Dwi Nuril Shintya

1 1 0
                                    

Malam itu, insomnia menghampiriku. Aku yang semula terbaring, memutuskan untuk duduk lalu menyender pada tembok. Aku benci situasi ini, dimana perih yang terlewat menemani malam petakaku. Apa kalian tahu? Aku bahkan sudah patah hati sebelum menjalin asmara. Aku pernah mendengar, Orang-orang bilang ...' Cinta itu indah, cinta itu santunan bahagia, cinta adalah rasa yang beda'. Namun, Multitafsir itu sangat mungkin. pada opsi ke 3 diatas. 'Cinta adalah rasa yang beda', penafsiranku adalah tentang hatiku sendiri yang serasa beda di dekatnya. Bahkan, mendengar suaranya saja menimbulkan gemetar yang tak terjeda. Aku tak pernah berpikir bahwa kata 'Beda' bisa berpengertian 'tak mempunyai rasa yang sama'. Disinilah titik terangnya, disinilah posisi bodohku meningkat tak terhingga.

Aku sangat mau membuang segala rasa dan harap yang aku sematkan atas nama dia. Namun, ini benar-benar tak mudah.
Ku putuskan untuk berbaring kembali. Menutup kepala dengan bantal. Berharap esok telepas dari rasa yang tak terbalas.

Sumenep, 20 September

Puisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang