Pernikahan Sepihak //٥.//

6K 370 10
                                    

Puncak Kemarahannya

"Jika semua kesalahan kau limpahkan kepadaku, lalu di mana peranmu?"

Ezzah Khanza Labiba

Aku sibuk memandangi rumah minimalis di hadapanku ini. Rumah yang akan menjadi tempat tinggalku mulai hari ini. Di depan rumah terdapat berbagai jenis bunga yang sewarna--putih. Di samping rumah terdapat pohon mangga yang tak begitu tinggi dan lebat buahnya. Uhh ... pasti akan betah tinggal di sini. Pikiranku terpatahkan saat mendengar suara sentakan Kak Reyza. Ya, dia mana pernah berbica lembut kepadaku.

"Khanza! buka pintunya! kau tak tahu saya kerepotan menggendong Yumna?" teriaknya marah.

Aku mengambil sebuah kunci yang disodorkan olehnya. Setelahnya, tanpa permisi ia menorobos masuk ke dalam dan sedikit menyenggol bahuku. Menyebalkan! aku mengikuti Kak Reyza dari belakang, tapi ia tiba-tiba berhenti mendadak membuat dahiku terbentur dengan punggungnya.

"Tunggu di sini, ada yang ingin saya bicarakan," ujarnya melirik sofa di pinggir kami setelahnya ia meninggalkanku menuju kamar di lantai dua yang akan menjadi kamar Yumna.

Kak Reyza duduk di hadapanku. Ia menyodorkan sebuah cek kepadaku beserta penanya. Aku menatapnya dengan bingung. "Tulis berapa uang yang kamu butuhkan selama satu bulan. Hanya kebutuhanmu bukan kebutuhan rumah!"

"Tidak perlu Kak, aku masih bisa pakai uang--"

"Uang gajian? Tidak lagi. Mulai besok kamu harus resign dari kantor dan fokus menjaga Yumna." Bolehkah aku berharap kali ini? 'dan fokus menjaga Yumna' kata-kata itu terus terngiang dalam otakku dan tanpa sadar aku tersenyum karenanya.

"Kakak sudah menerimaku? Kakak percaya padaku?" tanyaku berbinar. Izinkanlah aku menyimpulkannya demikian, tapi sepertinya tidak saat aku melihat raut wajah Kak Reyza yang berubah menjadi datar dan rahang yang mengeras.

"Kau hanya akan menjadi seorang ibu dan tak akan bisa menjadi seorang 'istri' dari Reyza Ghiffari."
***
Aku mengikuti Kak Reyza dari belakang dengan Yumna yang berada dalam dekapan tanganku. Setelah sampai di teras depan rumah Kak Reyza berbalik hingga kami berhadapan, ia semakin mendekatkan dirinya ke arahku dan--cup ... ia mengecup pipi chubby Yumna. Tanpa sadar aku menahan napas, see posisi kami saat ini sangatlah dekat, sepatu kami saling bersentuhan dan ia memegang lenganku saat menundukkan kepalanya untuk mengecup Yumna tadi.

"Jaga putri saya baik-baik. Kalau ada apa-apa langsung hubungi saya." Tanpa menunggu jawabanku Kak Reyza langsung memasuki mobilnya yang perlahan menghilang dari pandanganku.

Tiga bulan telah berlalu sejak Kak Reyza menawariku sebuah cek waktu itu. Hubungan kami tak ada perkembangan sedikit pun. Sejak saat itu aku sadar, bahwa tak seharusnya aku memaksakan keadaan. Harusnya aku paham bahwa Kak Reyza sangat mencintai mediang istrinya--Kak Naveesha sedangkan aku hanyalah seorang Ibu pengganti yang diminta oleh Alm. istrinya untuk menjadi Ibu dari anaknya.

Aku membaringkan Yumna di box bayi miliknya. Setelah memastikan Yumna tidur dengan baik barulah aku turun ke bawah untuk melanjutkan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan--mencuci piring dan mencuci baju. Beruntungnya selama ini Yumna tak pernah rewel maupun merepotkanku, dia anak yang baik, aku yakin saat ia besar nanti akan menjadi perempuan sesalihah Ibunya.

Aku mencuci piring terlebih dahulu dan menata dapur yang sedikit berantakan baru setelahnya aku mencuci baju lalu menjemurnya.

"Khanza!" Aku mendengar seseorang meneriakkan namaku. Jika didengar dari suaranya seperti milik Kak Reyza, tapi bukankah Kak Reyza berada di kantor.

Aku meletakkan timba berisi pakaian yang belum dijemur itu di dekat jemuran, setelahnya aku langsung memasuki rumah dan menemukan Kak Reyza yang sedang menggendong Yumna di dekat tangga.

"Kemana saja kau hah?! Apa kau tak tahu saat ini puteriku sedang demam?!" Murka Kak Reyza. Aku membelalakkan mataku antara terkejut dan tak percaya pasalnya sebelum aku meninggalkan Yumna tadi ia baik-baik saja.

"Aku baru saja mencuci piring dan mencuci baju," jawabku pelan dengan kepala tertunduk. Percayalah meskipun ia tak pernah berkata lembut kepadaku, tapi bentakannya kali ini sangat keras. Ia tak pernah terlihat semarah ini sebelumnya.

"Kau benar-benar keterlaluan Khanza!" pekiknya dengan wajah memerah. Ia mendekat ke arahku dengan tangan kanan yang terangkat. Aku memejamkan mataku takut-takut.

"Jauhi adikku berengsek!" Aku menatap ke arah pintu yang menampilkan sesosok pria mengenakan pakaian serba hitam. Dia adalah Kak Kamal, kakak kandungku yang selama ini berada di Turki untuk menyelesaikan studi S2.

"Kakak," cicitku pelan. Kak Kamal mendekat ke arahku dan langsung mendekapku dengan erat sembari berbisik, "ada Kakak di sini."

Aku melirik ke arah Kak Reyza, tapi aku tak menemukannya. Aku mengedarkan pandanganku dan menemukannya sedang menuju pintu keluar rumah. Dengan segera aku mengurai pelukan Kak Kamal lalu berlari menyusul Kak Reyza.

"Kak Reyza! Aku ikut!" teriakku yang tak digubris sama sekali oleh Kak Reyza. Ia memasuki mobilnya dengan santai lalu mengemudikannya hingga menghilang dari pandanganku.

"Sudahlah, Za. Untuk apa kau mengkhawatirkan suami seperti dia. Andai Kakak tahu orang seperti dia yang akan menjadi suamimu, Kakak akan mencegahnya saat itu."

"Kak, ayo antar aku ke rumah sakit," pintaku dengan wajah memelas. Aku bahkan menarik-naik lengan kemeja Kak Kamal agar ia menurutiku.

"Untuk apa Khanza? Dia bahkan tidak mempedulikanmu?"

"Kak, aku khawatir dengan Yumna. Aku mohon antarkan aku ke sana hiks ... Kak ...." Aku tak dapat mengontrol emosiku saat ini. Selalu seperti ini ujungnya jika aku khawatir secara berlebihan dan saat aku terlalu bingung dengan sesuatu.

"Hufttt." Dapat kudengar helaan napas lelah dari embusan napas Kak Kamal. Aku melirik ke arahnya yang sedang memejamkan mata. Ia menggengam tanganku lalu menarikku menuju mobilnya.

"Kak, Yumna baik-baik saja 'kan?" tanyaku tak bisa tenang sedetik pun. Aku terus saja memikirkan kondisi Yumna saat ini.

Hiks ... hiks ...

"Khanza, tenanglah. Aku yakin Yumna akan baik-baik saja. Kita doakan saja ia baik-baik saja." Bagaimana seorang ibu bisa tenang saat anaknya sakit seperti ini. Ya, meski Yumna bukanlah anak yang yang terlahir dari rahimku, tapi aku yang merawatnya, aku yang menemani perkembangan dan pertumbuhannya.

"Sus, pasien atas nama Zehra Yumna berada di ruang mana ya, Sus?" tanya Kak Kamal di bagian resepsionis.

Setelah suster memberi tahu letak tempat Yumna diperiksa, aku segera berlari ke sana dan meninggalkan Kak Kamal yang masih berada di belakangku.

Di depan ruang anggrek itu sudah terdapat kedua orang tua Kak Reyza dan juga ibu Kak Naveesha, aku menyalami mereka satu per satu lalu memeluk Ibu Vika--Ibu Kak Naveesha.

"Bu, maafkan Khanza, Khanza--"

"Shuttt ... Ibu tahu kamu tidak bermaksud melakukan ini," ujar Ibu Ratna berusaha menenangkanku.

"Ibu ... aku tak mau kehilangan Naveesha untuk yang kedua kalinya." Sorot matanya terlihat sendu dan penuh luka. Ia mengakihkan pandangannya ke arahku. "Kau! Jika terjadi sesuatu kepada puteriku kau harus bertanggungjawab Khanza!"

1028 Words

Insya Allah nanti malam update lagi.

See next part and thank you guys

Pernikahan Sepihak [Pindah ke Dreame]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang