prolog

34 3 0
                                    

Hai! Ini Iona

Setelah plin-plan upload-deleted cerita dan gak konsisten nulis aku memberanikan diri untuk mempublikasikan salah satu ceritaku ini. Ini cerita ringan dan hampir nyerempet ke kehidupan nyataku.

Please vote and comment biar aku semakin semangat nulisnya.

Happy reading guys

***

"Sumpah itu ya, yang namanya Ericko ganteng-ganteng tapi galak plus sengak. Gak jadi deh gue ngidolain dia. Idihh..." bisik Dian--teman yang baru kukenal hari ini, dengan suara pelan.

Aku menoleh ke arah kakak tingkat yang Dian maksud. Yah, memang ganteng sih. Kulitnya putih cerah ditambah mata sipitnya yang mendukung. Rambutnya dipotong pendek rapi, dia memakai jam tangan di tangan kanan. Kidal? Atau mungkin dia memang suka memakainya di tangan kanan?

"Heh, ngapain kamu? Fokus!" tegur kakak tingkat yang lewat di samping membuatku tergagap memasang wajah bodoh.

Aku langsung menghadap ke depan memandang ke arah Ketua BEM FT yang masih berbicara di depan.

Dian  yang disampingku berdecak. "Itu namanya Fani Sie Keamanan, sama kayak Ericko. Sok banget kan tingkahnya?"

Aku meringis, tidak tahu harus berkomentar apa. Setelah Ospek Universitas, hari ini adalah Ospek Fakultas, dan setelahnya akan diadakan Ospek Jurusan. Aku cukup beruntung karena kuliah di kampus negeri, kota asalku. Tidak perlu nge-kos atau ribet seperti maba lainnya karena dalam mempersiapkan peralatan ospek, aku dibantu Indi,--sepupuku yang masih SMA.

Setelah ini adalah waktu istirahat. Yang tidak benar-benar istirahat santai. Karena sedang berhalangan aku tidak ikut pergi ke masjid. Kami, mahasiswa baru yang tertinggal berkumpul dan mengobrol. Belum boleh makan hanya boleh minum. Dan aku berharap semoga acara makan siang nanti tidak pakai drama inilah-itulah. Aku sudah kenyang dengan semua itu.

Satu persatu peserta ospek berdatangan.  Tidak sengaja aku yang memang duduk dipinggir melihat kakak tingkat yang lewat di sampingku. Oh, Ericko yang tadi. Teman-teman yang lain berbisik-bisik ketika dia lewat.

"Kak Ericko ganteng banget..."

"Nek aku solat, ikhlas lahir batin diimami sampeyan, Mas."

"Rambutnya ber-damage banget..."

"Sayang kamu galak, Mas..."

Aku hanya menggelengkan kepala mendengar yang lain berkata lirik. Soalnya takut ke-gap sie keamanan. Acara makan siang kami ternyata biasa saja. Kami makan bersama dan dilanjut perkenalan UKM dan HMJ yang lumayan panjang sebelum kemudian memasuki waktu salat asar. Tiba-tiba perutku melilit.

Oh, tamu bulananku memang datang pagi tadi. Sudah menjadi kebiasaan perutku yang melilit begini. Kalau saja sudah di rumah pasti aku sudah bergulung-gulung di kasur dan dicekoki Ibu dengan jamu kunir asem.

"Ki, lo gak papa?" Mungkin melihat gelagat anehku, Dian bertanya sambil menyentuh bahuku.

Aku menggeleng. "Gak apa-apa."

Gak apa- apa, apanya. Aku berkeringat dingin. Untuk berdiri saja sepertinya aku tidak kuat. Karena keadaan yang ramai kepalaku juga seperti dipukul-pukul godam.

Sayup-sayup aku mendengar Dian berteriak memanggil kakak tingkat. Tubuhku lunglai dan berkunang. Ah, payah sekali, semoga aku tidak ditinggal pulang sendirian di sini.

***
Aku terbangun setelah mencium bau-bau minyak kayu putih yang kubenci. Aku masih ingat kalau aku habis tidak sadar diri. Perutku rasanya panas, pasti diusapi minyak kayu putih. Padahal kalau dalam kondisi sadar diri, aku menolak keras-keras.

Meet!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang