Saat benci mulai lelah, apakah rindu datang secara diam-diam?
--Let Me--
October 02, 2020.***
Alden mendorong pintu utama rumahnya, sesudah mengantar Rara pulang, cowok itu spontan pulang ke rumah. Meskipun tadi, Tulus mengajaknya untuk pergi ke Rumah Sakit, namun terpaksa pulang terlebih dahulu karena ibunya. Ia tidak tahu mengapa Tari—ibunya—memintanya pulang.
Ia mulai berjalan menaiki anak tangga, saat dirinya tak menemukan Tari di sini. Kemungkinan besar wanita itu ada di dalam kamarnya. Alden mulai memutar knop pintu, benar saja Tari ada di sana. Dia sedang menonton tv, dengan secangkir teh dan beberapa cemilan yang berada di atas meja.
Refleks Alden masuk ke dalam, tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk menyadarkan ibunya. Cowok itu duduk di samping ibunya, spontan Tari terkejut mendapati putranya yang sudah datang tanpa intruksi.
"Kalau masuk itu salam dulu, mau punya orang tua jantungan?"
Manik cokelat terangnya menatap Alden—yang sudah menjadi kebiasaan cowok itu mengejutkannya—yang berada di sampingnya.
Cowok itu menyandarkan punggungnya di kepala sofa, sambil mencomot kue kering yang menganggur.
"Aku udah ucap salam waktu masuk rumah. Bunda mana denger kalau udah fokus sama tv," sahutnya, lantas memakan kue tersebut.
Tentu saja Alden berbohong, cowok itu langsung masuk ke dalam tanpa salam. Beruntungnya Tari tak mengetahui itu, bisa-bisa dia akan diceramahi.
"Tumben banget, biasanya juga langsung masuk kayak uler."
Alden berdecak. "Harusnya, Bunda bersyukur bukannya malah nyama-nyamain aku sama hewan."
Tari terkekeh. "Iya, deh. Bunda bersyukur."
Alden menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bunda kenapa nyuruh aku pulang?" Manik matanya menatap Tari.
Wanita itu mengembuskan napas beratnya. Sebetulnya, ia ragu untuk menanyakan sesuatu yang membuat putranya sakit. Namun ia tak memiliki pilihan lain, ia begitu mengkhawatirkan orang yang selalu memenuhi benaknya selama ini.
Alden merasa ada yang janggal di sini. Manik hitamnya menatap nanar Bundanya yang sedang melamun, apa pertanyaan tadi menyinggung hatinya?
"Bun, kok malah murung?"
Tangannya memegang bahu ibunya, berniat memberi kehangatan padanya.
Ia menggeleng, seraya mengulum bibirnya. "Bunda khawatir sama dia, Den."
Dengan berani, wanita itu memandangi putranya. Raut wajah hangat putranya berubah menjadi dingin, setelah ia mengatakan sesuatu yang paling dia benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me - On Going
De TodoSebuah sentimen yang bermula dari sebuah masa lalu hebat yang berimbas melahirkan luka yang teramat dalam. Luka lara yang tak kunjung mengering sepanjang waktu, bahkan tak yakin dapat terobati. Raga ini tak berkuasa saat ego mengambil alih fungsi n...