Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat dari Ibnu Abbas, tentang pembicaraan yang terjadi di Darun Nadwah:
Mereka bicara satu kepada yang lainnya, “Orang ini (Muhammad) telah melakukan apa yang telah dia lakukan, dan kalian telah melihatnya sendiri. Kita tidak dapat memastikan bahwa dia tidak akan menyerang kita dengan para pengikutnya yang bukan dari kita. Jadi, buatlah keputusan mengenai dia.”
Ketika mereka mulai berdiskusi, salah satu dari mereka berkata, “Belenggulah dia dengan rantai, penjarakan dia, dan tunggu hingga dia mati sebagaimana kematian menimpa penyair-penyair lainnya dengan cara ini sebelum dia, Zuhair, al-Nabighah, dan lain-lainnya.”
Orang tua dari Najd (Iblis) itu berkata, “Tidak, demi Allah, ini tidak bijaksana. Jika kalian memenjarakannya seperti yang kalian katakan, berita tentang apa yang terjadi kepadanya akan bocor ke teman-temannya dari balik pintu yang telah kalian kunci untuknya, dan dalam waktu singkat mereka akan menyerang kalian dan membebaskannya dari tangan kalian.
“Kemudian jumlah mereka akan bertambah banyak untuk melawan kalian dan mereka akan merebut kekuasaan dari kalian. Ini tidak bijaksana, jadi pertimbangkanlah hal lain.”
Mereka berdiskusi lagi, dan salah satu dari mereka berkata, “Mari kita usir dia dari orang-orang kita dan asingkan dia dari tanah kita. Ketika dia telah meninggalkan kita, demi Allah, kita tidak akan peduli ke mana dia pergi atau ke mana dia menetap.
“Gangguan yang telah dilakukannya akan lenyap, kita akan terbebas darinya dan kita akan dapat mengatur urusan kita lagi dan mengembalikan keharmonisan sosial kita seperti sebelumnya.”
Orang tua dari Najd itu berkata, “Demi Allah, ini tidak bijaksana. Apakah kalian tidak melihat keindahan kata-katanya, keanggunan bicaranya, dan bagaimana dia menguasai hati manusia dengan pesan yang dibawanya?
“Demi Allah, jika kalian mengusirnya, aku pikir bukan tidak mungkin bahwa dia akan datang ke beberapa suku Arab dan memenangkan mereka dengan kata-kata dan ucapannya sehingga mereka mengikuti dia dalam rencananya.
“Kemudian dia akan memimpin mereka melawan kalian, menghancurkan kalian dengan bantuan mereka, merebut kekuasaan dari tangan kalian dan melakukan kepada kalian apa pun yang dia inginkan. Ambillah keputusan lain tentang dia.”
Abu Jahal bin Hisyam berkata, “Demi Allah, aku memiliki ide untuknya, yang kurasa kalian belum pernah lakukan kepadanya.”
“Apakah itu, Abu al-Hakam?” mereka bertanya.
Dia berkata, “Aku pikir kalian harus menunjuk seorang pemuda, yang kuat, kelahiran bangsawan, bangsawan muda dari masing-masing kabilah. Kemudian kita harus memberi masing-masing pemuda itu sebilah pedang yang tajam. Lalu mereka harus mengepung dan menebasnya dengan pedang mereka secara bersamaan dan membunuhnya.
“Dengan demikian kita akan terbebaskan darinya, dan jika mereka melakukan ini, tanggung jawab atas menumpahkan darahnya akan dibagi di antara semua kabilah, dan Bani Abd Manaf (kabilah Nabi Muhammad) tidak akan mampu untuk mengobarkan perang melawan semua hanya dengan suku mereka sendiri, dan mereka akan cukup puas untuk mengambil diyat (uang darah) dari kita, yang mana kita dapat membayarnya kepada mereka.”
Orang tua dari Najd itu berkata, “Apa yang dikatakan orang ini benar. Ini adalah keputusan yang tepat. Kalian tidak memiliki pilihan yang lainnya.” Setelah itu mereka bubar, menyetujui usulan ini.
Pembicaraan para bangsawan Quraisy di Darun Nadwah ini terjadi pada tanggal 29 Safar 1 H, atau bertepatan dengan 11 September 622 M. Pada hari itu juga, kaum Quraisy telah menunjuk dan menentukan lima orang pemuda kuat yang mewakili sepuluh kabilah untuk membunuh Nabi Muhammad SAW pada malam hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Langkah Abu Bakar Ash-Shiddiq
SpiritualPada tahun 632 M, lahirlah seorang anak yang diberi nama Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam kesehariannya dia biasa dipanggil dengan sebutan Atiq. Pada waktunya nanti, dia akan menjadi tokoh besar pembantu Nabi Muhammad SAW. Dan sepeninggal Nabi, dia a...