DABI tak pernah otaknya se error ini dalam hidupnya, bagi Villain yang sangat jauh dari kata layak hidup diantara ribuan masyarakat serta Hero atau pun nama Aliansi Penjahat yang seharusnya tak pernah ada di dunia.
Tapi untuk kali ini, entah ia terbentur sesuatu saat jalan pulang atau entah ia mendapatkan sebuah ilham turun dari tangan Dewa rasanya Dabi ingin sebuah rasa untuk relung hati terisi, mungkin dengan kehadiran gadis itu ataupun sebuah rasa yang mungkin akan ia bingungkan nantinya.
Entahlah siapa saja tolong berikan ia pencerahan.
Langkah kakinya menelusuri hutan, Shigaraki menyuruhnya untuk misi solo yang mungkin akan disukainya nanti "Membakar hutan?"
Tidak buruk, toh lagipula malam ini ia ingin sekedar mengeluarkan Quirknya secara cuma-cuma terlebih mengeluarkan segala pikiran yang selalu bersileweran dalam otaknya.
Menginjak spot strategis, netra Turqoise menatap lurus. Tidak ada yang perlu ia pikirkan seharusnya tapi kenapa rasanya ia ragu? Mungkin ragu karena akan hewan yang tinggal? Dabi mendengkusi diri sendiri.
Menjijikan. Tangannya sudah kotor sedari awal "Jika kau bertindak lebih jauh aku akan menghentikanmu."
Pemuda dengan surai hitam hasil semiran menyeringai, dalam gelapnya hutan hanya tongkat cahaya rembulan yang memasuki celah pohon besar serta api biru yang sudah siap membakar apapun yang disentuhnya.
Perlahan namun pasti tubuh yang bersembunyi dari balik hitamnya mata memandang kini dapat terlihat dengan jelas, segala sumber yang membuat isi kepalanya kian pecah berkeping-keping.
Kali ini mereka dipertemukan tidak dengan sebuah kebetulan oleh perantara basa-basi, ataupun sebuah secangkir kopi. Dabi masih mengingatnya, gadis representasi mawar berduri.
"Kenapa kau tidak membunuhku?"
Hatinya ragu. Buronan yang telah lama dinanti oleh penjara Tartarus kini telah berada didepannya.
Dabi terkekeh ringan, merasa puas oleh gadis yang ia lihat dengan kepala yang menunduk dalam "Kau ragu huh?"
Tepat sasaran. Bahkan gadis itu tidak menyangkal sebuah pertanyaan yang terlontar dari bibir seorang Criminal. Ini sebuah kesialan baginya.
"Ano saa, apa kau benar seorang Hero?"
Ranting tebalnya mengerat, bahkan Dabi sedikit meringis. Jika gadis itu niat mungkin saja kedua tangan serta kakinya bisa terputus "Aku.... tidak tahu."
Ia masih menanyakan sebuah jati diri.
"Jadi kau selalu pulang malam itu karena ditugas 'kan disini?" Ah jadi Dabi sedikit memperhatikannya.
"Serius, dari banyaknya Villain kenapa harus kau?"
Dabi mengendik, "Dari banyaknya Hero kenapa harus kau?" Sebuah balasan.
Kedua insan bagai sebuah kutub berbeda itu menatap, ini tidak rasional. "Maaf tapi sepertinya aku bukanlah orang yang saat pertama kali bertemu." Kakinya menghentak pada tanah, ranting besar dari bawah menjulur "Kalau begitu bukan 'kah aku juga?"
Mereka sama. Ingin memenuhi tugas, ingin mengetahui sebuah jawaban, ingin memyadari arti dari rasa bimbang masing-masing pihak.
Ini menyakitkan saling mendorong dalam jurang.
Dabi sepertinya memang sedang bodoh untuk hari ini, dalam sebuah pertarungan untuk hari ini Quirk gadis itulah yang diuntungkan. Semua tumbuhan memihaknya termasuk pohon menjulang tinggi pun sama sehingga mau bagaimanapun pemuda itu menghindar rasanya percuma.
Pergelangan kakinya terlilit, tangan dengan api birunya hendak membakar sulur namun terhenti oleh tarikan ranting lain yang menahan tangannya.
Sialnya berkuadrat. Terlebih terlambat untuk mengelak, andai saja tubuhnya bisa mengeluarkan api bukan dengan kedua tangannya saja.
"Berhenti bersembunyi Dabi."
Sebuah kalimat kadang mengandung makna yang berbeda, sama seperti yang diucapkan gadis itu sekarang.
Berhenti bersembunyi dari apa? Sedari awal mereka berdua pandai menyembunyikan, entah itu diri masing-masing, perasaan yang timbul, atau sirat dari sebuah tatapan.
"Ah, aku tertangkap. Apa aku akan dimasuk 'kan ke penjara?" Dabi itu sinting, seharusnya ia panik tapi dirinya malah tersenyum kelewat menyeringai pada wajah tampan sialannya.
"Bisakah kau hentikan semua ini? Semua orang bisa berubah kau tahu."
Sebuah kening berkerut, Dabi yang notabenenya seorang Villain bisa berubah? Serius? Dia tidak bisa melupakan jejak kejahatannya sepanjang hidup, jadi tidak mungkin.
Dabi berujung terkekeh, "Daripada berubah menjadi lebih baik, aku hanya ingin perasaan ku pada mu berubah."
Bibirnya terkatup rapat, tak pernah berani untuk sekedar bertanya 'kenapa?' Padanya, rasa campur aduknya berjalan gugup menyergap figur yang berdiri di hadapan pemuda itu.
Rasanya tidak ada yang bisa berubah dari keadaan mereka yang sekarang, mungkin saja dalam hati masing-masing terdapat sedikit harapan untuk bertemu sebelum mereka menempuh jalannya pribadi.
Ranting yang melilit pada pergelangan tangan ia pegang, api biru menyebar dengan cepat membakar hutan pada sisi kanan kiri.
"Sialan Dabi!" Kepalan tangan sudah di depan wajah sang pemuda, siap dengan tinju yang kapan saja bisa mendarat di sana. Sementara Dabi mengulurkan tangan dengan api biru bermaksud menyerang. Turqoise bertemu iris [e/c].
Lagi dan lagi, sebuah rasa ragu selalu menyelimuti hati. Cih, ini masih sama apanya yang beda dari pertama kali bertemu?
"Seperti ini maksud dari kalimat ku tadi, jika kita bisa merubah perasaan. Mungkin kau dan aku sudah benar-benar dalam sebuah pertarungan yang serius, tanpa ada satu pun keraguan menyelinap."[]
━━━━━━━━━━━━━━━━━
Ukiyo, Sep 23rd 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐍𝐄𝐌𝐘 || Dabi
Fanfiction˚ ༘♡ ⋆。˚ 𝒅𝒂𝒃𝒊 ↳completed. ❝for the first time, I'm attracted to you.❞ ©𝐮𝐤𝐢𝐲𝐨. 𝐄𝐬𝐭 : 2020/09/14 ©𝖬𝖾𝖽𝗂𝖺/𝖿𝖺𝗇𝖺𝗋𝗍𝗌 𝖿𝗈𝗋 𝖼𝗈𝗏𝖾𝗋 𝗎𝗌𝖾𝖽 𝗁𝖾𝗋𝖾 𝖽𝗈𝖾𝗌𝗇'𝗍 𝖻𝖾𝗅𝗈𝗇𝗀𝗌 𝗍𝗈 𝗆𝖾, 𝗂𝗍...