Murid Baru

44 8 4
                                    

"Ini warna favoritku" Ujar Alex menunjuk warna merah

Bintang meraih botol pewarna berisi warna merah. Kemudian melihatnya dari dekat.

"Kalau Kakak suka warna apa?" Ibu yang sedang melukis di samping keduanya tersenyum tipis. Baru kali ini, ada yang menemani Ibu melukis di rumah. Alex biasanya sibuk bermain dan ayah masih bekerja di rumah sakit.

Alex juga sangat bersemangat kali ini, karena ada Bintang tentunya. Dia benar-benar mengajari Bintang banyak hal.

Bintang meraih botol pewarna yang didalamnya berisi cat berwarna biru muda. Bintang mendekatkan botol itu ke dekat matanya. Melihatnya kemudian menyodorkan ke Alex.

"Ini warna biru muda, kak. Kakak menyukainya?" Alex memberi tahu. Bintang terlihat seperti sedang berpikir.

"Coba sebutkan! Bi-ru mu-da" Ujar ibu mengajari Bintang berbicara.

"Bi...ru... mu.. da" Jawab Bintang. Wajahnya masih tanpa ekspresi.

"Wah, kakak akhirnya bicara." Alex bertepuk tangan.

Ibu terlihat begitu terkesima. Sebenarnya, dia ini siapa. Dia begitu cepat mempelajari dan memahami sekitar. Gumam ibu dalam hati.

Saking semangatnya Alex bertepuk tangan, Ia sampai menyenggol botol cat di sampingnya. Brak.

"Oh ya ampun." Ibu terbangun dari mimpinya.

"Ah, aku pasti ketiduran semalam." Ibu tersadar kalau dia sedang tidur di meja makan. Dia sepertinya kelelahan karena pulang malam dari rumah sakit tempat Alex dirawat. Ia melirik ke arah handphonenya. Hari sudah pagi.

Ibu segera melangkah ke wastafel untuk mencuci muka. Akhir-akhir ini, Aku terus memimpikan masa lalu. Pertanda apa ini?. Batin Ibu dalam hati.

Ibu mengecek handphonenya. Melihat agenda kegiatannya hari ini. Aku harus mengajar jam sepuluh nanti. Ibu segera bersiap-siap.

***

Ting tong

Seseorang membuka pintu dari dalam. Seorang laki-laki berpakaian resmi tersenyum ke arah Ibu.

"Maaf, putriku belum bisa belajar melukis bersama mu sekarang. Bagaimana kalau sore?. Dia masih ada urusan di kampusnya."

"Ah iya, tidak apa. Baik, nanti sore sekitar pukul 4, saya akan ke sini." Ibu menjawab dengan ramah.

"Baik, terimakasih."

"Kalau begitu, saya pamit." Ibu melangkah ke luar gerbang rumah yang terbilang cukup mewah. Satpam rumah tersebut membuka gerbang untuk Ibu.

***

Sampai di ruang rawat Alex, Ibu meletakkan tasnya di meja kecil samping ranjang. Kemudian mengelus pelan dahi Alex. Luka di dahinya terlihat dibalut perban. Alex langsung terbangun.

"Ibu.." Alex berkata pelan memanggil ibunya.

"Hmm? Ada yang sakit, nak?"

"Bintang, bu. Aku melihatnya ssbelum aku kecelakaan." Ibu malah tersenyum tipis mendengar pernyataan Alex.

"Aku tidak berbohong bu. Dia masih terlihat sama. Dia Bintang yang kita kenal."

"Justru itulah yang membuat ibu tidak percaya. Mana mungkin Bintang masih terlihat sama?. Kamu pasti salah lihat. Yang kamu lihat pasti orang lain yang mirip dengan Bintang." Ibu memegang tangan Alex.

"Ibu menyayangimu. Jangan ingat-ingat lagi tentang semua itu, ya. Masa lalu harus dilupakan, jangan sampai mereka menyakitimu."

"Apakah Ibu pikir, Aku kecelakaan karena melihat Bintang? Tidak, bu. Itu murni keselahanku. Aku yang tidak melihat lampunya sudah berubah jadi hijau." Alex

Ibu hanya tersenyum tipis, kemudian melangkah keluar kamar inap Alex.

Ibu berjalan-jalan di sekitar koridor rumah sakit. Mencari angin sekaligus berusaha menyembunyikan air matanya dari Alex.

"Pagi, apakah Anda Pak Leo?. Saya baru tahu kalau Anda adalah dokter." Ibu menyapa seorang dokter yang sedang mengobrol bersama dua orang perawat. Dokter tadi adalah orang yang Ia temui di rumahnya tadi pagi.

"Pagi, bu. Ah iya betul. Anda Bu Manda, 'kan?. Guru melukis Stella?" Dokter tersebut menyapa balik.

"Iya, aku pikir, Anda bukan dokter." Ujar Bu Manda

"Ah, iya Aku seorang psikiater." Dokter Leo terkekeh.

Mendengar kata Psikiater, Ia kembali teringat suaminya. Suaminya pun adalah seorang psikiater.

"Suamiku seorang psikiater juga." Ujar Bu Manda.

"Ah, maksudku mantan suamiku."

"Eh, untuk apa aku mengganggu waktumu seperti ini. Anda pasti sedang sibuk. Baiklah, saya permisi. Terimakasih." Ibu pun pergi meninggalkan Dokter Leo yang masih mengobrol dengan dua perawat.

***

Ting tong

Sore harinya, Ibu pergi ke rumah dokter Leo untuk mengajar les melukis.

"Silakan masuk, bu." Pelayan rumah segera mempersilakan Bu Manda untuk masuk. Mempersilakan Bu Manda untuk duduk di ruang tengah.

"Duduk di sini dulu, ya, Bu. Nona Stella masih bersiap-siap. Saya permisi." Pelayan tadi pergi ke dapur. Bu Manda tak lupa melempar senyum sebelum pelayan tadi pergi.

"Sore, Bu." Tak lama kemudian, seorang gadis berusia 20 tahun itu muncul di pintu ruang tengah. Mengenakan gaun biru muda selutut, rambut sepunggung kecoklatannya menambah keanggunannya.

"Bintang." Ibu terperanjat. Ia segera berdiri.

"Ah, ibu benar. Namaku Stella, artinya Bintang kan." Gadis tadi menghampiri Ibu dengan ceria.

"Kamu, bukan Bintang?" Ibu masih tak percaya dengan yang dilihatnya.

"Bukan, bu. Aku Stella." Ibu terkekeh mendengarnya. Kenapa dia malah jadi seperti Alex. Bukankah dia sendiri yang mengatakan kalau dia tak percaya bahwa Bintang yang Alex temui saat itu.

Mereka segera memulai pelajaran melukis.

"Um, untuk hari ini...ibu ingin melihat bagaimana caramu melukis dan ingin melihat hasilnya juga. Mulailah."

Stella tersenyum manis. Dia mengambil cat berwarna biru muda, kemudian mulai melukis di atas kanvas.

"Sepertinya, kamu sangat suka warna biru muda, ya. Bajumu, sepatumu, bahkan cat yang kamu pilih pun, berwarna biru muda." Ibu tersenyum

"Iya, hal pertama yang kuingat ketika bangun dari koma dua tahun yang lalu adalah warna kesukaanku." Ujar Stella riang. Sepertinya dia memang pribadi yang bersemangat.

Biru muda? Ah, pasti hanya sebuah kebetulan. Gumam ibu dalam hati.

"Koma? Kamu kecelakaan?" Ibu terlihat penasaran.

"Ah, iya." Jawab Stella

Kamu bukan Bintang. Kamu hanya mirip dengannya secara fisik. Tapi aku yakin, kalau kamu bukan Bintang. Bahkan, kepribadian kalian juga berbeda.




Is Human? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang