.
.
Menurut Renjun, terkadang Haechan yang baru bangun dari tidurnya itu punya aura tersendiri.
Meskipun itu hanya sekedar duduk di satu kursi meja makan sambil menunggu Renjun menyiapkan sarapan mereka. Tapi tatapan matanya tajam tidak lepas mengikuti tiap pergerakan Renjun dalam diam. Rasanya punggung Renjun bisa jadi merona malu.
Ketika selesai dan berbalik meletakkan piring di hadapan Haechan, satu lengan si mungil ditahan pelan, "Sini. Duduk di sini dulu." Suara dalam bercampur serak Haechan mengarahkan Renjun pada pangkuannya.
Dan sialnya Renjun tak bisa menolak perintah yang satu ini, bahkan saat setelahnya bilah bibirnya yang malah jadi sarapan pembuka mereka. Sesapan halus antara bibir keduanya yang terasa pas. Perlahan namun penuh afeksi. Lidah nakal Lee Haechan yang mengobrak-abrik tiap sisi mulut kecil Renjun menghasilkan erangan tertahan di ruang makan pagi itu.
Hari ini kelasnya kebetulan selesai lebih cepat. Kantin fakultas seni masih agak sepi mengingat belum waktu makan siang.
Netranya menangkap punggung yang memang ia cari dan melangkah ke sampingnya,
"Rambut kamu udah panjang. Ga mau potong?"
Lee Haechan yang lagi asik nyemilin dimsum alih cepat melihat Renjun yang mengagetkannya.
Rambutnya di sugar kebelakang oleh jemari Renjun yang masih berdiri membuat Haechan mendongak di duduknya, "Terserah kamu aja bagusnya, Ren."
"Halah, aku suruh botak ntar ngamuk juga." Kening yang tidak tertutupi poni itu dibubuhi kecupan singkat oleh Renjun sebelum mengambil duduknya di samping Haechan.
Bertopang dagu dan menerima suapan dimsum dari tangan Haechan tanpa komentar.
"Tapi sebenernya kalo gondrong gini ganteng juga, sih." Celetuknya ketika memainkan belakang rambut Haechan.
÷
Maka setelah usai segala urusan hari itu, menjelang malam keduanya berakhir di ranjang yang sama. Berbagi selimut dan pelukan sembari menikmati film yang terputar di hadapan mereka.
Kepala yang mungil terasa sangat nyaman bersandar pada bahu milik Haechan dan pelukan yang dominan pas sekali melingkar kokoh di pinggang Renjun. Kecupan ringan sesekali mampir pada wajah dan bibir keduanya.
Hingga dering ponsel Renjun memecah atensi mereka. Haechan berdecak ketika mendapati nama yang tertera pada panggilan masuk.
Belum sempat menggeser icon panggilan, ponsel ditangannya berpindah terlempar ke sisian kasur dan bibirnya yang dipagut sebelum bisa mengeluarkan protes.
Renjun bahkan tidak lagi ingat ponselnya yang hampir jatuh ketika ciuman dan hisapan keras di bibirnya makin intens. Tubuhnya ditarik merapat bersama usapan halus yang merambat masuk ke dalam kausnya. Oh, kenapa Haechan merajuk....
"Ren, sorry."
Yang direngeki sedari tadi hanya mendengus kesal.
"Ah, gara-gara lu, setan. Gua harus pake hoodie terus padahal panas." Seru yang mungil marah karena hawa panas kantin makin terasa sedangkan dirinya masih harus menutupi bercak-bercak nyamuk nakal di lehernya.
"Ya maaf. Abisnya sih nantangin."
Renjun melotot ingin teriak tapi ditahan. Bisa-bisanya oknum tersangka Lee Haechan masih membantah kesaksiannya.
"Apa? Kan bener?" Watados banget bikin Renjun naik darah.
Udah rusuh makin rusuhlah suasana kantin FEB akibat anarkisnya Renjun bikin Haechan kejengkang dari kursinya. Mau ditaruh di mana muka dan wibawa Lee Haechan yang jadi bahan tontonan anak-anak.
"Renjuuun ampuuuuun!"
Jeritan pedih itu hanya ditanggapi dengan kacak pinggang oleh Renjun.
Pasangan ini selain bisa bikin diabetes, bikin panas, tapi bisa juga bikin kerusuhan.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Botol Nigrinti [HyuckRen]
Fanfictionlallalalala. Isinya manis kayak nigrinti rasa madu. Tapi tetep aja pait gara gara daun teh hijau pilihan.