pun selalu mengikuti kemauan isterinya. Mereka sudah merencanakan ini dari jauh-jauh hari.

"Kamu gak perlu takut untuk meneruskan pernikahan itu. Lagipula saat menikah dulu kamu belum mengerti apa-apa dan belum sah dimata negara, " kali ini Mahendra yang berucap.

Ini bukan yang pertama kali mereka meyakinkannya. Tapi tak pernah berhenti membuat hati bunga tersentuh. Menjawab kekhawatiran keduanya Bunga berterimakasih Dan berjanji dalam hati bahwa Ia tidak mau mengecewakan keduanya.

Iriana hanya berharap yang terbaik, jadi Dia kembali melanjutkan informasinya.

"Mama harap kita semua menyambut Erza dengan tangan terbuka, melupakan semua yang telah berlalu Dan menerima dia dan Aldric dengan baik."

"Aldric? siapa Aldric?" tanya Mahendra penasaran.

"Nanti kalian juga bakal tau."

Akhirnya makan malam itu ditutup dengan kebahagiaan Iriana dan Mahendra, kecuali Bunga yang terus merasa resah dan bingung menanti kedatangan suaminya nanti.

Dia harus bagaimana?

Menyambut kedatangannya sebagai istri yang baik?

Atau bersikap seolah menjadi adik perempuan angkatnya?

Bunga sungguh pusing memikirkannya.

Bond Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang