Part 2 Rumah Bu Heni

238 15 3
                                    

"Gimana, Tha? Nyaman nggak?" tanya Danu saat kami sampai di teras sebuah rumah sederhana, yang sebenarnya rumah paling bagus di desa ini. Aku menatap sekeliling dari atas, bawah bahkan samping. Tak lama anggukan kepala ku cetuskan sembari menatap Danu yang berdiri di sampingku.

"Jadi kita bakal tinggal di sini? Memangnya nggak apa-apa gitu?" tanyaku dengan berbisik dan tengak tengok sekitar. Aku yakin Danu paham maksud perkataanku. Kami bukan pasangan sah suami istri dan aku sangat paham betul bagaimana keadaan di desa, kalau mereka banyak menjunjung tinggi norma kesopanan. Danu terkekeh. Menatap ke bawah kakinya yang masih terbungkus sepatu olahraga yang baru saja dia beli beberapa hari lalu.

"Nggak apa-apa, Tha. Lagian kita nggak tinggal sendiri. Karena rumah ini ada yang nempatin, jadi kita semacam nge-kos di sini. Ada ibu Kos yang mengawasi gerak gerik kita. Lagian kita mau ngapain dih, gila kali," cetus Danu dengan penjelasan panjang lebar. Aku lantas mengangguk paham. Tak lama kemudian ada seorang ibu paruh baya yang muncul dari dalam.

Danu lantas mendekat, begitu pintu dibuka, kami memperkenalkan diri. Ibu tersebut juga rupanya sudah diberi mandat oleh Pak Kades tentang kedatangan kami dan mau menampung kami selama berada di sini. Ibu tersebut bernama Bu Heni, beliau sangat ramah dan terlihat terbuka atas kedatangan kami.

"Ini kamarnya," kata Bu Heni membuka sebuah kamar yang berada paling depan dari ruang tamu. Dia menunjukkan ruangan tersebut sambil menatapku. Yang berarti itu adalah kamar yang akan kutempati. "Sudah ibu bersihkan, semoga mba Aretha betah."

'Terima kasih, Bu. Maaf merepotkan." Aku masuk dan meletakkan bawaanku. Memang tidak banyak, hanya sebuah koper dan tas yang tersampir di bahu kiri.

"Nggak repot, mba. Justru saya malah berterima kasih sekali, Mba Aretha dan Mas Danu mau datang ke desa kami, dan membantu kami di sini. Semoga betah, ya. Eum, silakan istirahat dulu. Pasti capek perjalanan jauh tadi. " Ibu itu pamit beserta Danu juga. Kamar Danu berada di samping kamarku. Rumah ini cukup besar. Ada ruang tamu di depan kamarku. Ruangan itu juga cukup luas. Tapi aku belum tau keadaan di ruangan lain. Nanti saja, setelah aku beres beres bawaan, aku akan membantu Bu Heni di belakang.

Kamar ini berukuran 4x4 meter. Cukup nyaman sejauh ini. Ranjangnya besar, dengan gaya klasik. Ranjang kayu ini terlihat cukup tua, namun masih kokoh. Ada sebuah jendela di samping ranjang. Astaga ini mengingatkanku pada KKN kami dulu. Suasananya, tapi semoga tidak sama seperti desa tempat kami KKN dulu. Oh, benar-benar membuat adrenalin terpacu setiap harinya.

Setelah memasukkan pakaianku ke dalam lemari, aku lantas keluar kamar, mencoba menyapa Danu yang berada di kamar sebelah. "Hei?"

Danu yang mungkin sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka lantas menoleh. Dia sedang membereskan beberapa bawaannya yang terbilang cukup banyak. "Rempong banget sih, Dan. Kayak orang pindahan saja," kataku lalu masuk dan duduk di kursi meja belajar yang langsung berbatasan dengan jendela.

"Yah, namanya rencana mau lama di sini. Daripada bolak balik, ya bawa semua yang sekiranya perlu, Tha." Danu tetap fokus membereskan semua bawaannya.

"Kayak gini penting?" tanyaku sambil menunjuk sebuah mainan robot yang dia letakan di meja belajar.

"Ish, jangan dipegang, nanti copot Aretha!" omelnya lalu merebut benda tersebut dariku. Aku lantas tertawa melihat dia kesal. Dia terus menyerocos sebal sambil tetap fokus pada kegiatannya. Aku yang malas mendengarnya lalu menatap ke jendela di depanku. Di sana ada sebuah rumah yang terlihat tidak terawat. Sepertinya rumah itu sudah kosong dalam waktu yang cukup lama.

"Dan, itu rumah kosong, ya?" tanyaku menunjuk ke depan. Danu beranjak dari duduknya, lalu ikut memperhatikan ke bangunan tersebut. "Kayaknya iya. Rumahnya kayak berantakan banget, khas rumah tidak berpenghuni, dan khas rumah ... horor. Iya, kan, Tha?" tanyanya dengan ekspresi dibuat mengerikan.

"Dih! Apa-apaan!" Aku mengacak-acak rambutnya lalu beranjak. "Aku ke belakang dulu deh, lihat kondisi rumah sekalian lihat Bu Heni, mungkin ada yang bisa aku bantu di belakang."

"Eh, Tha. Bentar," kata Danu lalu menahan tanganku.

"Kenapa?"

"Cuma kasih tau aja, kalau Bu Heni nggak tinggal sendirian di sini. Ada suami sama Ibunya. Tapi ...."

"Tapi apa?" aku kembali berbalik badan menatap Danu yang terlihat serius sekali.

"Ibunya kena stroke, Tha. Nggak bisa ngomong, jalan, cuma bisa diem aja di kursi roda."

"Sejak kapan?"

"Katanya baru sekitar setahun ini. Jadi biar kamu nggak kaget aja nanti kalau ketemu."

"Oh, oke. Thanks informasinya ya, Dan."

Aku yang hendak keluar dari kamar Danu, kembali di cegah olehnya. "Apalagi sih, Danu!"

"Keluar ya keluar aja, tapi itu hulk gue jangan dibawa!" katanya sambil menunjuk action figure di tanganku. Aku yang memang tidak sadar sejak tadi memegangnya, lantas tertawa. "Astaga! Sorry. Iya nih aku balikin!" Aku kembali berjalan ke mejanya dan meletakkan benda tersebut kembali ke tempatnya. Namun ada yang aneh, saat sekilas aku melihat ke rumah di depan kamar Danu itu. Sekelebat bayangan baru saja lewat di sana. Tapi saat aku coba memperhatikan lebih seksama, ternyata tidak ada apa pun.

"Kenapa?" tanya Danu.

"Nggak apa-apa."

TWINS INDIGO (UMMU SIBYAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang