Chapter 1 Ruangan Kelas

32 2 0
                                    

"Shin yeon ra, tolong jawab soal dihalaman 30."

Aku berdiri dari kursiku dan dengan gelisah ku buka halaman 30. Aku menatap soal itu. Kata katanya ga bisa kupahami lagi. Semua yang kubisa lihat adalah kata kata acak yang dijadi satu menjadi suatu soal. Soal yang ga pernah bisa kumengerti.. soal yang ga pernah bisa kupecahkan.

"shin yeon ra, temui saya seusai pelajaran. duduklah."

Selalu seperti ini.. dipanggil oleh guru untuk diceramahi dan dipermalukan hanya karena ga mengerti satu masalah. Sebenarnya dulu aku menduduki peringkat satu disekolah. 'dulu' berarti sudah lampau.

***

Setelah pelajaran berakhir kumenemui Mr.Kim seperti yang dia perintahkan padaku.

"yeon ra, saya menyuruhmu menemuiku karena saya peduli dengan kemampuanmu. Kamu ga seperti ini sebelumnya, saya tau apa yang kamu alami saat ini sangatlah sulit, tapi janganlah kehilangan tekadmu dalam belajar."

Aku menatap kebawah kesepatuku sambil memainkan jari jariku. Mr.Kim menepuk pundakku.

"kamu sudah di tahun terakhirmu diSMA. Saya tau kamu mau lulus dan melanjutkan keperkuliahan. Cobalah untuk focus dalam pelajaranmu dan kamu akan menjadi yang pertama lagi seperti kamu dulu."

Setelah mengatakan semua itu dia tersenyum dan kembali ke tempatnya. Aku hanya berdiri disana mencoba untuk menahan tangisku supaya tidak keluar.

Ketika kuberjalan kembali kekelasu untuk mengambil tasku, saya melewati sebuah ruangan kelas yang kosong. Seingatku tidak ada ruangan kelas diujung sebelah kiri ruang utama sekolah. Secara tiba tiba ku mempunyai keyakinan untuk masuk kedalamnya. Kumelihat kesekeliling dan ruangan kelas ini terlihat tak terurus. Anehnya, ku malah merasa nyaman dibandingkan merasa takut.

Aku memutuskan untuk duduk disalah satu kursi dibarisan depan dan mengistirahatkan kepalaku diatas tanganku (seperti begini : tangan dua duanya dilipat diatas meja terus kepalanya diatasnya (?). gitulah pokoknya ... kebayang? wkwkwk). Kumulai menangis ketika ku mengingat masa laluku yang menyakitkan.

Kembali ketika kumasih dibangku SMP, kuselalu mendapat peringkat pertama dikelas. Selalu mengikuti kompetisi dan aku bangga untuk mengatakan kalau diriku ini selalu memenangkan juara pertama. Dan dulu kumempunyai keluarga yang sempurna. Jika kamu bertanya Tanya kenapa menggunakan kata kata 'dulu', itu karena mereka sudah tiada.

Saat itu ku mengikuti kontes menulis esay dan diberitahukan bahwa pemenangnya adalah aku. kala itu kumenulis esay tentang bagaimana sebuah keluarga berperan besar dalam kehidupan. Aku sangat gembira untuk menunjukkannya kepada keluargaku. Aku begitu bahagia hanya dengan memikirkan betapa bangganya mereka..Saking bahagianya tanpa kusadari kumelihat mereka tergeletak tak bernyawa diruang tamu rumahku.

Ayahku telah membunuh ibuku dan bahkan adik laki lakiku yang baru berumur 2 tahun. Setelah itu ayahku bunuh diri. Aku masuk kedalam rumah dan melihat tubuh mereka ditutupi oleh darah mereka sendiri.

Setelah kejadian itu aku menjadi berbeda. Ku menjadi tidak fokus dalam pelajaranku, Ku menjadi bodoh dan menjadi seseorang yang mati didalam. Aku hidup dalam duniaku sendiri. Menggunakan tabungan keluargaku untuk melanjutkan studiku. Bahkan memberitahukan sekolah bahwa aku lebih baik berhenti sekolah tapi mereka melarangku untuk melakukannya. Mereka bilang akan sangat tak bodoh jika tidak melatih murid yang baik sepertiku.

Memori yang menyakitkan menghambat mimpiku untuk menjadi nyata. Aku melanjutkan menangis sendiri diruangan kosong itu. Ku menangis dan menangis hingga kumerasakan angin yang lembut menyentuh pipiku. kumengangkat kepalaku dan menyadari kalau meja guru telah terdorong ke dinding. Penasaran menggerogotiku, kumendorongnya lagi dan melihat beberapa kata tertulis didinding.

"ga peduli mereka menutupi dinding dengan meja.."

Kumenunduk dan membaca kalimat itu didinding. Seperti sebuah guratan – seperti kutukan atau sindiran bagi guru, kekesalan dan sebagainya-. Tapi sesuatu yang menarik tertangkap mataku.. sesuatu yang berbeda dan aneh tertuliskan disitu.

"biarkan kumenghapus air matamu menggunakan angin..."

Hanya dengan membacanya dalam diam membuat bulu kudukku merinding. Aku baru ingat angin tadi telah menyeka air mata dari pipiku. Kulangsung mengambil bolpoinku dari kantung baju dan mulai menulis juga.

"angin sudah menghapus air mataku. Kamsahamnida (Terima Kasih)."

Kuberdiri dan menertawakan diriku. Menjawab salah satu guratan di dinding yang kurasa agak sedikit aneh. seolah-olah akan mendapat balasan. Kemudian kukeluar dari ruang kelas. Ada aura yang aneh didalamnya. Seperti ada sesuatu, sepertinya ada seseorang yang sedang memperhatikanku.

Dengan perasaan berkecamuk, aku beranjak pergi dari ruangan kelas itu dan memutuskan untuk pulang kerumah.

Invisible LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang