Chapter 1

303 171 131
                                    

Dentingan jam dinding di rumahku menjadi perhatianku saat ini.

tik tik tik

Ku tatap jarum panjang nan merah itu, detik demi detik berlalu.Mataku yang berwarna biru safir yang ku dapatkan dari ibuku terus mengikuti arah jarum detik jam itu.Sekarang pukul 3 dini hari, berarti sudah 5 jam aku memandangi jarum itu.

Jam dinding yang berukuran besar yang berwarna gold adalah jam kesukaanku, entah kenapa aku cenderung menyukai hal berbau kuno dan tak menarik menurut orang banyak.

Jam yang sudah menemaniku sejak pindah rumah sekitar 4 tahun yang lalu, aku kurang tau dimana ibu dan ayahku mendapatkan jam menarik seperti ini.

Yang jelas jam ini yang selalu menidurkanku di saat aku membutuhkan cerita dan dongengan seorang anak yang meminta kepada kedua orang tuanya sebelum tidur, tapi aku tak mendapatkan nya.

Kutatap jam itu dan berharap aku terlelap dan memejamkan mata seperti biasanya, tapi entahlah kenapa mata ini menolak dan selalu ingin terbuka lebar. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku berkedip.

Namaku Embun Senjayana aku anak ke dua dari tiga bersaudara, aku mempunyai kakak perempuan yang satu sekolah denganku dan adik laki laki yang sekarang home schooling, itu karena adikku mempunyai tubuh yang lemah di bandingkan diriku.

Oh iya, Kalian bisa memanggilku dengan sebutan Embun, teman temanku memanggilku apa? Jika kalian bertanya begitu baiklah aku akan memberikan jawaban yang kurang memuaskan.

Maaf, tapi aku tidak mempunyai seorang teman dari aku duduk di bangku sekolah dasar. Oh iya aku lupa, aku mempunyai sahabat bernama Nuca dia anak laki laki tampan yang satu satunya mau berteman dan ke taman bersama ku dulu, disaat orang orang gencar menghina dan membully ku Nuca lah yang selalu mengambil tameng dirinya untuk melindungi tubuh mungilku ini.

Tapi sudah beberapa tahun setelah kami lulus taman kanak-kanak aku tidak melihat anak itu lagi, aku merindukan nya sungguh.

Aku tau kenapa mataku ini sulit sekali diajak tidur, karena selain Sindrom yang aku derita, aku juga memikirkan sekolahku saat ini. Aku berstatus pindah sekolah dari sekolah biasa saja di kotaku dan bahkan dijuluki sekolah kumuh dan tempat berkumpulnya biang onar yang di cap buruk oleh orang  orang yang mendengar nama sekolah lamaku ini.

Memang aku akui, sekolah ini adalah sekolah pembuangan anak anak yang tidak lulus dari sekolah yang dia inginkan, dan bahkan banyak terjadinya penyimpangan, kekerasan, Seks bebas, dan bahkan pembunuhan di sekolah ku. Tapi aku tidak terkejut dan bahkan ini adalah hal yang lumrah.

Kalau di bilang takut sekolah disini, ayolah siapa yang tidak takut sekolah di tempat ini. Bahkan aku yang selalu menjadi bahan bullyan bahkan kekerasan tidak tahan dengan ini.

Tapi kenapa tidak pindah sekolah saja? Oh ayolah aku ini bukan anak normal seperti kalian, aku mempunyai penyakit langkah dan bahkan sering dianggap orang sebagai hal yang menjijikkan. Dan disinilah tempatku, di sekolah pembuangan yang membayar gurunya jika ingin belajar.

Tapi sepertinya Sindrom yang aku punya bukanlah sebuah kutukan, selain sebuah kesesalan ini juga sebuah keberuntungan. Kenapa? Itu karena aku bisa keluar dari sekolah menjijikkan ini dan pindah ke sekolah yang lebih bagus dan damai. Aku termasuk anak yang pintar dalam segala hal, aku pintar sciences, technology, mathematics, bahkan dalam hal supranatural. Ini di karenakan ayahku seorang ilmuwan dan juga Sindrom yang aku miliki. Tapi satu yang aku sesali dari Sindrom ini, memiliki ini membuatku menjadi orang bingung, aku ingin berbicara seperti orang normal dan tertawa bersama teman teman, tapi aku tak bisa.

Entahlah, aku takut bertemu orang orang dan bersentuhan dengan orang lain.Ini menghambatku bersosialisasi dan bercengkrama dengan orang lain. Dan menjadikan diriku introvert adalah jalan satu satunya yang aku miliki. Terkadang aku juga ingin menyakiti diriku sendiri dikala gabut.

Oke, gabut ku berbahaya. Disaat anak seusiaku gabut, mareka akan menelfon pacar dan mengajak jalan gebetannya dan bahkan berleha leha membaca wattpad dan menonton drakor, drathai yang sedang booming. Tapi berbeda denganku, aku ingin membuat sebuah lukisan indah di tubuhku sendiri. Mengukirnya dengan hati hati hingga cairan marah pekat mengaliri kulitku. Lalu ku hisap jejak ukiran tersebut. Rasa asin itu, Aaghhh rasanya membuatku gila. Dengan bangganya aku melihat hasil karyaku ini. Oh ayolah aku bukan Psikopat seperti yang kalian kira, ini salah satu akibat Sindrom yang aku derita. Jadi apakah kalian mau mendengar cerita ku yang mengerikan ini?

Back to topic

Karena kepintaranku di bidang akademik aku di juluki 'udang tapi bukan udang' itu karena aku membiarkan diriku sendiri di bully dan disakiti tapi disamping itu aku mempunyai kepandaian dan kejeniusan yang sangat hebat.
Bahkan orang yang baru melihatku akan menilai aku anak yang suka bersosialisasi dan pintar.

Kepala sekolah lamaku mungkin kasihan melihatku yang tertindas, tapi mau bagaimana lagi guru guru sekolahku mungkin juga tidak mau melepas anak sepintar ku. Dan entah kenapa mareka aekarang mau melepasku.

Apa mareka kasihan? Kalau iya, kenapa tidak dari dulu?.

Ah sudahlah aku tidak mau memikirkan nya lagi, yang terpenting aku sudah bebas dari sekolah buruk itu. Bahkan tanpa sekolah di sana pun aku juga akan pintar seperti ini.

Satu lagi, orang tuaku tidak tahu menahu dengan pendidikan ku, mareka hanya mendahulukan kakakku saja, tapi aku tak sedih. Aku bisa sendiri, dan menjadi mandiri sejak dini.

Aku tak pernah meneteskan air mata, kecuali saat berpisah dengan Nuca, waktu pembagian ijazah di taman kanak-kanak yang di wakili oleh ibu Nuca, ibunya sangat menyayangi ku dan aku juga menyayangi nya. Aku menangis karena Nuca akan mengikuti ayahnya yang bekerja keluar kota dan aku lupa nama kota itu.

Sampai sekarang sejak saat itu, aku tak pernah menangis lagi. Bahkan aku merasa Tuhan tak mengkaruniai aku kantung air mata, aku ingin menangis tapi tak bisa, aku ingin tertawa tapi tak bisa dan aku ingin bicara tapi tak bisa. Entahlah aku tak mengerti apa yang Tuhan rencanakan kepadaku.

Sepertinya aku terlalu banyak berbicara tentang kehidupan ku yang pahit ini, sampai aku lupa waktu tidurku hanya 3 jam lagi.

Dari pada menghitung domba lebih baik mengikuti arah jarum jam itu, perlahan mataku mulai terkantuk. Berat dan perih dalam waktu bersamaan seperti ada yang bergelantungan di kelopak mataku. Lampu yang meredup suara jangkrik yang menghiasi malamku, suara itu seperti nada dan nyanyian. Mata safir ku tertutup sempurna dan aku mulai masuk ke alam bawah sadarku.


Terima kasih udah mengikuti, ini baru perkenalan Embun dulu, belom sampai ke percakapan. Jadi, ikutin terus ya. Embun dan kegiatannya.

SeeU babayyy

Suara EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang