Ratu Aprilia Bulqis

1 1 0
                                    

Pagi itu, aku masih terbangun, syukurlah. Aku kembali berharap, berharap hari itu baik baik saja dan tidak sesuram hari sebelumnya. Aku beranjak dari tempat tidur, mengambil secarik kertas yang kau tuliskan untukku. Kertas dengan sepatah dua kata itu tadinya bisa membuatku tersenyum seketika setelah membacanya, tetapi kini aku merasa biasa saja. Aku hampir saja berniat membuangnya, tetapi aku uruangkan niatku itu. Aku berpikir-mungkin belum saatnya.

Asumsi-asumsi ini sungguh menyiksaku, padahal itu belum tentu benar adanya. Hari demi hari, setiap jam, setiap menit bahkan detik. Tidak pernah lepas bayanganmu dari kepalaku. Berusaha mengabaikan, tetapi dia tak pernah ingin beranjak.

Aku lelah, selalu memakai topeng menyebalkan ini di depan orang-orang. Tersenyum di balik hati yang menangis. Apa ada yang peduli? Tidak. Dia bahkan terlihat baik baik saja setelah semua itu, seolah tak pernah ada apa apa.

Pernah berpikir untuk mengakhiri, tetapi aku tak sanggup melepaskan. Dia di sana, tertawa lepas, seperti tidak ada beban. Sementara aku? Tentu saja aku juga bisa tertawa, aku punya topeng berlapis-lapis yang tidak akan pernah menampakkan kesedihanku.

Aku mengambil buku, buku yang aku gunakan untuk mencurahkan perasaanku. Membuka buku itu dengan harapan bisa lega sementara, tetapi aku malah menemukan namanya di halaman pertama dengan goresan tinta yang indah. Bodoh, kenapa aku membuatnya dengan sangat indah. Tak pikir panjang, kulemparkan buku itu ke luar kamar. Berisik.

Aku berdiri, mengambil buku tadi, menyimpannya di tempat yang seharusnya. Aku lalu mengambil pena dan kertas. Mulai memenuhi kertas itu dengan coretan-coretan abstrak, seperti isi kepalaku saat ini. Aku juga membuat beberapa garis, agar benang kusut itu juga bisa kembali lurus seperti garis yang kubuat, pikirku.

Ini bukan apa-apa, aku kuat. Terbesit selalu di pikiran. Diriku yang lain selalu memberi semangat, tetapi yang satu ini tak pernah mendengarkan. Masih berharap semoga besok ada yang berubah dari dirimu. Aku ingin agar kau tersenyum lagi kepadaku seperti sediakala. Aku ingin dirimu yang dulu. Kenapa kau harus berubah? Kau tau? Ini menyiksaku.

Tubuh yang lelah meski tak melakukan apa apa, aku memutuskan untuk berbaring di atas kasur usang yang sudah bertahun-tahun tak diganti. Aku tertidur.

Puisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang