Lee Haechan

513 35 8
                                        

Sore ini Haechan duduk disalah satu bangku taman di Sungai Han sendirian. Cuaca begitu dingin, entah ini sudah memasuki musim dingin atau masih akhir musim gugur Haechan tidak terlalu peduli. Ia melihat ke selilingnya, tidak begitu banyak orang, beberapa memakai pakaian tebal, pepohonan di sekitarnya juga sudah tidak memiliki daun.

Hatinya terasa sangat dingin dibanding cuaca saat ini dan terasa sangat kosong.

Haechan mulai membuka tasnya dan menemukan sebuah surat yang diberikan oleh orang tua Mark untuknya tadi siang. Ia memegang surat itu dengan erat, dan menciumnya. Bau kertas itu hampir memudar dan teksturnya agak basah.

Haechan menarik nafas dalam-dalam, lalu dengan perlahan membuka amplop yang membungkus surat tersebut. Setelah beberapa waktu Haechan berusaha menahan rasa sakit itu, sekarang rasa itu mencuat kembali, menimbulkan luka yang lebih nyata dan membuat sekujur tubuhnya merinding.

'Aku tahu mencintaimu tidak mudah,' Haechan berhenti pada kalimat pertama dari surat yang ia baca. Dirinya tanpa bisa ditahan membayangkan saat bersama Mark dulu.

'Tapi hal itu membuatku yakin akan satu hal, cinta itu buta, dan kusadari juga tuli. Aku pernah mendengar dari seseorang bahwa cinta itu tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.'

Air mata Haechan tak dapat lagi dibendung, ia tak bisa menahannya saat rasa sakit itu begitu keras menghantam hatinya, seolah seseorang baru saja menonjok dibagian ulu hatinya dan tanpa bisa ia tahan ia mulai merengek dan menangis dengan keras.

'Tapi terlepas dari itu semua, aku hanya perlu merasakannya.' Haechan tahu Mark mencintainya. Tanpa perlu dikatakan atau diberi tahu orang lain, walau ia tak pernah mendengarnya, karena ia tahu dan juga bisa merasakannya. Akan tetapi keegoisan Haechan mengalahkan semuanya.

Haechan menyesal dulu ia meninggalkan Mark setelah mereka bertengkar tanpa mengatakan apapun, bahkan ketika ia tahu Mark mencarinya ia malah mengabaikannya.

'Kau mengajariku akan arti cinta sesungguhnya, betapa aku harus bekerja lebih keras untuk mendapatkannya. Kau membantuku mengartikan cinta bukan hanya dengan kata-kata, atau dengan cara mendengarnya.'

Jika diingat kembali Haechan memiliki banyak kekurangan, akan tetapi Mark tak pernah menuntut apapun darinya, kejadian tiga tahun yang lalu bukan hanya ia dan Jeno yang terluka tetapi Mark juga terluka bahkan meninggalkan cacat di tubuh pria itu. Ia harus menanggung sakit seumur hidupnya dan Haechan hanya bisa terus menyalahkan Mark dan membalas dendam tanpa sadar ia harus menekan perasaan yang mulai timbul untuk Mark.

Sekarang Haechan benar-benar menyesal, ia ingat terakhir kali bertemu dengan Mark di taman ini beberapa bulan yang lalu. Ketika Mark ingin ia mendengar Haechan menyebutkan namanya, dan ketika ia bertengkar dengan Mark dan menyalahkan Mark atas semua yang terjadi.

Andai Haechan dapat memutar kembali waktu, tapi ia tahu ia takkan pernah bisa.

Haechan menyesal karena ia bahkan mengabaikan perasaaannya sendiri, ia selalu menolak bahwa dirinya telah jatuh cinta pada Mark.

Haechan menghela nafas perlahan, menenangkan dirinya supaya tidak lepas kendali, ia tidak ingin menangis di sini seperti orang gila. Dadanya begitu sesak nafasnya terasa berat. Semoga ia tetap pada kesadarannya dan tidak kehilangan kewarasannya.

Haechan menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku taman, melihat ke arah langit yang mulai meredup, malam akan segera tiba, tapi ia masih enggan beranjak. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai hal tetapi hatinya terasa sangat sakit dan kosong. Tanpa bisa ia cegah ia memikirkan banyak hal, ia ingin berhenti membayangkan Mark tetapi ia tidak bisa.

Tanpa bisa dicegah Haechan mengingatnya, waktu itu, pada suatu sore ketika ia bertekad untuk memaafkan Mark, dan ia akan mencoba memulai hal baru. Sepulang sekolah tiba-tiba Jaehyun, salah satu teman dekat Mark yang tidak menyukainya menghampiri dirinya dengan wajah pucat dan penuh dengan kekhawatiran.

When The Sun Goes Down✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang