s a t u

22 3 0
                                    

Jangan lupa vote n comment

Happy Reading...

***

Sudah hampir sebulan sejak perkuliahan semester dua  dimulai. Akhir-akhir ini aku belum melihat Koko di kampus. Atau sekarang aku harus memanggilnya Bang Eric?  Karena dia lebih dikenal dengan nama itu. Juga dia dua tingkat di atasku.

Walau selalu tidak menemukan Koko di kampus tapi jumat malam kemarin Koko datang ke rumah. Ternyata selama ini dia datang di malam yang biasanya aku tidak rumah. Entah kumpul dengan anak PA atau aku lebih sering pajamas party di rumah si kembar, Esmeralda dan Aldiano. Juga katanya tidak setiap minggu Koko datang ke rumah. Tapi memang kebetulan yang aneh sih. Padahal kan Koko sudah di sini lebih dari dua tahun.

Keluarganya masih tinggal di Semarang. Dan Koko menge-kos di daerah Caturtunggal. Hafal kan aku. Omong-omong martabak yang dibawanya masih seenak sebelumnya. Soalnya gratis.

"Nyari siapa sih, Ki?" Dian yang datang dari belakangku bertanya penasaran.

Aku menggelengkan kepala. Sepertinya aku memang kentara sekali kalau terus-menerus menolehkan kepala. Hari ini kuliahku sudah selesai. Rencananya memang akan langsung pulang tapi mataku memang suka jelalatan. Teman perempuanku tidak banyak di teknik mesin. Seangkatanku hanya ada enam orang. Yang sekelas denganku hanya Dian yang lainnya di kelas A sedangkan kami di kelas B. Makanya aku di kelas aku paling dekat dengan Dian.

Sejak ospek jurusan aku tidak pernah mendengar lagi gosip-gosip tentang Koko di kalangan mahasiswi. Mau bagaimana lagi, sepertinya mahasiswi sejurusanku tidak terlalu tertarik pada Koko. Dian pun juga hanya ikut-ikutan menjadi fansgirl kalau bergabung dengan mahasiswi tata boga. Dian tidak benar-benar kesal sih dengan Koko. Sepertinya gara-gara Dian sempat merasakan kebaikan Koko, diantar pulang.

"Kamu gak suka sama Bang Eric?" tanyaku iseng pada Dian beberapa hari yang lalu.

"Sukalah. Ganteng gitu. Tapi cuma suka-suka aja," balas Dian dengan ekspresi cuek bebek kala itu.

Dari yang kutahu dari hasil nongkrong sekali dengan anak tata boga, Koko itu mengambil Jurusan Teknik Mesin, sekarang semester 6. Dari langganan warung makan, zodiak, tanggal lahir, perempuan yang dekat dengannya aku tahu. Walau yang terakhir tidak tahu betul atau tidak.

"Gue pengin ikut HIMA nih, ikut yuk" ajak Dian. Dari ceritanya, Dian itu sewaktu SMA aktif sebagai pengurus harian di organisasi sekolahnya. Jadi bisa bilang Dian manusia yang bersosialisasi tinggi.

"Gak ah. Aku mau jadi mahasiswi kupu-kupu," tolakku. Jujur saja, dari dalam dasar hati aku tidak berniat untuk ikut organisasi atau forum di kampus. Hobiku naik gunung pun juga tidak membuatku mau ikut organisasi pecinta alam sewaktu SMA. Palingan hanya join saat anak PA naik gunung atau saat mereka repling . Aku bahkan pernah naik gunung sendiri walau hanya tektok.

"Payah lo! Kalau gitu temenin gue ambil formulirnya di sekretariatan."

Dian langsung menarikku. Aku hampir terseok-seok mengikuti langkah lebarnya. Waktu kami tiba di sana pintunya tertutup rapat. Tapi ada beberapa sepatu yang tersusun rapi di rak.

"Gak ada orang tuh," kataku mencoba kabur.

Dian dengan sigap menahan kerah bajuku membuatku hampir tercekik. "Ini kita mau bertamu jadi harus ketok pintu."

"Yaudah sana." Aku mengalah memilih menungguinya di bangku semen.

Dian mengetuk pintu di depannya. Tidak lama seorang kakak tingkat berjilbab yang muncul. "Ada apa?"

"Selamat siang Kak. Saya Dian Kinasih, mahasiswi semester dua. Saya mau minta formulir pendaftaran pengurus HIMA," ucap Dian lugas.

Kakak tingkat itu mengangguk-angguk. "Bentar ya." Lalu setelah itu masuk lagi dan menutup pintu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meet!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang