| Chapter 5 | : Hi, Nextdoor

61 30 5
                                    

Bangun dari tidur bukannya selalu menjadi hal yang paling menyenangkan bagi setiap orang. Bisa menjernihkan isi pikiran dan lelah yang mendera tubuhmu.

Tapi semua itu tidak ada gunanya sekarang. Ketika kau terpaksa bangun karena suara pintu yang diketuk tanpa henti. Bahkan bisa jauh lebih keras ketika kau coba membiarkannya.

"Iya, sebentar!"

Aku beranjak dari kasur. Rasanya tidak terlalu buruk tidur di sana. Baru beberapa langkah, mataku masih buram dan belum fokus hingga terpentuk koper yang kuletakkan di sembarangan tempat. Ringisan sakit, meskipun beruntung jari kakiku masih terbungkus kaus kaki yang belum sempat kutanggalkan.

Pada akhirnya aku bernapas lega setelah berada tepat di depan pintu. Lalu, memutar kunci yang masih terjebak di lubang knop. Hingga suara dramatis layaknya kunci terbuka terdengar singkat.

Dengan napas tidur dan wajah kusut. Rambut sedikit berantakkan dan rasa syukur tidak ada sisa air liur di ujung bibirmu.

Sebelum benar-benar, jari-jemariku menarik pegangan knop pintu. Aku berpikir sejenak.

Siapa yang di balik pintu? Bu Jo? Ada urusan apa? Apa obrolan kami berdua kemarin kurang, atau ada peraturan yang dia lewatkan?

Otakku berpikir cukup keras. Menebak siapa yang mengetuk pintu kamar.

Tidak mungkin, itu Deren?!

Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. Bahkan suara napasku pun tersamarkan.

Tidak, tidak, tidak!

"Apa yang harus kulakukan?" Suaraku tercekat di akhir. Apa aku harus menyiapkan alat pemukul atau apa. Kau tahu Deren itu pria yang cukup brengsek. Bahkan aku tebak isi otaknya hanya dipenuhi gadis-gadis tanpa pakaian dan hal yang berbau vulgar.

Tapi jika aku masih bisa berteriak sekeras mungkin jika itu memang Deren. Pasti semua orang di gedung ini akan berdatangan dan membantuku.

Aku tersenyum lega, setidaknya ada cara yang sebagus itu.

Kembali membalikkan badan dan menghadap pintu. Kini dengan napas teratur. Aku menarik knop pintu sesegera mungkin.

Dapat dipastikan wajah Deren dengan tinggi tubuhnya dan senyum penuh arti di gurat bibirnya. Atau satu alisnya yang terangkat, naik-turun. Dimainkan seolah dia telah menemukan sasaran empuknya.

Dan aku sudah siap untuk memasang mimik sejutek mungkin seperti biasanya.

Saat daun pintu terbuka hingga setengahnya, dan aku bisa melihat sosok itu.

Bukan Deren dan gaya pakaiannya yang amburadul.

Yang ini lebih sederhana namun cocok di tubuhnya yang kupikir beberapa senti lebih penek dari Deren.

Bukan senyum penuh arti yang kulihat. Tapi senyum teduh namun rapuh tersaji di mataku.

Sudah kukatakan itu bukanlah Deren.

Tapi pria kemarin. Tetangga baruku. Yang tinggal tepat di samping kamarku.

Kini dia berdiri dengan tegang namun, parasnya masih memancarkan bahwa dia sosok yang jauh berbeda dari pada pria semacam Deren.

Satu tangannya menarik ke atas. Aku bisa melihat telapak tangannya yang putih bersih. Bergerak, gerakkan pelan melambai untukku.

"Hai," sapanya.

Aku melongo sejenak. Apa barusan? Sebuah sapaan. Bahkan otakku seolah berhenti sebentar. Hanya untuk mengerti kejadian sesingkat barusan.

"Ya," jawabku seadanya.

THE FRIEND[S] : Who You? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang