3 | Trigger

436 3 0
                                    

Ari mengaduh keras saat kepalanya dipukul oleh Rena menggunakan botol air mineral. Rena hanya melirik menggunakan sudut matanya kemudian duduk di bangkunya. "Selamat pagi Bumantara." sapa Rena lirih membuat bulu kuduk Ari merinding tiba-tiba. Ia khawatir jangan-jangan selama ini ada setan yang duduk sebangku dengan dirinya. "Hai, pagi Rena."

Keduanya lalu tersenyum, Rena sibuk mengeluarkan nasi yang dibawanya dari kantin begitu pula Ari yang sibuk membaca buku. Hari ini adalah hari Jumat yang berarti jadwal pulang sekolah menjadi lebih awal daripada biasanya. Tapi hari ini Rena datang lebih awal, entahlah, hanya Tuhan yang tau tujuannya.

"Tugas Geografi udah lo bikin?" tanya Ari memecah hening.

"Udah pake lo gue nih?" jawab Rena enteng.

"Hehe, iya dong masa sebulan sekolah di kota gabisa bahasa gaul," Ari membenarkan posisinya menghadap ke Rena, "udah?"

"Udah." Satu kata yang cukup membuat Ari mati kutu, karena bingung topik apa yang selanjutnya ingin ia bahas. Akhirnya Ari menyerah, memilih berkutat kembali dengan bukunya. "Lagian hari ini freeclass sampe balik, guru pada rapat." Ari mengangguk tanda paham lalu kembali membaca bukunya. Tapi pikirannya bahkan sama sekali tidak mengerti maksud buku yang ia baca. Beberapa minggu belakangan otaknya dihantui oleh Rena, padahal ia merasa tidak menaruh rasa suka sedikitpun, mungkin.

Rena bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar kelas sambil menguncir rambutnya. Bahkan dia tidak pamit pada Ari yang merasa sudah cukup dekat selama beberapa minggu belakangan. Ari bingung kenapa Rena bisa tiba-tiba sangat baik dan kadang bisa sangat jutek di waktu yang bersamaan. Misterius adalah kata yang paling cocok menggambarkan Rena Litani.

Sudah satu jam waktu berjalan, memang benar tidak ada satupun guru yang masuk untuk mengajar. Hal ini membuat Ari sangatlah bosan berdiam diri sambil melihat buku, karena Ari memang tidak membacanya. Ari memilih untuk pergi ke kantin, membeli beberapa snack agar bisa berbagi dengan Rena saat ia kembali ke kelas, nyatanya Rena tak kunjung kembali. Akhirnya Ari memakan snacknya sampai habis, tak berbagi dengan siapapun karena tidak ada yang mau berteman dengan laki-laki medhog berambut klimis kecuali Rena. Kadang ada beberapa murid yang mencoba mendekati Ari saat ingin mendapatkan contekan ulangan atau tugas, tapi Ari menolak dia hanya memberi kepada Rena itupun hanya matematika karena perempuan itu sangat bodoh dalam hal menghitung.

Tiba-tiba Ari merasa sakit perut dan ingin buang air besar, ia buru-buru lari ke toilet murid. Perutnya terasa sangat sakit seperti ada ular yang melilit lambungnya, ia membuka pintu yang tertutup yang kebetulan tidak terkunci namun betapa terkejutnya ia menemukan Rena sedang duduk membaca majalah dewasa sambil merokok. "Eh, anu, sorry aku kira toilet co," ucapan Ari terpotong saat Rena menaruh jari telunjuk di bibirnya, "ini emang toilet cowo tolol," kata Rena datar.

"Bisa keluar ga? Kebelet banget nih!" pinta Ari memohon, tak berapa lama Rena membuka penutup plafon yang ada diatas toilet tersebut lalu memanjat masuk. "Tenang, gue ga ngintip," Rena berbalik lalu menghilang dari pandangan Ari. Tanpa membalas Ari meloloskan celananya lalu melancarkan acara buang hajatnya. Ari tiba-tiba tersadar kenapa ada Rena di sini dan sekarang gadis itu menghilang di balik plafon. Ini mimpi? tapi terasa sangatlah nyata, baru kali ini ia menemukan gadis bersikap sangat aneh.

Setelah selesai, ia memakai celananya kembali lalu kepalanya menengadah ke atas mencoba melihat apa yang ada di balik plafon, tapi nihil ia tak melihat apapun kecuali gelap. Tanpa pikir panjang ia mencoba memanjat naik untuk masuk ke dalam seperti yang dilakukan Rena tadi. Bukan kejutan saat Ari melihat Rena ada di dalam sambil masih terus merokok, matanya menatap ke arah luar lewat kaca ventilasi.

"Ngapain?" tanya Ari pelan, ia sebenarnya sedikit takut di tempat gelap.

"Buta lo?" Rena berhenti berucap lalu menarik Ari untuk duduk di sampingnya, "me time, rokok?." Ari hanya menggeleng, enggan mengundang kata-kata sarkas Rena lagi, ia memilih diam.

"Disini dulu gue suka pacaran sama Girga, mantan gue, dia yang bikin ventilasi ini pake kaca mobil Pak Eko," jelas Rena sambil tertawa, sejurus kemudian ia ekspresinya kembali serius.

"Tukang kebun?" tanya Ari kemudian, Ari sempat tersenyum saat melihat Rena tertawa. Ia juga mengetahui tentang mantan pacar Rena, Girga adalah ketua ekstarkulikuler karate.

Rena mengangguk, lalu ia menghembuskan asap rokok. "Gue emang suka ke toilet cowo karena sepi, dan karena ada tempat ini juga, gue lebih suka menyendiri," cerita Rena sesekali menengok ke arah Ari, "lo satu-satunya orang yang tau plafon ini setelah Girga," sambung Rena sambil melirik jam tangannya.

"Emang ga ada orang yang liat pas kamu masuk ke toilet cowo?" tanya Ari heran, lalu Rena menjawab "ada lah pasti, cuman mereka milih diem."

"Kamu sebenernya siapa si?" pertanyaan Ari membuat Rena menatap heran. Ia bingung harus menjawab apa, karena bahkan Rena tak mengenal baik dirinya sendiri. "Ntar juga lo tau," jawab Rena asal.

~•*•~

Potablood sedang menyusun rencana baru, mereka sekarang lebih memilih menyelesaikan misi dengan berkelompok. Tidak lagi perseorangan, Devo yakin kalau kali ini misinya berhasil tanpa melukai siapapun.

Perlu enam orang untuk melakukan misi ini, masih dengan target dan lokasi yang sama. Mereka berangkat sore hari berharap malam sudah mendapatkan hasil, lalu esok barangnya baru diserahkan kepada klien.

"Gue dapet informasi kalo sebenernya rekaman itu masih di dalem flashdisk, kalian harus teliti karena mungkin aja barang itu di letakan di tempat yang ga pernah kalian pikirin sebelumnnya," pesan Devo saat mereka hendak berangkat.

Mobil jeep berwarna putih itu pun melaju meninggalkan markas menuju Alce Appartement. "Hagai lo bawa mobil!, kalian berdua sesuai rencana gue harap ngerti," mereka mengangguk ,"Fana, Ega, kita yang cari barang itu!"sambung Rena mantap.

Saat tiba di basement parkiran mereka langsung menuju posisinya masing-masing, berjalan santai demi menghindari kecurigaan. Mereka berpakaian ala remaja yang hendak pergi berpesta di salah satu kamar apartemen temannya.

Geo dan Zion menuju front hall apartemen tersebut lalu membuat keributan dengan saling berkelahi, membuat para security memusatkan diri di sana. Sedangkan Rena ditemani Fana dan Ega berjalan menuju kamar target. Rena mengetuk memperlihatkan senyumnya saat pintu dibuka disambut sangat tidak ramah karena penjaga itu langsung menodongkan pistol kepadanya.

"Memori yang bagus, masih ingat dengan saya? Saya pikir mata anda sudah buta," sapa Rena enteng, lalu memukul lipatan lengan penjaga tersebut dan dengan mudahnya mengambil alih pistolnya. Penjaga tersebut mengangkat dua tangannya ke atas saat Rena menodongkan pistol ke kepalanya, namun diluar perkiraan muncul penjaga lain dengan pistol di belakang penjaga yang ia kenal.

Tanpa pikir panjang ia melangkah maju lalu langsung menembak penjaga didepannya. Fana dan Eno mengekor di belakang Rena sambil membawa pistol mereka masing-masing. "Anjing, lo bilang cuma satu!" teriak Fana sambil terus menembaki penjaga yang tak kunjung habis "kemarin emang cuma satu, anjing! Lo pikir gue boong?!" saut Rena kesal.

Ega yang membawa pistol lebih canggih mengambil alih posisi Rena yang di depan lalu menembaki penjaga hingga tumbang tak tersisa. Nafas ketiganya terengah-engah mencoba memahami apa yang terjadi. "Rencana untuk ga ngelukain siapapun gagal, kita baru nembak mati lima belas orang," ucap Ega suaranya terdengar berat, lengannya terluka akibat terkena peluru meleset.

"Waktu kita ga banyak, kita cari sekarang!" perintah Fana lalu menutup pintu apartemen itu.

"Wait guys!," tahan Rena sambil memperhatikan sekitar, dinding ruangan ini terlihat menghitam akibat kejadian yang lalu namun sudah sedikit direnovasi "gue pernah bilang kan kalo ruangan ini dilengkapin peledak, dan gue gatau pemicunya ada dimana."

"Gue rasa ada di handle pembuka brankas itu, lo bilang ledakannya muncul pas lo berusaha ngebuka brankas," Ega menyahut sambil masih terus mengamati demi mendapat barang yang di cari, "YES, RIGHT EGA!," saut Fana girang.

"Ya mungkin, sekarang gue cari bagian kiri, Fana tengah, Ega kanan!"

Mereka mengangguk lalu mulai mencari barang tersebut dengan hati-hati, sesekali mual melihat banyak darah dan bau amis. "Gue dapet!" sorak Fana gembira lalu mengibas-ngibaskan flashdisk dan menyenggol handle brankas.

•••

Please vote ya guys😉❤️🦋

Osadha [+17]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang