Bagian Satu

78 20 11
                                    

Pesta panen diselenggarakan di Axious, terdengar kebisingan lalu lalang penduduk mulai mengisi awal hari di sebuah kerajaan pesisir teluk Ambra. Kala itu, terlihat gerombolan anak-anak yang berlari dengan antusias melewati kebun-kebun yang berlumut terus ikuti jalan setapak yang berbatu hingga mereka bergabung dalam barisan penduduk yang berjalan iring-iringan dengan sorakan bahagia.

Beberapa diantara mereka adalah petani dan pemuda yang masing-masing membawa segenggam untaian padi yang menguning atau pun biji-bijian lainnya, sebagai simbolis hasil panen. Adapun orang-orang terhormat, seperti para istri bangsawan bergaun panjang yang didominasi warna biru dan merah dengan gembira menggandeng putra-putri mereka. Tak lama kemudian dentuman musik yang berasal dari tamborin dan terompet bersautan dan memeriahkan pesta panen kala itu.

Beberapa penduduk di sisi jalan mulai menaruh atensi pada pawai yang berkeliling menelusuri pemukiman dan sebagian penduduk lebih memilih menikmati musik serta sorakan penduduk sembari membagi fokusnya pada aktivitas yang mereka lakukan. Ada pria paruh baya yang sibuk menyiram tanaman di pekarangan rumah, bibi bercelemek putih yang  memarkir sepeda keranjangnya untuk mengantar botol-botol susu hasil memerah, remaja lelaki yang setia duduk di dekat kawanan domba yang diikat pada sejengkal kayu yang sengaja dipalu di tanah sembari menanti nasib baik, barangkali nantinya ada saudagar kaya dan baik hati yang ingin menukar domba-domba gemuknya dengan beberapa koin emas.

Barisan pawai itu berjalan menuju kastel Kerajaan Axious, di sana keluarga kerajaan menanti seserahan hasil panen yang melimpah pada periode ini. Tradisi ini rutin dilakukan setiap tahun di Axious, sebagai wujud rasa syukur penduduk atas kemakmuran hasil panen kali ini sekaligus memanjatkan doa agar hasil panen periode selanjutnya dapat memperoleh kemakmuran jua. Layaknya acara tahunan, kastel memang sengaja dibuka untuk umum agar keluarga kerajaan dapat bercengkrama dengan seluruh rakyat Axious.

Jika boleh jujur, keluarga kerajaan memang cenderung tertutup dan hanya pada acara tertentu—seperti pesta panen tahunan dan acara besar lainnya—Raja Christopher akan melakukan open house  sebagai ajang ramah tamah dengan seluruh rakyatnya sekaligus ajang untuk memperkokoh kesan keluarga kerajaan yang ‘bahagia dan tentram’.

Rakyat yang berjalan beriringan satu per satu mulai memasuki aula kastel Kerajaan Axious, dengan tertib mereka berjalan ke arah kiri dan kanan bagian dari ruangan itu. Menyisakan beberapa pemuda lelaki yang berdiri di ujung karpet merah, bersiaga untuk menyerahkan simbol pesta panen kala itu yang berupa gundukan piramida padi yang menguning serta beberapa biji-bijian lainnya yang dihias sedemikian rupa pada nampan keemasan yang mereka bawa.

Rakyat Axious menunggu kehadiran sang Raja dengan penuh antusias, suara riuh akan antusiasme mereka pun memenuhi ruangan itu. Hingga suara ketukan palu khas yang berulang sebanyak tiga kali menginterupsi keriuhan itu, menjadi pertanda bahwa Raja Christopher akan menuju singgasananya. Seluruh atensi mulai terfokus pada Raja Christopher yang berjalan dengan gagah menuju singgasananya, diikuti oleh ketujuh kurcaci yang merupakan penasihat kerajaan yang ahli dalam berbagai bidang seperti politik, kesehatan, pertahanan dan berbagai bidang-bidang lainnya.

“Rakyatku, Axious sungguh kaya akan kebahagiaan penduduknya yang makmur. Sungguh, Axious sangat berterimakasih atas kerja keras kalian karenanya hasil panen kita kali ini melimpah,” ucap Raja Christopher setelah duduk pada singgasananya.

“Untuk menyambut pesta panen kali ini, aku mengundang seluruh rakyatku untuk hadir dalam upacara pernikahan putriku bersama seorang pangeran Kerajaan Alaire, Pangeran Hueningkai. Rakyatku, kupersembahkan putri tunggalku. Perempuan berhati kuat layaknya setangkai mawar, kulitnya seputih salju, serta bibir semerah darah, dan rambut sehitam sayap burung gagak. Chae, putri kecintaan dan harapan Axious!”

Bersamaan dengan akhir ucapan Raja Christopher, sesosok gadis mungil muncul dari balik tirai keemasan. Dengan tatapan berbinar, ia melangkah dengan hati-hati menuju singgasana sembari memamerkan bibir merah yang ia lengkungkan dengan manis ke berbagai penjuru. Menjadi atensi kerap membuatnya agak gugup sehingga ia sempat menginjak gaun mewah berwarna kuning jagung yang ia kenakan dan membuat sepatu kacanya terlepas begitu saja.

Lokawigna | Son Chaeyoung [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang