Sudah lama dia memimpikan ini, melakukan perjalanan kecil seorang diri.
Ini bermula setelah dia menonton film di mana seorang bayi melakukan perjalanan kecilnya. Ya, dia tau bahwa awalnya si bayi akan diculik, namun berkat hal itulah si bayi dapat melakukan perjalanan kecilnya.
Dia tau jika itu hanyalah film, fiksi belaka, tidak mungkin terjadi. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya. Perjalanan kecil seorang bayi itulah yang membuatnya mendambakan dirinya berada di posisi sang bayi.
Dan kini, dia melakukannya.
Dia akan menemui ayahnya yang sudah dua tahun tidak dia temui dan kini rupanya sudah tinggal di kota lain bersama istri barunya.
Karena dia tinggal dengan kakek neneknya yang sudah terlalu tua untuk melakukan perjalanan jauh, jadilah dia diminta untuk pergi seorang diri. Lagipula, dia yang sudah kelas 1 SMA ini sudah cukup dewasa bukan untuk melakukan perjalanan seorang diri.
Pemandangan dari luar jendela kereta tidak berhenti membuatnya kagum. Maklum, ini benar-benar pertama kalinya dia pergi keluar dari kota kelahirannya itu. Dia tidak pernah ikut karya wisata atau semacamnya karena tidak adanya biaya. Sebenarnya, ada saja, tapi dia merasa lebih baik uang itu ditabung untuk keperluan yang lain.
Oh, tidak. Kenapa tiba-tiba dia rasanya ingin menangis?
....
"Stop!" Ucap Juyeon setengah teriak membuat cewek yang duduk di depan dia dan tengah memegang segelas es teh menatapnya tajam dan beberapa orang yang ada di sana ikut menoleh karena merasa penasaran.
"Daripada lo nyirem muka ganteng gue make itu, mending lo minum aja. Lumayan kan buat nenangin diri lo"
"Oke!" Ucap cewek itu membatalkan niatnya untuk menyiram Juyeon dengan es teh dan beralih menampar pipi cowok itu kuat hingga keadaan café yang tadinya ramai mendadak hening berkat suara itu.
"Kita putus!" Teriak cewek itu.
Juyeon, yang baru saja ditampar, menatap tajam cewek itu. "Silahkan. Siapa yang paling rugi karena itu?"
Cewek itu teriak, pengen marah, tapi ucapan Juyeon benar. Cowok itu tidak rugi apapun jika dia putus. Dia bisa menemukan cewek lain dengan cepat, mantannya saja yang akan gigit jari karena menyesal sudah memutuskannya.
Akhirnya, cewek yang Juyeon sudah lupa namanya itu pergi meninggalkan Juyeon. Cowok itu mendelikkan bahu, melangkah mendekati salah satu meja di mana duduk 4 cowok yang sejak tadi mengawasi.
"Gimana tontonan gratisnya?" Tanya Juyeon sarkas.
"Lo kenapa gak bilang mau putus sih? Gue lupa bawa popcorn jadinya" balas Hyunjae terus nyengir lebar pas liat muka jutek Juyeon.
"Mana gue tau emosi cewek" balas Juyeon lalu duduk di samping Hyunjae.
"Kenapa gak jadi disirem sih? Biar kayak di drama-drama gitu" protes Hyunjoon kemudian tertawa.
"Dia lebih sayang baju dia daripada si cewek" balas Eric kemudian ikut tertawa.
"Sebelas dua belas sama Younghoon lah" sahut Hyunjae yang baru saja kembali dengan sebungkus es lalu menempelkannya di pipi Juyeon yang masih terasa panas tanpa aba-aba, membuat yang punya pipi berteriak kesal.
"Kalo gitu, lain kali, pesen segelas air putih juga. Buat disiremin ke muka" ucap Hyunjoon kemudian.
Juyeon mendengus mendengar hinaan demi hinaan teman-teman dia.
Tiba-tiba, Changmin yang sejak tadi diam saja bertanya. "Juy, lo besok bisa temenin gue gak?"
"Ke mana?" Bukan Juyeon yang menjawab, melainkan Eric dan Hyunjoon yang penuh semangat bertanya balik.
"Temen gue ke sini"
....
Di hari pertamanya di kota tempat ayahnya tinggal, Yuna sudah siap pagi-pagi sekali. Changmin, teman semasa kecilnya dan ternyata tinggal di kota yang sama dengan ayahnya berkata akan menjemputnya dan mengajaknya jalan-jalan.
"Udah lama ayah gak liat Changmin. Kayak gimana dia sekarang?"
"Kayaknya makin ganteng, yah" jawab Yuna jujur. Meski hanya lihat dari foto, tapi Changmin sekarang memang terlihat lebih tampan, dan mungkin lebih tinggi. Yuna ingat, meski Changmin lebih tua dua tahun dari dia, tapi Changmin lebih pendek dari dia.
"Gak nyangka ternyata kita tinggal di kota yang sama. Kok gak pernah ketemu ya?"
"Karena ayah tinggalnya di pinggir kota mungkin? Kan kak Changmin tinggalnya di tengah kota" tebak Yuna.
Percakapan mereka terhenti saat mendengar suara klakson mobil dan Changmin menelponnya. Yuna keluar dari kontrakan ayahnya bersama sang ayah dan mama tirinya.
Changmin juga ikut turun dari mobil, bersama 4 cowok yang gantengnya gak kalah bahkan lebih ganteng dari Changmin.
"Duh, nak Changmin! Lama gak ketemu, kamu makin ganteng dan tinggi aja!"
"Hehehe... om juga malah keliatan awet muda. Ini..."
"Oh, ini mama tirinya Yuna..."
Changmin memberikan senyum tipis pada Yuna yang juga melakukan hal sama padanya.
"Ini temen-temen saya om, namanya Juyeon, Hyunjae, Hyunjoon, sama Eric. Hyunjoon sama Eric seumuran sama Yuna"
"Oh, gitu? Pasti enak kalo bisa satu sekolah"
"Hah?" Kaget Yuna karena dia belum denger hal ini. Tapi dia gak bisa berdebat lama, soalnya temen Changmin yang namanya Juyeon itu udah desak buat cepet-cepet pergi.
"Yun, lo duduk depan aja ya? Gak enak cewek sendiri duduk di belakang" pinta Changmin.
Yuna sih mau saja, tapi tatapan Juyeon membuatnya tidak nyaman. Dibales tatap, malah makin ditatap sama orangnya.
Juyeon sih gak maksud apa-apa. Semua temen dia udah maklum aja kalo dia udah natep cewek intens, artinya dia lagi mau deketin tuh cewek.
Sayangnya, Yuna bukan cewek biasanya.
Ditatap seperti itu, justru membuat Yuna semakin rendah diri. Apalagi setelah dia sadar jika pakaiannya sederhana, bahkan bisa dikatakan usang jika dibandingkan dengan pakaian yang dikenakan Changmin dan empat temannya, apalagi Juyeon.
Tapi mau bagaimana lagi?
Penghasilan kakek neneknya berkebun tidak akan sanggup membeli pakaian mewah, dan ayahnya yang hanya mementingkan dirinya sendiri tidak akan mau memikirkan penampilan anaknya.
Trick 1 : FAILED
....
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Juyeon | The Stealer
FanfictionJuyeon terkenal punya banyak mantan, tapi gak ada yang membekas di hati dia. Sampai akhirnya dia ketemu satu cewek yang gak jatuh cinta sama dia dan malah bikin dia kepikiran terus. Cerita tentang siapa yang hatinya direbut duluan