Orang itu berjalan cepat melintasi daerah kumuh di pinggir kota. Jaket hitam kulit yang menutupi tubuhnya benar- benar membuatnya tidak dapat dikenali. Setidaknya itu yang dia pikirkan. Tapi sepertinya orang- orang dapat menebak dengan tepat bahwa dia adalah seorang wanita. Beberapa kali pria- pria mesum berotak kotor berujar: "gede amat mbak...", "sini dong termenin abang...".
Meski gadis itu sedikii jijik dan kesal menerima ujaran- ujaran yang menurutnya kurang ajar itu, tapi tidak pernah sekalipun dia menggubris perkataan-perkataan kotor itu. Seolah semuanya hanya angin lalu yang tidak pantas diperhatikan. Urusannya saat ini lebih penting dari sekadar memberi pelajaran kepada pria- pria pengangguran yang kurang kerjaan. Dia masih berjalan dengan langkah lebar.
Gadis itu berhenti di sebuah gang sempit.
Seharusnya dia ada di sini..., pikirnya
"Keren juga gaya lo....," kata sebuah suara dari seseorang yang entah sejak kapan berada di belakangnya.
Mira berbalik lalu tersenyum kecil kepada seorang gadis muda cantik berpakaian serba hitam dengan sebuah tas kecil di punggungnya. Rambut gadis itu diikat ekor kuda. Umurnya mungkin sebaya dengan Mira.
"Seperti biasa..., suka kemunculan yang dramatis ya, Liza..." kata Mira lirih. Dia masih ingat saat pertama kali bertemu Liza. Kejadiaannya sekitar setahun yang lalu. Saat itu Mira membantunya lolos dari kejaran mafia yang jaringan mereka diretas oleh Liza. Setelah kejadian itu bisa dibilang mereka berteman.
Liza cuma mendengus pendek. Dengan cuek dia duduk di sebuah kursi kayu yang tampaknya sudah mulai rapuh tidak jauh dari tempat Mira berdiri.
"Jadi..., kenapa si Ratu Hacker ini mau mengunjungi orang kecil ini?" tanya Liza sambil memainkan tangannya.
Mira tersenyum kecil mendengar kalimat yang menurutnya rendah hati itu. Menurut Mira, Liza adalah seorang hacker yang hebat. Teknik- tekniknya sangat bervariasi dan kreatif menurut Mira. Satu- satunya orang yang menurut Mira sangat pantas disebut rivalnya. Tapi itu dulu sebelum akhirnya Mira menghilang dari komunitas hacker internasional dan memilih bergerak secara individu. Mira sadar bahwa dia tidak bisa mempercayai semua orang di dunia itu. Kecuali Liza.
Mira merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda kecil mirip kancing baju, dan menyerahkannya ke tangan Liza.
Liza meneliti benda itu sejenak.
"Penyadap sekaligus pemancar," katanya sambil mengerutkan keningnya dan memandang Mira dengan tatapan bertanya "darimana?"
"Di rumah..."
"Maaf?!"
"Di rumah gue, dan jumlahnya ada 7 buah," kata Mira sambil menunjukkan keenam penyadap lainnya.
Liza tampak kaget. Tapi dia segera memasang wajah datarnya kembali. Dia sama sekali tidak berkomentar.
"Di benda itu ada tanda y dan tulisan EAR, telinga, yang gue gak tahu apa artinya. Menurut dugaan gue, itu mungkin nama organisasi," kata Mira perlahan.
Liza menatap mata Mira selama beberapa detik lalu kembali memeriksa benda di tangannya.
"Dan lo mau gue cari informasi tentang organisasi itu kan? Atau setidaknya arti dari inisial EAR itu...," tebak Liza.
Mira mengangguk pelan.
"Gue tahu gak ada orang yang bisa mengimbangi si hebat Zaxic dalam mencari informasi," kata Mira sambil tersenyum. Dia sengaja menekankan nama sandi Liza. Mira tahu Liza punya harga diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
EAR--MIRA
ActionMira merupakan seorang gadis SMA yang cukup populer di sekolahnya. Selain memang sangat cantik, gadis kelas X SMA Yudistira ini juga menjadi orang paling pintar diangkatannya. Hidupnya sebenarnya sangat bahagia. Dia memiliki Ibu yang selalu menyayan...