Chapter 7

375 60 66
                                    

Total: 1,4k words.

: : : : : : :

Happy Reading

: : : : : : :


Mendung membubung. Petang menyelimuti. Angin dingin berembus mencucuki tulang, mengerutkan sendi. Kalau Yeonjun tak salah terka, semestinya sekarang masih pukul tiga sore hari. Keempat remaja tanggung dilanda kepanikan. Tak ada persiapan sama sekali untuk menghadapi cuaca buruk. Pun tak ada tempat berlindung bagi mereka, bila badai benar-benar datang. Kacau. Mereka harus menahan ini sampai esok.

"Mengapa Hueningkai begitu lama?" pertanyaan itu terlontar puluhan kali di lisan Taehyun. Teman-temannya tak tahu-menahu harus membalas apa.

"Tenangkan dirimu, Tae. Dia akan pulang sebentar lagi. Aku yakin."

Persis usai Soobin berucap demikian; persis usai kalimat itu hilang dari mulutnya. Dasar bumi terban! Merekah panjang puluhan kilometer. Tanah pijakan mereka menggeliat hebat, menjalar merambat menggetarkan hingga radius puluhan kilometer.

Empat remaja terduduk, terkejut.

Mereka tak mengerti! Keempatnya tak mengerti bahwa ini cuma awalan saja. Apa yang terjadi sepersekian sekon ke depan—mereka tak mengerti! Yang paling buruk belum datang.

Dua kali bumi diguncang dahsyat. Bak dibolak-balik tangan-tangan rakasa. Air laut beriak bagai mendidih. Aroma bahaya mencuat. Sinyal kelam-menakutkan dikirimkan.

Belum selesai keterkejutan mereka, parau suara Beomgyu menginterupsi.

"Teman-teman, lautnya surut."

Lautnya surut.

Lautnya surut? Mengapa lautnya surut tiba-tiba? Berbagai pertanyaan serupa timbul-tenggelam di kepala mereka.

Taehyun berdiri gemetar. Ia paksa otaknya berpikir keras. Menyusun puzzle dari rentetan peristiwa yang terjadi barusan. Bumi mereka diguncang gempa tektonik—berapa Scala Righter? Apa yang harus dilakukan? Di mana titik episentrumnya; apakah di laut atau daratan? Apa yang mesti diperbuat sekarang? Air laut tersedot ke dasar rongga bumi, apa pertanda buruk? Tebingnya! Apa masih sempat bila mereka memanjat tebing?

"BERLINDUNG DI BELAKANG TEBING. SEKARANG!" Keras tegas suara Taehyun amat menghentak; memaksa tungkai bergerak segesit yang mereka mampu. Taehyun menyambar cepat ukulele Hueningkai. Biru jernih laut yang mereka kagumi mengeruh. Semakin surut. Ikan-ikan menggelepar. Maut mengintai! Siap membidik.

"Astaga, tas Soobin-hyung!" cicit Beomgyu, sesampainya mereka di balik tebing.

"Apa?"

"Cadangan makanan kita di sana." Ia hempas genggaman tangan Taehyun—lantas berbalik ke bibir pantai.

Taehyun berseru-seru panik dari tempatnya berdiri. "BEOMGYU! BEOMGYU, KEMBALI! BEOMGYU!" Anak itu mengerang frustasi. Yeonjun mencengkram lengannya erat, ia tak bisa menyusul sang sahabat.

"Aku akan menyeretnya ke sini."

"YAK! SOOBIN, SOOBIN! JANGAN BODOH KAU! KEMBALI SEKARANG!"

Percuma. Beomgyu telah lebih dulu sampai di bibir pantai; meraih ransel kelewat berat Soobin. Sang ketua OSIS langsung menyeret Beomgyu tanpa ampun. Namun air yang tadi tersedot ke dasar rekahan—bagai dipukul tenaga rakasa—berbalik menghempas. Menderu bergulung mendekati bibir pantai. Berdesis mengerikan. Bergemuruh! Melesat bagai kecepatan pesawat.

Lautan ditinggikan! Mereka gemetar ketakutan.

Beberapa langkah lagi; beberapa langkah untuk mencapai punggung tebing. Taehyun dan Yeonjun menunggu tak keru-keruan. Taehyun menjulurkan tangannya—bersiap menarik kedua kawannya.

Survivor: A Cup Of Sea || TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang