Chapter 2 - Gelap?

130 35 55
                                    

"Meski aku mencoba tuk berpura-pura tak terjadi apa-apa
tapi aku tetap tak bisa menyembunyikan rasa sakit" dihatiku.

~ATHANASIA~


Anton masih terdiam diruang tamu sembari meneguk kopi hitamnya. Sementara satu tangannya yang lain mengotak-atikkan ponselnya menghubungi seseorang.

"Apakah tawaranmu masih berlaku?." Tanya Anton pada orang diujung sambungan.

"....."

"Aku menerima tawaranmu." Anton menatap gelas kopi ditangannya.

"....."

Anton berdecak jengkel."Baiklah,-
akan ku bawa dia besok malam."

Anton pun memutuskan sambungan telepon dan meletakkan gelas kopi dimeja seraya beranjak dari duduknya.

...

Tok...tok...tok

"Non.."

"Non Ana.."

Ana terbangun dari tidurnya, mendengar pintu kamarnya di ketuk seseorang. Sepertinya ia tertidur setelah kelelahan menangis tadi. Ia melihat jam, pukul 22.00. dia tertidur 4 jam.

Ana bangkit dan membuka pintu kamarnya. Dia melihat disana; bi Ina berdiri sambil membawa kotak P3K. Ana tersenyum dan menyuruh bi Ina untuk masuk.

"Bibi ngapain kesini? Nanti kalau mama dan papa tau bibi bisa kena masalah." Ucap Ana.

"Astaghfirullah, Liat ini wajah non Ana ya Allah. Sini bibi obati dulu." Ujar bi Ina mengabaikan ucapan Ana.
Bi Ina menarik tangan Ana untuk duduk dilantai.

"Ga usah bi, Ana baik-baik aja."

"baik-baik Apanya non. Liat ini ya Allah..."

Bi Ina tidak tahan untuk tidak mengeluarkan air matanya ketika menyentuh luka-luka di wajah Ana. Anton memang sangat kejam.

Bi Ina mulai mengobati luka-luka Ana dan memberikan plaster di luka Ana.

"Bibi jangan nangis. Nanti luka Ana gak jadi sembuh deh." Ujar Ana pelan sambil tersenyum kearah bi Ina.

"Bi..bi..gak.. nangis kok, bibi Cuma nguap non." Kilah bi Ina.

Ana tertawa mendengar ucapan bi Ina. Mana ada orang nguap sesegukan pikir Ana.

Beberapa menit kemudian...

"Udah?." Tanya Ana.

"Udah, ini..."

Bi Ina memberikan beberapa roti dan sebotol air mineral pada Ana.
Ana menatap bingung bi Ina.

"Maaf ya non, bibi gak berani ambil nasi di dapur. Untungnya den Arsen dan den Andrew menitipkan ini buat non. Non Ana kan tadi belum makan. Nanti non bisa sakit." Jelas Bi Ina dengan nada khawatir yang terselip didalamnya.

Ana menatap haru bi Ina, "Terimakasih bi, nanti Ana pasti akan makan rotinya."

"Yaudah kalau gitu bibi turun kebawah dulu. Nanti tuan sama nyonya bisa curiga. Jangan lupa dimakan rotinya ya. Bibi pergi dulu."

"Siap. Kapten." Ucap Ana sambil hormat.

Ana dan Bi Ina tertawa. Bi Ina pun keluar dari kamar.

Ana menatap kepergian bi Ina, dia sangat banyak berhutang budi pada bi Ina dan keluarganya. Tak terasa air matanya kembali menetes. Orang yang bukan siapa-siapanya saja sangat peduli padanya. Tapi kenapa mama dan papanya sendiri tidak pernah peduli padanya?.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATHANASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang