Part 2

65.1K 4.4K 75
                                    

Satu kebohongan yang terucap akan memerlukan ratusan kebohongan lain untuk menutupinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu kebohongan yang terucap akan memerlukan ratusan kebohongan lain untuk menutupinya. Itulah kira kira yang Sasha alami sekarang.

Dua minggu berlalu dan selama itu dia masih belum punya keberanian untuk mengakui kehamilannya di hadapan sang ibu.

Seperti normalnya wanita hamil di trimester pertama, dia juga mengalami morning sicknes. Hanya bedanya, Sasha harus mati matian menyembunyikan keadaannya. Tapi sampai kapan? Perutnya akan semakin membesar dan bundanya pasti akan menyadari kehamilannya.

Seperti pagi itu, wajah Sasha yang pucat pasi dan berat badannya yang terus menurun tak urung membuat bundanya makin khawatir. Selama beberapa hari ini entah sudah berapa kali wanita itu mengajak anaknya untuk ke dokter.

Tapi mana mungkin Sasha menurut untuk diajak ke dokter, bukankah itu sama halnya mencari mati?! Dia belum siap menghadapi kemarahan bundanya, apa lagi melihat kekecewaan di wajahnya.

"Sha, beneran kamu tidak mau ke dokter? Mukamu makin pucat lho."

"Tidak usah Bun, paling sebentar lagi juga baikan. Mungkin aku terlalu tegang karena sudah mau mulai masuk kuliah."

"Kalau begitu Bunda ke toko dulu ya, hari ini banyak pesenan kue."

"Mau dibantu?"

"Tidak usah, kamu istirahat saja di rumah. Bisa bisa nanti kamu malah pingsan di sana. Kalau ada apa apa segera hubungi Bunda!"

"Iya."

Begitu pintu kamarnya ditutup dari luar, Sasha segera berlari menuju toilet dan memuntahkan isi perutnya. Sudah dari tadi dia menahan rasa mualnya karena mencium bau parfum bundanya.

"Jangan bandel dong Nak! Bunda sudah hampir tidak kuat lagi muntah muntah terus begini."

Sasha terkulai lemas di tempat tidurnya, tangannya tidak berhenti mengelus perutnya yang masih saja terasa mual.

Apa kabarnya laki laki itu? Semenjak pertemuan terakhir mereka di apartement hari itu, dia menghilang begitu saja dari hidupnya. Jangankan menelfon sekedar menanyakan keadaannya, bahkan tak satu pun pesan yang dia kirimkan.

Sasha tertawa pelan saat air matanya mulai mengalir, rasanya terlalu menyakitkan. Dia benar benar sudah dicampakan seperti barang yang tidak ada harganya lagi.

Tapi tahukah kalian apa yang lebih menyakitkan dari sekedar dicampakkan? Saat kamu tahu sudah tidak diinginkan lagi, tapi hatimu masih terus berharap dia akan datang lagi padamu. Sialan sekali bukan?!

Namun bagaimana mungkin Sasha bisa melupakan seorang Aksa Pradipta begitu saja, sedangkan keberadaan anak dalam perutnya seperti alarm yang terus berdering mengingatkannya kembali pada laki laki brengsek itu.

Sasha sangat mencintai Aksa, itulah kenapa dia sampai rela menyerahkan dirinya pada pria itu. Sayangnya, demi ambisi untuk mendapatkan jabatan tertinggi di perusahaan keluarganya, Aksa lebih memilih membuang Sasha dan anaknya.

KARMA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang