Freya Ayu Maharani.
Nama yang tersemat di name tag yang dikenakan oleh gadis itu. Menyandang gelar mahasiswa tingkat akhir. Harusnya dia berada di auditorium mengikuti ujian akhir bersama temannya dan bukan duduk di bangku yang disediakan di gedung parlemen ini.
Skandal besar yang menghebohkan Tanah Air. Arnando Seno Candrakarta, politikus muda. Karier politiknya terancam hancur. Video Syur yang diduga dirinya tersebar di sosial media. Sampai sekarang pihak kuasa hukum dan keluarga tetap bungkam.
Pemerintah mengambil langkah tegas...
Freya sudah tidak lagi mendengarkan berita itu karena seorang lelaki muda memanggil namanya.
"Silahkan masuk..."
Tubuh Freya bergerak bangkit. Tiba-tiba tangannya basah. Tubuhnya dingin. Ketakutan dan kegelisahan menyerbunya.
"Pak Arnan sudah menunggu Anda."
Mendengar nama lelaki itu malah memberikan efek buruk pada tubuhnya. Dadanya sesak, dan jantungnya berdetak kencang.
Tidak, Freya. Jika kau menuruti tubuhmu untuk kabur, masalah ini tidak akan berakhir.
Freya mengambil napas panjang. Menghembuskannya pelan. Dengan penuh tekad, Freya akhirnya masuk ke dalam.
Tubuhnya seketika terjingkat terkejut karena pintu di belakangnya sudah tertutup. Freya menelan saliva. Kedua tangannya saling meremas, ketakutan.
"Kamu punya nyali besar ternyata..."
Suasana tegang menyelimuti ruang yang didominasi warna cokelat muda. Sang pemilik ruangan bergerak mendekati Freya yang berdiri di tengah ruangan.
"Apa yang kamu inginkan? Belum cukupkah kamu dan Ayahmu menghancurkan karierku?!"
Mata Freya memejam sesaat. Dirasanya kedutan berkali–kali pada kelopak matanya menimbulkan rasa tidak nyaman.
"Selain berani, kamu ternyata juga tuli!"
"Aku—maksudnya saya." Sekali lagi Freya menelan salivanya. Gugup dan bingung merangkai kata. "Saya kemari untuk meminta maaf."
"Meminta maaf tidak akan mengembalikan apapun. Nasi sudah menjadi bubur."
"Bukan begitu! Saya—"
"Apa lagi!?"
Kepalanya sontak mendongak mendengar nada tinggi dari lelaki di hadapannya. Mata cokelat bening milik Arnan membawanya pada kenangan dimana dia begitu mengagumi lelaki dihadapannya ini.
Arnando Seno Candrakanta.
Politisi muda yang memiliki bakat dan prestasi. Program kerjanya benar–benar membantu banyak masyarakat. Sikapnya tegas, berwibawa dan juga....Tampan.
Freya tidak mungkin melupakan satu kata terakhir dalam pikirannya. Jika sekarang lelaki ini marah, itu sudah patutnya. Pelan tubuh Freya berlutut. Dia kesini bukan untuk mengagumi Arnan, melainkan melakukan hal ini.
"Kamu gila, ya?"
"Saya ke sini untuk meminta belas kasian..."
"Belas kasih? Tidak!" tubuh Arnan berbalik. Lelaki itu melangkah menjauh mendekati mejanya. Tangannya terkepal menahan amarah. "Apa dengan belas kasihku, semuanya akan kembali?" geram Arnan kembali berbalik. Berjalan cepat berdiri menjulang di hadapan Freya.
"Dimataku dulu..." tekan Arnan. "Kamu gadis baik dan cerdas, Fre. Tapi sayang sekali, sekarang kamu hanya gadis licik dan saya membenci kamu!"
Kalimat itu menohok dirinya. Freya menahan tangis menatap manik Arnan. Masih dalam posisi berlutut dihadapan lelaki itu, Freya membuka suara.
"Benci saya. Tapi tolong, lepaskan Ayah saya..."
Seringai jahat muncul di wajah tampan Arnan. Lelaki itu berlutut. Mencengkeram rahang Freya kuat tanpa memperdulikan gadis itu meringis kesakitan.
"Melepaskan?! Tidak. Ayah kamu sudah menerima hukuman dari perbuatannya. Dan kamu, seperti rencana Ayahmu, kita akan menikah..." Ujung bibir Arnan tertarik, "Saya akan buat hidup kamu sengsara. Itu balasan karena kamu dan Ayahmu sudah menghancurkan kehormatan dan karier saya!"
Benar. Ayahnya seorang wartawan yang terobsesi dengan seorang Arnando Seno Candrakanta yang pada akhirnya nekad menjebak lelaki itu demi mendapatkan uang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Still With You [TAMAT]
Romance[Cerita Lengkap silahkan Baca di app CABACA, update setiap hari RABU] *** Menyandang gelar Mahasiswa tingkat Akhir selalu dibayangi oleh namanya Skripsi. Akan tetapi, Freya Ayu Maharani tidak demikian. Karena obsesi Ayahnya terhadap seorang Arnando...