Ridhallahi fii Ridhalwalidain

11 0 0
                                    

Sepanjang jalan kenangan, ah seperti judul lagu. Baru kali ini laki-laki kharismatik itu benar-benar merasa sangat bahagia. Setiap kali dia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, wajah perempuan itu selalu terbayang. Delapan tahun pacaran bukanlah hal yang singkat untuknya. Menikmati bersama mengagungkan do'a pada sang pemiliki hati yang masing-masing mereka rajut di bumi yang sama dengan perbedaan zona waktu hingga akhirnya memutuskan untuk berkomitmen satu sama lain adalah mimpinya selama ini dan yakin akan segera terwujud di masa yang akan datang.

Yah, dia adalah Rio Mahendra. Laki-laki mandiri, pekerja keras, tampan, cool, baik hati, dan ramah kepada semua orang membuat dia disayangi oleh siapa pun yang ada disekitarnya. Menjadi direktur muda di sebuah perusahan tempatnya kerja saat ini adalah hal yang sangat dia syukuri dan pastinya semua pencapaiannya hingga kini tak bisa di capai dengan sendiri, tentunya karena doa dari orang-orang yang dia sayangi dan juga menyanginya.

Sore itu, sepulang Rio dari kantor. Sengaja dia berkunjung ke rumah pujaan hatinya, Meta. Dia sangat menyayangi Meta yang telah menemaninya berjuang dari nol hingga sukses saat ini, walaupun hanya bermodal doa dari jarak yang jauh. Rio mendapati Meta menyiram tanaman yang indah nan subur dipekarangan rumahnya. 

Sebuah pemandangan yang membuat Rio makin sayang pada Meta. Bagaimana tidak, Meta adalah perempuan penyayang, ramah, mandiri, pandai memasak, memiliki wawasan yang luas, keibuan, intinya idaman setiap laki-laki. Dan sebisa mungkin Rio tidak ingin melepaskan perempuan sesempurna Meta.

"Hai ... sudah lama tibanya?" Tanya Meta yang mendapati Rio menatapnya begitu dalam.

"Sekitar lima belas menit yang lalu," jawab Rio seadanya.

"Ada apa? Tumben mampir, rindu yah?"

"Nah tuh tahu jawabnnya, hehee ..."

"Masuk yuk ... ku buatkan teh hangat."

***

Meta dengan pembawaannya yang kalem dan tenang mampu untuk menyeimbangi sikap Rio yang pecicilan namun perhatian. Rasa sayang Meta pada Rio bahkan lebih besar dari pada rasa sayang Rio pada Meta. Intinya, mereka berdua saling menyayangi. Hal yang membuat Rio begitu bahagia adalah ketika dia memohon restu pada orang tua Meta untuk meminang Meta anak semata wayang keluarga ningrat ini.

Awal mereka menjalin sebuah hubungan, mereka tidak direstui oleh orang tua Meta, sebab dari kecil Meta sudah di jodohkan dengan anak dari teman Ibunya yang juga keturunan ningrat. Sedangkan Rio hanya berasal dari keluarga sederhana namun hubungan sosial keluarganya jangan diragukan lagi.

Sejak mendapat penolakan dari orang tua Meta, Rio tidak patah semangat, justru dia berusaha dan mengerahkan segala kemampuannya dan juga yakin bahwa, suatu saat nanti dia akan mendapat restu dari orang tua Meta. Dengan segala usahanya selama bertahun-tahun, akhirnya mereka direstui.

"Ibu kemana? Kok sepi?" Tanya Rio setelah meminum teh hangat yang telah Meta buatkan.

"Oh iyaa ... tadi katanya mau ke pasar sama simbok, loh kok belum balik yah?

"Trus? Ayah kemana?"

"Ayah ke Bandung, menghadiri pernikahan orang yang hampir di jodohkan sama aku, hhehee"

"Wah ... dia mendahului rupanya yah.

"Mas, Ibu kok belum balik yah? Kita susul Ibu ke pasar yuk. Aku khawatir, soalnya udah sejam lebih belum pulang dari pasar."

Saat hendak berdiri, akhirnya Ibu Meta dan simbok muncul dari arah pintu depan.

"Hhuuh ... panasnyaa ... keluh Ibu," sementara simbok berlari ke arah dapur untuk mengambil segelas air.

Cerita Tak BeralurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang