O3. movie ☆ミ

21 8 0
                                    

Sudah sekitar setengah jam Naya mengurung dirinya di kamar. Sebuah selimut menutupi tubuhnya dari kepala sampai kaki.

Tidak. Ia bukan sedang menangis. Melainkan sedang ketakutan. Sore tadi, orang tuanya pergi untuk berkunjung ke rumah saudara dan baru akan pulang esok pagi.

Masalahnya, Naya jarang sekali ditinggal sendiri di rumah saat malam. Paling tidak, biasanya ada Aji yang menemani. Tapi kali ini, adiknya itu malah ikut pamit untuk menginap ke rumah Haris sambil mengerjakan tugas.

Keadaan rumah yang senyap membuatnya merasa tak nyaman. Apalagi, tadi siang ia habis menonton suatu film horror bersama teman sekelasnya melalui proyektor.

Berbagai prasangka buruk mulai merasuki pikirannya. Mulai dari pikiran tentang hantu, maling, sampai yang paling seram; psikopat.

Pikiran Naya tiba-tiba buyar kala samar-samar mendengar ketukan di pintu utama. Jantungnya berdegup kencang, matanya perlahan berair. Ia tidak berniat untuk membuka pintu, sampai akhirnya ponselnya berdering. Menampilkan nama Bayu disana.

"Nay, kamu di rumah, kan?"

"I-iya..."

"Loh, suaramu kenapa getar gitu? Kamu nangis? Ayo buka pintunya, aku di depan rumah."

Perkataan Bayu itu jelas menenangkan pikirannya. "Oh ... s-sebentar, aku keluar."

Gadis itu segera beranjak dan berlari menuju ke depan rumah. Tanpa basa-basi, ia langsung memeluk Bayu dan menangis sejadi-jadinya begitu pintu terbuka.

"Kamu kenapa, Naya?" Bayu mengelus pelan kepala gadisnya. Namun Naya tak menjawab apapun.

"Ayo masuk dulu, nanti kita cerita."

Pelukan mereka terlepas. Bayu bergerak mengunci pintu, lalu merangkul Naya menuju sofa di ruang tengah.

"Nah, sekarang, tell me, kamu kenapa?"

Naya menggeleng pelan, kepalanya ia miringkan untuk menyender pada bahu Bayu. "Aku ... takut."

Bayu tersenyum, lagi-lagi tangannya mengelus ujung kepala Naya. "It's okay. Sekarang aku disini, jangan takut."

"Tadi Aji tiba-tiba telepon, minta aku buat kesini nemenin kamu. Emang dia kemana?" tanyanya.

"Nginap ke rumah temennya. Katanya ada tugas deadline-nya besok, tapi belum dikerjain."

Lelaki itu mendecak dua kali sambil menggelengkan kepala. "Such a deadliner."

Ruangan itu hening untuk sesaat. Bayu membiarkan gadisnya bersandar sembari tangannya terus mengelus kepala Naya, berniat menenangkan. Baru setelah dirasa tenang, Bayu kembali membuka obrolan.

"Laptop kamu ada? Nonton, yuk?"

Naya hanya mengangguk, bergegas mengambil laptopnya yang ada di kamar, lalu kembali duduk di sofa.

"Nonton The Perfect Date, ya? Mau gak?" Naya sibuk menyalakan laptopnya, lalu membuka Netflix. Sedangkan Bayu mengangguk nurut.

Film pun diputar. Fokus Bayu beberapa kali terpecah antara film itu sendiri, dengan kekasihnya yang terlihat sangat antusias. Ekspresi yang jauh berbeda dibanding saat pertama kali ia membuka pintu.

"Kamu nge-fans sama dia?" tanya Bayu, menunjuk sang aktor.

"Hmm ... Yaa, lumayan. Noah cakep, aktingnya juga keren. Aku mulai nontonin film dia dari yang To All the Boys series. Agak ngeselin, sih, tapi intinya dia keren."

Bayu mengangguk-angguk paham. "Tadi siapa nama aktornya?"

"Noah. Noah Centineo."

"Ganteng?" Mata Bayu memicing. "Sama aku ganteng siapa?"

"Ganteng kamu," jawab Naya, "tapi bohong."

Bayu tertawa. Didekapnya kepala Naya sembari mengusap wajah gadis itu. "Minta disleding."

"Diem ah. Kamu ngajak ngobrol terus. Filmnya jadi kelewatan banyak," sungut Naya sambil mengotak-atik laptopnya untuk mengulang film.

Kurang lebih dua jam mereka habiskan untuk menonton film. Jam yang tadinya menunjukkan pukul tujuh kurang seperempat kini berganti menjadi pukul setengah sembilan. Keduanya sama-sama meregangkan tubuh.

Tiba-tiba, Naya menyeletuk. "Kamu belum makan, kan?"

"Belum."

"Masak mie mau? Aku ada stok mie instan banyak."

Bayu mengangguk. "Boleh."

"Sip. Ayo ke dapur!" Dengan cepat, Naya menggandeng tangan Bayu. Menariknya ke arah dapur sembari berlari kecil.

Saat Naya sibuk menempatkan panci dan lain-lain, Bayu iseng membuka kulkas. Mata dan bibirnya membulat. "Ini Indomie semua?"

"Ada yang lain, tapi sedikit."

"Yes. Indomie party!" seru Bayu semangat. Ia mengambil dua bungkus Indomie dan diserahkan pada Naya untuk direbus.

Setelah jadi, Naya berjalan menuju ruang tengah lagi, dengan dua mangkuk mie kuah di tangannya dan Bayu yang mengekor di belakang.

"Nih, punya kamu," ujarnya menyerahkan salah satu mangkuk.

"Makasih, Nay." Bayu mengaduk mie-nya. "Aku gak nyangka kamu nge-stok segini banyak. Ku kira kamu gak suka Indomie."

"Emang ada gitu yang gak suka Indomie?"

"Ya ... selera orang kan beda-beda, sayang."

Naya meringis. "Iya, sih..."

Di tengah sunyinya ruangan, tiba-tiba Naya berbicara.

"Makasih, Bay."

"Buat?"

"Buat kamu yang udah kesini dan bikin aku nggak takut lagi," Naya meringis, "makasih banyak."

Lacuna [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang