Prolog

76 12 2
                                    

.
.
.

Rasa sesak menghimpit dadaku. Dengan rakus aku mengambil nafas sebanyak mungkin. Asap panas terasa lekat dileher. Mataku terasa memanas hingga mengeluarkan air mata yang cukup banyak. Kepalaku mendongak menatap langit-langit yang tidak aku ketahu.

'Dimana aku?'

Pertanyaan yang sama terus berulang-ulang. Tiang-tiang ditepi kasur jelas bukan tiang-tiang khas rumah sakit. Aku menatap keluar jendela yang terbuka lebar, hamparan langit biru dengan beberapa gumpalan awan dan beberapa burung yang berterbangan disana. Indah.

Pemandangan yang semakin membuatku yakin aku berada ditempat antah berantah adalah, bentuk bayangan dua buah bulan sabit yang terlihat jelas karena pantulan sinar matahari.

'Apa aku sudah diakhirat?' tanyaku membatin.

Kriek. Pintu terbuka memperlihatkan seorang perempuan berpakaian khas seragam pelayan seperti dinovel-novel yang sering kubaca. Mata perempuan itu berkaca-kaca ketika menatapku dari jauh.

"Nona! Akhirnya kau bangun juga!" pekiknya senang. Aku tidak mengerti, perempuan itu berjalan cepat dan memelukku erat.

"A–ak uhuk-uhuk!!!"

Leherku terasa serak dan menyakitkan. Berapa lama aku tidak minum? Rasa seperti menelan banyak pasir ditenggorokanku.

"Nona?!" perempuan itu dengan sigap menuangkan air dicangkir yang berada tepat disamping tempat tidur. Aku bahkan baru sada ada itu disana karena terlalu sibuk menatap keluar dan memikirkan dimana aku sekarang.

Aku hanya menerima perlakuan dari perempuan baik hati ini. Tubuhku terasa panas dan remuk. Perempuan itu meletakkan telapak tangannya dikeningku. Aku bisa melihat dengan jelas kernyitan yang tercipta tepat setelah dia menyentuh ku.

"Astaga nona, tubuh anda masih panas." ucapnya kecil. Aku bisa melihat bulir air mata menetes dari kelopak matanya. Hei, aku yang sakit disini kenapa malah kau yang menangis?

"Aku... Dimana?"

Perempuan itu terlihat terkejut. Pupil matanya membulat hingga membuatnya berdiri dan mundur kebelakang hingga punggungnya terbentur dinding.

"Nona... Kau tidak ingat?" tanyanya khawatir.

Aku menggelengkan kepalaku. Rasanya ada sesuatu yang mencoba menelusup masuk kedalam otakku. Ada perasaan panas juga dingin yang terus bergonta-ganti didalam tubuhku. Aku sedikit meringis merasakan tekanan itu hingga pintu kamar tempatku tidur ini kembali didobrak.

Disana mataku bisa melihat laki-laki dewasa dengan mata sewarna kuntum lilac, ungu tua. Rambutnya hitam legam setengkuk dan bibirnya terlihat tersenyum menyeringai.

"Wah, sepertinya putri kecilku berhasil menahan ledakan sihirnya ya." ucap orang itu tersenyum lebar.

'Putri? Siapa? Aku? Kau yakin menyebut perempuan seusiamu sebagai putri?' batinku bertanya-tanya.

Aku menunduk karena leherku terasa sakit dan berdenyut keras. Aku juga memperhatikan tanganku yang terlihat lebih kecil dari biasanya.

Apa yang terjadi? Apa kebakaran bisa menyusutkan ukuran tubuh seseorang?

Aku melirik kesekitar, menghiraukan laki-laki yang memanggilku putrinya. Sebuah kaca besar memantulkan rupa gadis mungil dengan rambut pirang dengan warna manik mata yang sama dengan laki-laki itu. Aku seketika membulatkan mataku.

Apa ini?! Apa aku merasuki tubuh seseorang?!

.
.
.

T
B
C

Dusk Of DinastyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang