Chapter 3

211 147 41
                                    

Disinilah aku sekarang, di depan gerbang megah yang menjulang tinggi. Di depanku tiang besi  terpancang sangat tinggi. Mungkin sekitar sepuluh meter. Kulihat ada post satpam di samping gerbang ini.

Setelah mengambil surat dari ruang kepala binaan aku langsung mengayuh sepedaku dengan cepat, sebelum Swan bodoh itu mengganggu ku lagi. Iya iya, dia memang penjahat kelamin tapi selama setahun ini dia tidak pernah menjadikan ku korban seks nya, banyak korban bullyan dan kekerasan saja. Tak sampai melukai fisikku tapi melukai batinku.

Tapi yang membuatku heran kenapa tadi dia bersikap lancang kepada ku, membayangkannya membuat bulu kudukku meremang.

Ku langkahkan kaki menuju gerbang samping pos dan berharap satu diantara satpam itu melihat keberadaanku yang mungil ini.

Sepertinya tidak ada yang mengetahui keberadaan ku, "Umm, pak." panggilku.

Kulihat mareka menoleh dan satu diantara mareka yang berpakaian hitam itu menghampiriku.

Dia menunduk,"Ada apa, Nak?" tanya nya ramah.

Aku menyerah kan surat yang ku ambil dari sekolah lama ku untuk ku perlihatkan ke satpam ini.

"Oh, kamu anak baru?"

Aku menggangguk

Lalu satpam itu membuka gerbang besar ini, seperti ratu saja.

"Ini nak suratnya, semoga betah. Apakah kamu tau dimana harus melapor?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk saja.

Aku melihat satpam itu keheranan

"Saya bisa bicara pak, Terima kasih" ujarku lalu melangkahkan kakiku menuju parkiran untuk memarkirkan sepeda ku.

Kulihat sekolah ini tidak seperti sekolah ku yang kecil dan kumuh, disini lebih terjaga dan rapi. Pantes saja kakakku betah berlama-lama di sini. Kulihat ada tempat parkir di samping sekolah kulihat ada beberapa sepeda berjajar di sana, tapi sepertinya sepedaku ku tidak pantas disandingkan dengan sepeda kelas atas itu.

Setelah meletakkan nya di samping sepeda lipat berwarna biru itu ku telusuri setiap jengkal sekolah ini untuk mencari keberadaan ruang kepala sekolah.

Ku lihat plank terpancang di sebelah taman bunga dekat laboratorium, dan disana denah sekolah di pampang sangat besar. Dari titik berdiri ku saat ini kulihat banyak yang keluar masuk dalam jam pelajaran. Tapi sudahlah, ku pakai masker kain yang aku buat sendiri yang berwarna cream sehingga kulitku yang putih sangat cocok dengan warna ini.

Sekitar lima menit akhirnya aku sampai pada ruang kepala sekolah. Kulihat ada seorang siswa yang sedang berbicara dengan guru perempuan. Sepertinya anak yang di panggil ini adalah pembuat onar, lihat saja gaya duduknya. Sangat tidak sopan!

Kurasa lututku mulai letih untuk berdiri. Dengan terpaksa aku duduk di lantai dengan tidak beralas apa apa.

Apa yang mareka bicarakan sebenarnya, lama banget.

Kulihat ada sepasang kaki berdiri di sampingku, ku toleh kan kepalaku dan langsung berdiri tegap.

"Minggir lo." ujarnya lalu menerjang tubuh mungil ku sampai terjengkang ke belakang.

Saat bokong ku menyentuh ubin itu rasanya sangat nyeri, dasar orang idiot.

Kulihat punggung tegapnya dari belakang yang berjalan santai dengan gaya urakan dan santai seolah tidak terjadi apa apa, siapa dia, ada masalah apa dia, dan kenapa begitu kasar. Ah sudah lah, aku malas memikirkannya.

Ku ketok pintu coklat ini untuk menyadari kepala sekolah ini atas keberadaan ku.

"Ah iya nak." ucap guru perempuan tersebut lalu menghampiri ku.

Langsung ku buka masker ku,"Begini buk, saya murid pi-pindahan itu buk," ujarku gugup lalu menyerahkan amplop surat itu kepada guru ini.

Ah iya, aku sadar ternyata kepala sekolah di sekolah ini adalah seorang perempuan. Pantas saja orang tadi tidak menghargai, karena pikirnya seorang perempuan itu lemah. Ck, dasar anak tak tau di untung.

"Nak Embun ya?" tanya guru ini setelah membaca surat yang aku sodorkan tadi.

"Iya buk, saya Embun."

"Ah, nak silakan masuk, ibu dari tadi menanti kehadiran mu" ucap guru itu lalu mempersilahkan aku masuk.

Wahh, ruang kepala sekolah aja sebesar dapur rumah ku, pantas saja sekolah ini sekolah paling mahal bayarannya. Walaupun swasta tetapi sekolah ini sudah banyak menorehkan prestasi dari murid muridnya. Terbukti dengan piala yang tersusun rapi dalam lemari kaca khusus piala dan Piagam serta sertifikat yang tergantung di dalam ruangan ini.

Ku dudukan bokong ku di kursi empuk ini, sangan sejuk dan sepertinya aku betah berlama-lama di sini.

"Apakah kamu sudah tau kelas mu yang mana?" tanya guru ini dan oangsung mengambil alih fikiranku.

"Kelas program 2.A+"

"Ya,"

"Kamu sudah tau kan itu kelas apa?" lanjut guru tersebut.

"Ya"

"Saya sudah di beri tahu bapak binaan saya."

Guru ini tersenyum."Saya akan menjelaskan lebih detail sekolah dan kelas apa ini, karena tidak semua yang diucapkan guru binaan kamu keseluruhan,"

Dia melipat tangannya sembari menatapku." Di kelas ini, semua data siswa disamarkan. Kamu dan 15 teman lainnya akan bersaing dalam kelas tersebut. Kelas yang teristimewa di Angkatan kamu, kelas ini sangat di segani karena memiliki kelebihan di banding kelas yang lain. Disini kamu akan dilatih oleh seorang guru yang paham betul dengan kelas tersebut,Jadi kamu mempunyai 1 permintaan apapun kepada sekolah ini dan permintaan tersebut akan mutlak di kabulkan."

"Dan seiring berjalannya waktu kamu bakalan tau apa dan kenapa tentang kelas ini, biar waktu yang menjawab. Tapi sebelum itu, kami akan memberi kamu tanda bahwa kamu sah menjadi bagian dari kelas itu."

Aku begitu heran saat melihat guru ini berdiri dan mengambil sebuah paser dan cetakan, tapi entahlah aku kurang yakin kalau itu cetakan. Dia melangkah mendekatiku dan menundukkan kepalanya.

"Ibu akan memberimu tanda bahwa kamu adalah anak istimewa di sekolah ini, dan ya ini sedikit sakit jadi tahan sebentar." lanjut nya.

Aku mendengar suara laser itu mendengung di telinga ku, aku tersengat saat merasakan besi itu menembus kulit leherku, rasanya sangat sakit dan perih. Aku tidak tahu pola abstrak apa yang di buat oleh guru ini, yang jelas aku terus menggigit bibir bawah ku untuk menetralkan rasa sakitku.

Selama 3 menitan benda besi itu menyelam dalam kulit leherku, setelah ini guru tersebut memberiku sebuah kain yang sudah di basahi air lalu menutupi pada luka leherku ini.

Aku yakin pasti berdarah, "Tahan dulu nak, sakitnya hanya sebentar. Dan lainnya jangan di lepas dulu, biarkan air itu meresap di kulit dan luka itu." ujarnya lalu meletakkan alat itu ketempat semula.

Next ga ya?
Jangan lupa vote ya, dan komen.

Luffyuu

Suara EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang