TERDENGAR lucu, sebuah pertemuan yang kembali tak disangka tapi kali ini bukan pada sebuah gang seperti saat-saat itu, pada jalan setapak yang tak dilalui banyak orang kedua orang bagai elemen yang berbeda dipertemukan, jam tengah malam.
Ia memang biasanya selalu pulang larut jika pekerjaanya akan lembur, berharap ia akan menemukan alternatif lain selain gang sebelumnya ia lewati. Tapi oh ayolah bagaimana bisa?
"Jadi kita bertemu lagi huh?" Si pemuda mengantongi kedua tangan memandang figur gadis didepannya dengan tatapan datar dari iris Turqoisenya "Kebetulan yang menarik."
Keheningan menyergap kedua insan, beberapa menit hingga bibir si gadis terbuka lantas berkata "Bagaimana kalau kita menikmati secangkir kopi?"
Tidak ada yang diharapkan sebenarnya, dari pertemuan pertama mereka lalu hingga mengetahui nama masing-masing dan hari ini rasanya semesta tengah merencanakan sesuatu, atau pikiran mereka yang tengah menyusun rancangan topik perbincangan?
Tapi benar bukan? Sepertinya semesta tengah mempermainkannya "Ide yang bagus [Last name]."
Asap putih melambung keatas lantas memudar kemudian, dua mug Moccachino tersaji diatas meja bundar. Turqoisenya mengitari ruang yang ia tempati "Kemana orang tuamu?"
"Sudah meninggal satu tahun yang lalu."
Bibir Dabi terkatup kemudian, ia mengusap tengkuk "Maaf jika menyinggungmu." Sedikit tidak percaya apa yang telah diucapkan bibirnya sendiri, bahkan mungkin Dabi harus memberikan applause untuk dirinya sendiri karena telah mengatakan kata 'maaf' yang well sangat jarang terlontar dari orang sepertinya.
"Tidak masalah."
[Name] memandang Dabi yang tengah menatap gelas mug putih tanpa menyentuh sama sekali "Kenapa tidak diminum?"
"Aneh rasanya." Alis menaut bingung dengan jawabam yang keluar dari bibir pemuda itu "Padahal kau belum meminu—"
"Bukan kopi itu, tapi kau." Dabi buru-buru menukas dengan netra Turqoise memandang kedalam kelereng [e/c], kekehan lembut keluar dari bibir berpoles tint Pink. Surainya ia sugar kebelakang, aroma padang bunga mekar kembali Dabi hirup, "Kalau aku aneh berarti kau juga aneh Dabi."
Benar, keduanya sama-sama aneh. Seharusnya saling menghindari masing-masing dari musuh namun malah kebalikannya "Benar kita berdua aneh." Kopinya ia sisip, merasakan manis serta sedikit pahit dari cairan berwarna coklat cream itu masuk pada tenggorokan, hangatnya sedikit mendinginkan tubuh yang terbalut luaran panjang "Ada yang ingin kutanyakan padamu."
[Name] menganggap bahwa pemuda dengan balutan kaus putih serta coat panjang berwarna biru gelap itu merasa berbeda dari yang lain, entah darimana datangnya pikiran yang seperti itu "Katakan."
Detik jam pada dinding mengisi suasana dalam diamnya mereka, netra [e/c] menilik pahatan wajah pemuda didepannya. Kulit pucat serta luka yang terlihat ungu sedikit membuatnya seram tapi pikirannya tak dapat menyangkal bahwa pemuda itu sangat tampan disaat yang bersamaan.
Dengan atau tidaknya Dabi tanpa luka dia terlihat sangat tampan ralat— tetap tampan, sudah berapa banyak kata tampan yang diucapkan?
Mendengusi diri sendiri. Dulu ia pernah berjanji untuk tidak campur tangan dengan yang namanya Villain tapi apa ini?
"Kenapa kau menjadi Villain?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar setelah keheningan beberapa menit, wajah si pemuda tidak berubah. Hanya raut datar yang ia tunjukkan, punggungnya ia sandarkan pada punggung singel sofa. Matanya menutup sejenak "Entahlah, mungkin untuk kesenangan pribadi? Atau sebuah dendam pribadi?"
[Name] menautkan alis pada jawaban yang malah berupa pertanyaan "Sekarang giliranku bertanya." Dabi merubah posisi kembali, ia menatap wajah gadis itu lamat-lamat "Kenapa kau malah membawaku pada rumahmu?"
"Tidak ada alasan, lagipula kau terlihat berbeda dari Villain yang aku temui."
Dia terkekeh kecil, mengusak surai hitamnya dengan pandangan memicing pada kelereng mata [e/c] dalam.
"Heee, benarkah? Kalau begitu aku juga tertarik padamu Hero."
"Aku tidak membicarakan tentang ketertarikan."
Ada perbedaan. Sebuah perbedaan bagaimana cara mereka berinteraksi, ataupun cara mereka bersitatap. Tak pernah ada yang tahu.
"Katakan Hero, kenapa kau tidak menyanderaku?" Dabi masih penasaran, dengan gadis ini, dengan apa yang ada dipikirannya.
"Tidak sopan sekali berfikir negatif seperti itu, tapi haruskah aku menyanderamu agar kau tidak kemana-kemana? Secara, aliansi penjahat sedang menjadi buronan."
Dabi menyeringai, "Heee, kau menggunakan quirkmu ya?"
Tanaman rambat menjadi ranting coklat, yang mengikat masing-masing kedua kaki serta kedua tangan "Sejak awal aku memang tertarik padamu sih, kau itu seperti setangkai mawar, cantik tapi berduri."
Iris Turqoisenya menatap tangan gadis itu "Maksudmu mawar ini?" Satu tangkai mawar merah dikeluarkan dari sana "Ya."
[Name] memutar tangkainya, tidak peduli walau durinya terkena kulit ataupun menggores epidermis "Lalu kenapa kau masih mempercayaiku?"
Pundaknya naik turun seiring kekehan meluncur dari bibir Dabi, matanya terkunci "Aku tidak tahu, kau mempunyai keunikan itu sendiri."[]
━━━━━━━━━━━━━━━━━
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.