Oh, Gusti Nu Agung

127 11 2
                                    

*****

"Kadang suka mbatin, enak kali ya kalo dari dulu aku jatuh cintanya ke Jungkook, bukan Kak Seokjin. Aku nggak bakal sakit hati terus nungguin Kak Seokjin confess, menderita ngadepin sifat gak peka dia, dan harus tahan banting buat bertahan suka sama dia. Kalo aja aku naksir Jungkook, dia confess kemarin bakal langsung kuterima. Dia peka, baik hati, pengertian, dan nggak egois, pokoknya semua kriteria cowok idaman ada di dia. Tapi, kenapa aku malah cintanya ke Kak Seokjin? Kenapa juga setelah berkali-kali mikir Jungkook lebih baik, tapi aku tetep nggak bisa berpaling dari Kak Seokjin? Tolong jelasin kenapa? Kenapa, Gusti? Kenapa???!!!"

Puas aku keluarin unek-unek dengan teriak keras di tepi tebing yang curam ini. Nggak takut bakal ada yang denger karena cuma ada aku sama Kak Yoongi di sini.

"Udah cuma segitu doang?" tanya Kak Yoongi heran. Ceritanya Kak Yoongi udah gemes banget liat aku yang murung tiap hari, galau nggak jelas, bahkan nggak mau keluar rumah berhari-hari, sibuk galauin Kak Seokjin di kamar. Kak Yoongi tiba-tiba aja ngajakin aku jalan-jalan, dan nggak taunya dia malah ngajak aku ke bukit terus nuntun aku ke tebing ini. Nyuruh aku marah-marah sama angin.

Aku mengangguk, "Emangnya kenapa? Gak terima?"

"Gue cuma heran aja, kirain mau sampe nangis jelek. Eh, tapi beneran loh, gue ngiranya Seokjin sama lo udah jadian. Eh, ternyata digantung ya?" Kak Yoongi tertawa mengejek. Aku pukul pundaknya.

"Berisik! Orang jomblo diem aja udah!"

Kak Yoongi tersenyum miring, alisnya naik satu, matanya sinis natap aku. "Gak masalah jomblo, yang penting  berduit."

"Cih. Duit banyak buat apa kalo gak punya gandengan buat kondangan ke nikahan temen?"

"Lah, kan ada lo." Kak Yoongi mengacak-acak rambutku sambil ketawa ngeselin.

"Enak aja! Ogah ya gue ikutan lo lagi ke nikahan orang! Kalo nggak karena terpaksa ya ogah!"

"Ck. Ga ngerti cara berterima kasih banget lo ya? Siapa coba yang waktu itu bantuin lo buat manas-manasin Seokjin?"

Aku mendongak, "Ceritanya gak ikhlas bantuin nih?!"

Kak Yoongi masih menatap lurus-lurus ke pepohonan di seberang sana, "Gue bisa aja dorong lo dari tebing ini loh, kalo gue mau." Lalu melirikku dingin.

Aku reflek mundur dan menjauh dari Kak Yoongi dengan menatapnya nggak percaya. "Kak, lo kok jahat?"

Kak Yoongi mendekatiku pelan dengan poker face-nya itu, malah bikin aku makin merinding. Baru sadar kalo wajah lempengnya selama ini ternyata serem juga. "Kak, lo jangan macem-macem ya!"

Tiba-tiba Kak Yoongi bergerak cepat menangkap kedua lenganku yang bikin aku kaget sampai teriak-teriak ketakutan dan mencoba berontak biar lepas darinya. "GUE BELUM MAU MATI SUMPAH! GUE BELUM DAPETIN KAK SEOKJIN! JANGAN BUNUH GUE!"

Tapi selanjutnya Kak Yoongi malah ketawa ngakak banget sampe jatuh ke tanah. "Hahaha. Sumpah lucu banget. Hahahaha."

Sial. Ternyata aku cuma dikerjain. Huh!

"Tikus pleyot! Nyebelin bangeetttt!" Terus aku mulai mukulin Kak Yoongi mulai dari kepala, leher, tangan, sampe punggungnya aku pukulin sekuat tenaga. Sekarang giliran Kak Yoongi yang teriak-teriak kesetanan minta ampun.

Pada akhirnya aku capek, dan kami jadi duduk berdua di rumput sambil ketawa-ketawa.

Beres ketawa, Kak Yoongi berkata, "Setelah ini lo jangan naksir gue ya. Udah ribet sama cinta segitiga lo, gue nggak mau ikutan jadi setan keempat."

"Cih. Mimpi! Lo itu nggak cocok buat gue taksir jadi pacar."

"Terus jadi apa dong? Suami?"

Kutabok lagi punggungnya. "Sialan."

huru-haraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang