Bagian Tiga

53 19 4
                                    

Hening sejenak, suara langkah itu tak terdengar lagi. Tiba-tiba, suara khas pecahan kaca tersentak begitu saja. Nyaris membuat gadis itu berteriak, namun ia masih sanggup menahan rasa terkejut dan ketakutannya kala itu. Ada sesuatu yang membuatnya melupakan perasaan terkejut itu, yakni suatu benda yang terlihat berkilau di bawah pendar cahaya tak jauh darinya. Benda itu memantulkan cahaya yang diterimanya tepat pada wajah gadis itu. Bermaksud memuaskan rasa keingintahuannya, dengan sigap jemari lentiknya menggapai benda itu dan mendekapnya dalam genggamannya.

“Ah!” Suara nyaring menggema di dalam ruangan itu tatkala ia tak sengaja menjatuh potongan cermin yang semula ia genggam.

Ia tak mengetahui asal muasal potongan cermin itu namun entah mengapa ia tertarik untuk memungutnya kembali dan mengabaikan fakta bahwa ujung jarinya telah mengeluarkan setitik darah lantaran tergores tajamnya ujung cermin itu, bahkan darah miliknya sempat menempel pada cermin itu namun tanpa ia sadari cermin itu seolah menyerap darahnya dengan cepat tanpa meninggalkan sisa. Kini cermin itu telah berganti kepemilikan, ia tak lagi memihak dan membagikan kekuatannya pada Raja Christopher.

Jika kalian menebak potongan cermin itu adalah bagian dari cermin ajaib. Ya, itu memang kenyataannya.

Mula-mula ia dapat melihat pantulan dirinya dalam cermin itu, ia dapat melihat surainya yang menggimbal tak layak. Tak seperti ingatannya dulu tatkala rambut cokelatnya ditata dengan apik oleh adiknya dan diberi hiasan pita berwarna merah favoritnya. Kemudian ia melihat bagian kulit di sekitar matanya yang menghitam.

“Buruk rupa,” ucapnya perlahan saat menatap pantulan dirinya dalam cermin itu.

“Rene...,” gadis itu terkesiap dan refleks menggidikkan bahunya, “... keturunan pertama Raja Christopher, pewaris tahta Kerajaan Axious. Katakanlah 'cermin, cermin di dinding' kelak kujawab seluruh keingintahuan yang Tuan Putri rasakan dan akan ku kabulkan apapun yang Tuan Putri pinta,” lanjut cermin itu.

“Bagaimana bisa cermin itu berbicara? Dan bagaimana bisa ia mengetahui namaku dan Ayah?” batinnya.

Ia masih mencerna pikirannya, namun entah mengapa sesuatu mendadak muncul dalam benaknya. Sesuatu yang membuatnya merasa penasaran, sosok yang ia rindukan dan cintai. Meski keraguan masih menggantung dalam perasaannya, perlahan ia membuka mulutnya. “Cermin, cermin di dinding...,” ia terdiam sesaat, “... bisakah aku bertemu dengan Pangeran Hueningkai dari Kerajaan Alaire?” tuntasnya.

“Tentu saja, Tuan Putri. Dalam waktu dekat ini.” Penuturan cermin itu mengejutkannya, sekaligus memberikannya harapan dibalik keputusasaan atas ketidakpastian di balik jeruji. “Cermin, cermin di dinding. Katakan padaku, apakah aku akan menikah dengan Pangeran Hueningkai?” tanyanya antusias.

Belum sempat cermin ajaib itu bersuara, tiba-tiba terdengar kelontang suara besi yang beradu memecah keheningan di ruangan bawah tanah.

Seketika penghuni di dalamnya ikut bersiaga, ia menyembunyikan potongan cermin ajaib itu di balik pakaiannya. Rene mendorong tubuhnya lekat-lekat ke dinding sembari memeluk kuat kedua kakinya yang ia rapatkan ke badan, telapak kakinya yang telanjang mulai terasa dingin. Sesekali ia sengaja menggoyangkan kepalanya agar surai cokelatnya bergerak menutupi penglihatannya, khawatir jika Ayahnya—Raja Christopher—tiba-tiba muncul di hadapannya.

“Kakak, kau tertidur?” Suara nyaring itu menenangkan degup jantung Rene. Seketika ia mendongakkan kepalanya, memastikan pendengarannya dengan membiarkan penglihatannya menangkap sosok gadis belia memakai gaun berwarna kuning jagung dan rambut hitamnya yang ditata apik dengan bandana merah stoberi yang terpatri di sela-sela rambutnya. Chae, satu-satunya adik yang ia percaya lebih dari siapapun.

“Chae? Kaukah itu?” Entah kekuatan dari mana, Rene mendekati adiknya dengan ganas membenturkan lututnya yang sudah terpatri bekas luka terbuka di sana. Bermaksud menyambut kedatangan Chae.

Lokawigna | Son Chaeyoung [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang