"Kamu kenapa?"
Naya yang sedari tadi memijat kepalanya gelisah membuat Bayu yang melihatnya pun ikut merasa gelisah.
Gadis itu mendongak, menatap Bayu dengan mata yang bergetar seakan hendak menangis. "Bay, gimana, nih..."
"Kenapa, kenapa? Coba tenangin diri dulu. Tarik nafas, baru habis itu kamu cerita."
Naya menurut, mengikuti instruksi Bayu. Setelahnya ia mencoba menjelaskan. "Gini ... tiga hari lalu, kelasku dapat tugas Fisika. Hari ini tugasnya dikumpulin,"
"And ... you haven't done your homework yet?" tebak Bayu yang langsung dibantah keras oleh Naya.
"Bukan! Ih, aku belum selesai cerita, tau."
"Oh, sorry. Ayo lanjut."
Naya menggembungkan pipinya. "Hari ini tugasnya dikumpulin, tapi aku gak bawa bukunya..."
Mata Bayu melebar. "Kok bisa? Lupa ya?" Naya hanya mengangguk lemas sembari menghela nafasnya keras-keras.
Saat ini jam istirahat. Biasanya, Naya sudah terlebih dahulu menghampiri Bayu di kelas untuk ke kantin bersama. Namun kali ini, pria berlesung pipi itu tak kunjung menemukan gadisnya. Hingga akhirnya ia menemukan seorang Naya tengah mengobrak-abrik tasnya, kemudian menggaruk kepala seperti orang frustasi.
"Kamu ingatnya barusan?"
Naya mengangguk. "Iya, barusan banget. Tadi ada temenku yang nanya tugas. Loh, pas aku cek di tas taunya gak ada. Padahal udah ku kerjain."
Bayu yang duduk di depan Naya tampak berpikir keras. Kemudian ia memanggil salah satu siswa yang ada di kelas.
"Gue boleh liat soal tugas Fisika lo? Buku Naya ketinggalan, jadi mau nulis ulang," jelas Bayu. Teman sekelas Naya itu mengangguk, memberikan bukunya pada Bayu meskipun awalnya terlihat ragu.
"Aduh, emang keburu, Bay?" tanya Naya yang makin gelisah.
"Keburu, sayang. Jangan panik," jawabnya sambil melirik jam tangan, "bel masuk masih 15 menit lagi. Asal kamu nulisnya gak lama, bakal keburu, kok. Kalau udah selesai, nanti ku bantu ngerjain."
Naya hanya mengangguk nurut. Diambilnya sebuah pulpen dan buku kosong yang tersimpan di tasnya setiap hari, untuk berjaga-jaga setiap kali ada insiden seperti ini; buku tertinggal.
Dengan gerakan cepat, Naya menorehkan tinta pulpennya di atas buku. Tulisannya sudah mirip ceker ayam saking tidak rapinya. Namun ia benar-benar tidak peduli, membuat Bayu terkikik beberapa kali.
"Jangan terlalu cepet, nanti ada yang salah, malah makin ribet."
Sedangkan Naya menggeleng, kepalanya masih tertunduk dan fokusnya masih tertuju pada tulisannya. "Gak bakal, udah biasa nulis cepet."
Kurang lebih 7 menit Naya habiskan untuk menulis 10 soal. Jari-jarinya ia regangkan sesaat, kemudian melirik jam tangan sebelum akhirnya menatap Bayu.
"8 menit lagi, Bay. Keburu gak, ya? Ini soalnya susah-susah..."
"Kan ku bilang jangan panik," ujar Bayu sembari mengambil bukunya. Satu persatu soal disana ia cermati, hingga ia tersadar akan sesuatu.
"Guru Fisika kita sama, kan?" tanyanya, "Bu Nia?" Naya mengangguk.
"Oh, seingetku hari Senin kemarin, kelasku udah dikasih tugas ini dan langsung dikoreksi. Jawabannya sempet ku foto. Tunggu."
"Ngapain difoto, coba?" Naya berujar heran, kedua alisnya tertaut.
"Temenku yang dari kelas lain minta jawaban lewat chat. Jadi ku foto," jelas Bayu sambil memindai isi galerinya, kemudian menyerahkannya pada Naya ketika sudah ditemukan. "Nah, ini. Kamu salin jawabanku aja, tapi jangan sama jawaban bener yang ada di bawah."
Bukannya segera menulis, Naya malah melongo memandangi ponsel Bayu. "Gila, soal sesusah ini tapi bisa-bisanya kamu cuma salah satu?!"
"Dieeem, jangan komen. Cepet kerjain, nanti keburu bel."
"Sebentar," cegah Naya. "Ini beneran gak apa kalau aku nyalin tugas kamu?"
"It's fine! Kamu sebenernya udah ngerjain kan, semalem? Nah, yang penting kamu udah berusaha," balas Bayu.
Naya tersenyum simpul. "Okay."
Dengan gerakan tangan yang tak kalah cepat dari yang awal, Naya mampu menyalin tugas tersebut tepat pada waktunya. Bel berbunyi sepersekian detik setelah ia melepaskan genggamannya dari bolpoin.
"Nah, udah selesai. Bel juga udah bunyi. Aku balik ke kelas, ya?"
Naya mengangguk. "Maaf, ya, bikin repot-repot nyusul kesini. Kamu jadi gak istirahat, deh." Kepalanya tertunduk sedih.
"Hey. Gak apa," ujar Bayu sambil mengangkat dagu Naya pelan, "Kan, masih ada istirahat kedua. Nanti kita makan bareng. Okay?"
"Okay!"
Bayu tersenyum. Tangannya terjulur, mengusap kepala Naya penuh gemas. Kemudian ia beranjak untuk kembali ke kelasnya. Bertepatan dengan itu, Kirino datang memasuki kelas.
"Lo tadi gak istirahat?" tanyanya, mendekat ke meja Naya.
Gadis itu mengangguk. "Buku tugas gue ketinggalan. Jadi nulis ulang."
"Kenapa gak bilang gue?"
Suasana antara keduanya hening untuk sesaat. Menyadari ekspresi Naya yang kebingungan, Kirino segera berdeham.
"Ehm ... sorry, sorry. Gue lagi nge-blank," ujar Kirino. "Berarti sekarang udah selesai, ya?"
"Udah kok, tadi dibantu Bayu."
Kirino hanya membulatkan mulut, mulai berjalan menuju tempat duduknya. Namun kemudian, langkahnya terhenti.
"Nay,"
Naya mendongak. "Hm?"
"Inget, ya, lo gak sendirian di kelas ini. Jadi kalau butuh bantuan lagi, jangan segan buat ngomong ke gue. Oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [Discontinued]
FanfictionSebuah perasaan hampa yang terasa menyiksa setelah berpisahnya dua hati manusia. Started : August 19th, 2020 Finished : - © jisungisme, 2020.