Barbeque

3.5K 766 136
                                    

Acara bakar-bakaran pun dimulai, tapi penghuni kosan gak lengkap kayak mas Aran yang harus asistensi sama dosen jadi tadi dia cuma nyicip sebentar aja, kang Ren yang jadi ojol masih harus cari order-an (kalau aku gak salah inget, paling awal kang Ren pulang jam 10 malam). Sisanya ada disini, menikmati makanan yang telah dihidangkan.

Kulihat dua kakak kembar itu bergantian membolak-balikkan sate, tapi seperti biasa kak Atsumu selalu heboh. Padahal kipas yang digunakan kipas elektrik, tapi dia masih mau ngipas pakai beberapa lembar tugasnya yang gak di-acc dosen. Mas Kita menaruh sate yang telah dibumbu di pembakar, sementara mas Akagi membantu dan sesekali menawarkan padaku untuk menambah lagi. Mereka gak membiarkan aku membantu karena acara ini dilakukan sebagai perayaan kedatanganku di kosan, jadi aku hanya duduk di pendopo dan melihat mereka dan menikmati barbeque. Mas Gin? Nyomot barbeque dari pembakar langsung, tapi ditiup dulu dong sama dia soalnya karena gak sabaran banget, pas langsung dimakan dia malah nangis karena kepanasan. Kalau mas Suna, dia paling males ikut kayak gini. Kudengar dari kak Atsumu, habis ngambil sate dia langsung masuk ke kamar.

"A-Anu, boleh duduk disini gak?"

Di sela-sela diriku tengah memakan sate, kutolehkan kepalaku pada seorang lelaki yang belum kukenal siapa. Aku pun mengangguk, menggerakkan tanganku guna mempersilakan ia duduk di hadapan.

"Boleh, duduk aja, mas," ucapku.

Kulihat ia menaruh piring dan gelasnya di atas meja, kelihatan gugup. Entah aku yang belum pernah melihatnya atau dia yang tak pernah memunculkan diri. Ini kali pertamaku melihatnya.

"S-Saya Riseki! Satu angkatan dengan mbak, anak FKIP." Ia berujar, memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya. "S-Salam kenal, mbak!"

Aku ber-oh panjang dan mengangguk-angguk. Kujabat tangannya, mengulas senyuman tipis. "Ohh, anak FKIP toh. Saya [Name], salam kenal ya."

Lelaki bernama Riseki itu mengangguk, menjauhkan tangannya dan segera menenggak air putih di gelasnya sampai habis. Aku mengerjap, melihatnya begitu cepat menghabiskan airnya. Padahal yang dibawanya itu air dingin.

"...Enggak ngilu, mas?"

Riseki menggeleng cepat. "E-Enggak kok, mbak!"

Aku tertawa kecil. "Ntar kembung loh," ujarku, berdiri dari kursi dan memegang gelasku yang kebetulan kosong. "Mau diambilin gak? Biar sekalian."

"Boleh--E-Eh! G-Gak usah, biar aku yang ambil sendiri, mbak!" tolaknya seraya ikut berdiri dari kursi dan memegang gelasnya. Aku menggeleng pelan, mengambil gelasnya dari tangannya dan membawanya.

"Santai aja, mas kalau sama aku. Lagian kita seangkatan, kukira disini udah pada tingkat atas semua," Aku berucap seraya tersenyum. "Panggil [Name] juga gak papa kok."

"Oh, i-iya mbak--maksudnya, [Name]."

"Aku panggil Riseki aja boleh?"

Ia mengangguk pelan, mengiyakan jawabanku. Aku pun berlalu meninggalkannya di pendopo, membawa dua gelas untuk diisi air kembali.

"Piwit!" seru mas Akagi. "Cie Rizki udah bisa ngomong sama cewek."

"Namanya Riseki, Akagi." Mas Kita membenarkan, membuat lawan bicaranya nyengir kuda.

"Eh iya, lupa."

"Hah? Apaan? Mbak [Name] ngomong sama siapa? Gak boleh nih gak boleh!" Kak Atsumu yang mendengar itu pun menyingsing lengan hoodie-nya, tapi keburu dihentikan oleh saudaranya.

"Gak usah macem-macem lo, ngerusak suasana aja taunya."

"Iya nih, diem kek disitu jadi kipas," sela mas Gin, membuat si pirang itu mendecak.

"Elo jangan ikut-ikutan dong, Gin!"

Aku tersenyum, membawa dua gelas berisi air dan berhenti di dekat mereka. Sejenak pandangan mereka teralih padaku, membuatku mengulas senyuman lebar.

"Makasih ya, mas-mas dan kakak semua! Sampai repot-repot bikin kayak gini buat aku."

Masing-masing dari mereka ada yang tersenyum, mengulum bibir, memasang wajah datar dan ada pula yang heboh dan ingin memelukku--kak Atsumu orangnya.

"Aduh, gemesin banget sih calon istri. Peluk dulu dong sini!"

"Tsumu."

Suara mas Kita cukup membuat kak Atsumu membeku di tempat. Ia menampilkan sengiran lebar dan hendak memeluk saudaranya, tapi ditampar lebih dulu sehingga dirinya menjauh.

"Jauh-jauh dari gue, jijik."

Aku pun pamit, berjalan menuju pendopo dan memberikan gelas Riseki. Lelaki itu tengah menyantap satenya langsung menelan makanan di dalam mulut dan menggerakkan kepalanya, mengucapkan terima kasih.

"Makasih, [Name]."

"Iya, sama-sama." Aku pun duduk di kursi, menyantap sateku kembali dan mencari-cari topik untuk membuka obrolan. "FKIP-nya jurusan apa?"

"Biologi," jawabnya. "Kalau [Name] di [Favourite Subject] 'kan ya? Keren dong!"

"Biasa aja sih hehe, tapi makasih ya. Jurusan kamu juga keren." Aku menenggak minumanku sejenak, mengusap jejak air yang tertinggal di sudut bibir guna punggung tangan dan mengambil makananku lagi di piring. "Mau jadi apa nanti?"

"Pengen jadi guru, sih. Tapi kalau ketemu orang aja ... aku masih gugup," ujarnya seraya menggaruk pipi. "Gak tahu deh bisa atau gak."

"Tenang aja, ini masih awal kok. Lama-lama 'kan kamu juga belajar." Aku menepuk tangannya yang berada di atas meja. "Semangat ya!"

Entah perasaanku atau aku yang salah lihat, tiba-tiba saja Riseki jadi terdiam membuatku mengibaskan tanganku di depan wajahnya.

"Shin, itu si Rizki--Riseki kagak berenti jantungnya gara-gara dipegang sama [Name]? Mau diperiksa gak? Takut gue ntar dia koid terus kosan jadi angker."

Kos-Kosan! [✓] || InarizakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang